#14# BIM

278 34 15
                                    

Minggu, 15 Mei 2016
Pangeran City Hotel, 07.30 WIB

Menjadi suatu kebanggaan bisa mengenakan seragam kontingen OSN Provinsi Sumatera Barat. Berkompetisi dalam skala Nasional merupakan pengalaman pertamaku dan tak akan pernah kulupakan tentunya. Butuh mental yang kuat untuk menyesuaikan diri nanti, bertemu dengan teman-teman baru dari 34 provinsi di Indonesia.

Salah satu dari dua belas kontingen OSN SMP, ada seorang mantan OSN SD yang meraih medali tidak hanya di kancah nasional, tapi juga Internasional. Dialah Akien Jethro. Usut punya usut, ia berhasil menyabet silver medal di Filiphina waktu itu. Keren kan?!

"Ree, gulanya tambah lagi?"

"Udah, segitu aja."

Masih ada lima belas menit lagi sebelum kami harus berkumpul di ruang makan. Daripada bingung akan melakukan apa, melihat semua barang sudah kami kemas ke dalam koper sejak satu jam yang lalu, Hanna menawarkan secangkir kopi susu pagi ini.

Dengan telaten, Hanna menyeduh minuman hangat itu.

"Gimana rasanya, Ree?"

"Hmm, enak."

Aku berulang kali melirik arloji yang melingkar di pergelangan kiri. Waktu terasa begitu lambat. Tidak sabar rasanya ingin menginjakkan kaki di Kota Sriwijaya.

Ting tong ting tong

Aku sudah hafal betul siapa orang yang membunyikan bel kamar kami.

"Kamu aja yang buka, Han. Aku cape, palingan Devan yang punya kerjaan."

Beruntungnya Hanna kali ini tidak menolak sedikitpun. Gadis berbehel itu lantas dengan cekatan membukakan pintu.

Aku sama sekali tidak tertarik dengan kedatangan Devan dan kawan-kawan. Aku lebih memilih untuk duduk di sofa sembari menyesap kopi buatan Hanna.

"Ree, ke bawah yuk." Aku menoleh. Ternyata dia Syifa.

"Syifa, mau minum?" Tawarku.

"Gak, makasih."

Keributan di depan kamar kami semakin menjadi-jadi. Devan dan laki-laki yang lain berteriak tidak jelas.

"Ngapain sih yang cowok berisik banget?!" Tanyaku geram.

"Gak tau tuh, gaje." Syifa mengangkat bahu, ikut bingung.

"Hei yang cewek! Keluarlah lagi! Kita mau berangkat!"
Dari warna suaranya, aku bisa menebak itu adalah suara Akbar. Suara besar binti melengking.

"Reeca..."
Dan suara mendayu-dayu ini aku yakin adalah Imam.

"Cepatlah! Pesawat udah nunggu tuh!"

Mulai muak dengan semua ini, aku memutuskan untuk keluar. Menemui para pemberontak itu. "Ada apa?!" Kusebar pandangan satu persatu.

Imam, Fero, Akbar, dan Zikri bersandar ke dinding lorong. Sedangkan Devan sedang duduk selonjoran di depan pintu kamarku.

"Dasar cewek lama banget dandannya!" Celetuk Imam.

"Biarin!" Hanna membela diri. Ralat! Membela kami.

"Ya sudah!" Saat aku hendak melangkah keluar kamar, menuruti mereka untuk segera turun. Tiba-tiba dari kejauhan aku melihat, "Sonny?" Lirihku.

"Mana?" Mereka semua ikut memandangi Sonny yang semakin mendekat.

📷📷📷

"Namanya siapa, Dek?"

"Kanya, Kak."

Sweet Science ✅[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang