Tak terasa kami sudah empat hari mengikuti latihan di Hotel Pangeran City, Padang. Tentunya tak sedikit mengukir momen kebersamaan yang tak akan dilupakan sampai kapanpun. Selain itu, materi baru yang kami dapat dari tutor profesional pun sangat banyak. Sesuai nasihat Bu Net tadi sore, malam ini aku dan Ella memutuskan untuk mengulang pelajaran.
Aku dan Ella duduk di lantai beralaskan karpet yang cukup hangat berwarna cokelat ini. Kami memilih untuk belajar di sana karena jika di atas kasur bisa dipastikan kami gagal merealisasikan niat baik tersebut. Seperti yang kita tahu, bantal dan selimut memiliki jurus ampuh untuk menggoda siapapun.
Rintik-rintik kecil meluncur dari angkasa yang mulai menggelap. Dari jendela, aku bisa melihat butiran tersebut membasahi jalanan yang ramai malam ini.
Tanpa berkompromi terlebih dahulu, sirine dari perutku melengking kuat membuat Ella yang tadinya tengah asyik bermain dengan angka-angka tiba-tiba menoleh. "Laper Re?" Tanyanya dengan sejurus tatapan.
Aku mengangguk karena itulah adanya. Seingatku ada beberapa cemilan yang sengaja kami simpan di kulkas mini untuk berjaga-jaga ketika lapar melanda di malam hari. Dengan cekatan, kusambar gagang lemari es itu penuh pengharapan.
"Donat yang kemarin udah habis, El?" Kulirik Ella yang duduk di balik punggungku.
Ia menoleh sekilas lalu kembali fokus pada buku bacaannya. "Tapi tadi siang waktu isoma udah kita makan. Sabar, Re!"
Kututup benda itu lalu berjalan penuh keputusasaan ke arah ranjang. Kujerembabkan tubuhku dengan posisi telentang, persis seperti bintang laut yang terdampar di tepi pantai. "Aku gak bisa belajar dalam kondisi laper, El. Minta makan ke siapa, ya?" Keluhku. "Nanti kalo aku gak bisa belajar dengan fokus gimana? Kan percuma jadinya."
"Ella juga laper," sahutnya memegangi perut.
"Hanna punya makanan gak ya?" Pikirku sejenak dalam lamunan sambil memandangi langit-langit.
"Coba aja ke sana," opini Ella yang langsung aku tepis mentah-mentah.
"Mager, El. Kamu aja gih sana. Aku tunggu sini, gimana?"
"Keenakan kamu dong,"
"Membantu teman yang dalam kesulitan dianjurkan, loh El."
"Kamu ajalah, Re! Cepatlah! Ella laper,"
"Sesuai nilai-nilai Pancasila, sila ke-2. Kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, El."
"Terus, kamu tadi gak maksa?"
"Bukan, itu cuma permintaan tolong yang mengharuskan." Aku tertawa lalu bangkit.
"Sama aja,"
Ting tong
"Siapa sih yang dateng malam-malam gini, kalo ngasih makanan gak pa-pa." Omelku dalam perjalanan menuju pintu.
"Hati-hati, Re. Kalo itu Bu Net gimana?" Ucapan Ella sukses membuatku takut.
Sebelum pintu kubuka, terlebih dahulu aku melakukan pemanasan. Menarik napas dalam lalu embuskan.
Cklek
Bahuku yang tadinya menegang kini rileks kembali ketika sosok yang aku takutkan ternyata berganti dengan dua orang cowok yang tersenyum memandangiku. "Hai!" Sapa salah satu dari mereka.
"Devan? Zikra? Ada apa ya?" Kuseret anak rambut yang menutupi wajah ke belakang telinga.
"Kami mau jajan nih," Ujar cowok berhidung mancung yang berdiri di belakang Devan. Tubuh Devan, cowok berkacamata yang menjulang membuatku sulit menemukan sosok Zikra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Science ✅[END]
Teen Fiction#3 osn 130719 OSN Palembang 2016 Based on True Story Ini bukan ceritaku, tapi cerita kami. Hanya ingin bernostalgia lewat kata-kata bersama memori di ruang ingatan. Kupersembahkan cerita ini untuk kalian, DUA BELAS MERPATI yang mengajariku arti per...