11 Pesta Ulang Tahun

57 10 76
                                    

Minggu pagi, Raya yang masih libur dengan cekatan membungkus kado untuk Kanya. Ia memutuskan untuk memasukkannya ke sebuah kotak, lalu membungkusnya.

Setelah selesai membungkus kado, ia melirik ponselnya yang sengaja dimatikan dari semalam. Raya tahu Rayan sudah menelponnya beberapa kali, bahkan tadi Rayan sudah ke rumahnya berulang kali. Ghea pun dibuat bingung oleh tingkah mereka berdua.

Raya menyenderkan kepalanya pada pinggiran kasur. Ia memejamkan matanya sebentar.

Untuk saat ini, Raya ingin mengabaikan cowok itu.

Untuk saat ini, Raya ingin bertindak egois.

Dan, untuk saat ini, ia ingin memberitahu Rayan lewat sikapnya bahwa diabaikan itu sangat sakit.

➰➰➰

Rayan menghempaskan tubuhnya di sofa. Sudah ratusan kali ia menelpon Raya, puluhan kali ia meng-sms gadis itu, dan beberapa kali ke rumahnya. Namun, usahanya sia-sia.

Apa Raya semarah itu padanya?

Entah kenapa lagi-lagi Rayan dibuat gelisah, mood nya juga dalam keadaan buruk. Ia juga sempat mengabaikan panggilan Gia demi memikirkan kesalahannya.

Tiba-tiba, pintu kamar Rayan diketuk oleh Kanya, dan menampilkan kepala adiknya sebelum masuk ke kamar.

"ABAAANG."

Rayan menutup telinganya sejenak. "Bisa nggak sih lo nggak usah teriak mulu sama gue?!" Protesnya.

Kanya hanya menyengir, lalu memasuki kamar abangnya tanpa seizin dari pemiliknya. Gadis itu duduk di samping Rayan yang sedang menundukkan kepalanya.

"Lo kenapa bang? Tumbenan kayak orang abis diputusin," cecar Kanya.

"Pusing gue, Nya," Rayan memijat pelipis.

"Lo pusingnya di kepala, atau di hati?"

"Dua-duanya."

Kanya mengerlingkan matanya. "Gue tebak, pasti lo sama kak Raya marahan ya?"

"Tepatnya dia yang marah," koreksi Rayan.

Kanya menganggukkan kepalanya. "Wajar sih dia marah ke elo," komentarnya.

Raya menoleh pada Kanya dengan mata yang memicing. "Maksud lo?"

"Nggak ada orang yang nggak marah kalau diabaikan. Gue rasa lo tau apa maksud perkataan gue. Jangan nanya kalau gue tau dari mana, karena nggak bakal gue jawab pertanyaan lo," Kanya bangkit dari duduknya.

"Gue mau beli daging buat nanti malam. Lo udah beli kadonya 'kan bang?" Tanya Kanya sambil memasang senyum manis.

"Udah," jawab Rayan tanpa minat.

Saat Kanya ingin membuka kenop pintu, ia membalikkan badannya, seakan lupa memberitahu hal lain.

"Oh iya, satu lagi. Lo kalau jadi cowok jangan labil, bang. Lo nggak bisa pilih dua-duanya, karena salah satunya hanya akan tersakiti nanti." Setelah mengucapkan kalimat itu, Kanya langsung keluar dari kamar Rayan.

Kini, Rayan telah paham maksud omongan Kanya tadi.

➰➰➰

Tak terasa malam akhirnya tiba, orang-orang yang diundang pribadi oleh Kanya telah datang di halaman belakang rumahnya. Kanya seorang introvert yang hanya ingin acaranya dihadiri oleh teman-teman terdekatnya saja. Karena dengan cara itu, gadis itu bisa menjadi dirinya sendiri tanpa akting di depan banyak orang.

"Kanya," panggilan itu berasal dari arah belakang Kanya.

Kanya yang sedang membakar daging menoleh kebelakang, dan mendapati Karel yang tengah tersenyum ke arahnya.

Raya RayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang