Kami berbaris di depan hotel dengan rapi dan tertib. Panitia mengabsen nama kami satu persatu.
Setelah selesai, panitia memerintahkan agar kami menunggu bus yang akan mengantar ke tempat acara pembukaan di sekitar hotel.
"Kenalin, ini Putri Yuliana Sari dari Lampung." Hanna memperkenalkan teman sekamarnya kepada kami.
"Salken, aku Reeca."
"Ini Syifa, Akbar, Imam, Devan, dan Daffa." Tunjuk Hanna satu persatu.
"Dari Lampung berapa orang?" Tanyaku penasaran.
"Cuma dua orang, yang satu lagi cowok." Jelas Putri dengan bahasa yang sedikit medok. Aku sempat heran, katanya Putri asal Provinsi Lampung. Kok malah medok kayak Wong Jowo?
"Oh," Aku mengangguk.
"Kalian tau gak Akbar semalam tidur sama siapa?" Sorak Devan heboh.
"Sama siapa?" Tanya Hanna. Alisnya tertaut, "Sama anak Papua?" Terka Hanna. Gadis yang satu ini selalu tertarik dengan sesuatu berbau Papua. Entah iya atau tidak, yang jelas saat masih di pesawat Hanna sempat berkata bahwa ia ingin sekali melihat orang Papua face to face.
"Bukaaaaaan... Akbar semalam tidur sama bapak-bapak!" Devan terkekeh geli. Pipinya memerah.
"Bapak-bapak?!" Ujar kami serentak.
"Iya!"
"Gimana ceritanya?" Tanya Syifa.
"Jadi ceritanya,..." Belum sempat Devan menceritakan kronologinya, Akbar lebih dulu memotong.
"Udahlah, Van! Ember banget sih?!" Akbar menekuk wajah. Kesal.
"Wah, Pak Hakim marah! Cieeee Pak Hakim marah nieeeee..." Goda Devan. Suaranya yang lumayan keras sontak menyita perhatian orang-orang di sekitar.
"Bukan temen aku," aku memilih menjaga jarak dari Devan.
"Bukan temen aku juga!" Hanna dan Daffa ikut-ikutan.
"Oh ya, Ree." Devan memperbaiki posisi kacamatanya. "Semalem kamu kenapa tiba-tiba nelpon, Van? Kangen?"
"Bleee," aku mencibir. "Kangen dari Hongkong!"
"Cieeee pada telponan nieee!" Kini Imam yang bikin heboh.
"Denger dulu! Semalem itu..." Kuceritakan pengalaman semalam sedetail-detailnya. Sepanjang cerita, teman-teman tampak fokus mendengarkan. "Gitu ceritanya," ujarku di penghujung cerita.
"Btw, temen sekamarku juga dari Jakarta loh. Namanya Andi," seru Imam.
"Temen sekamar Van juga dari Jakarta, namanya Evan." Devan mengacungkan tangan seperti Bung Tomo sedang berpidato.
"Wih, nama kalian mirip. Evan dan Devan, cuma beda satu huruf. Jangan-jangan kalian anak kembar yang terpisah?" Hanna mencibir.
"Mana mungkin!" Protes Devan. "Aku langsing, lah yang satu lagi. LANGSUNG!" Devan menggembungkan pipinya.
"Kerempeng gini kamu bilang langsing? Eh, tepung!" Ledek Imam.
"Kok tepung? Mana ada tepung disini?" Devan membela diri.
"Kok tepung, Mam?" Daffa ikut bingung dengan gelar yang Imam berikan untuk Devan.
"Karena Devan putih makanya aku kasih dia panggilan baru, tepung!" Imam memberikan intonasi pada kata 'tepung'.
"Pung! Pung! Tepung!" Ledek Daffa.
"Hus!"
"Oh ya, Ree. Gimana temen sekamarmu?" Daffa mengajukan pertanyaan yang sempat membuatku terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Science ✅[END]
Teen Fiction#3 osn 130719 OSN Palembang 2016 Based on True Story Ini bukan ceritaku, tapi cerita kami. Hanya ingin bernostalgia lewat kata-kata bersama memori di ruang ingatan. Kupersembahkan cerita ini untuk kalian, DUA BELAS MERPATI yang mengajariku arti per...