Sixth - Ketika ia datang

31 3 0
                                    

Hujan turun, menghujam tanah. Kania tetap tidak peduli meski udara dingin menusuk tubuhnya.
"Ma, Kania kangen..." ucap Kania lirih. Tubuhnya menggigil kedinginan. Kue ulangtahun yang baru saja ia beli sudah dimasukkan ke kardus yang berada di dalam plastik. Ia sengaja membeli blackforest, kue kesukaannya. Sengaja ia beli kue berukuran mini, takut terbuang sia- sia.

Kania merasa air hujan masih menghujam tanah, namun tak menghujam dirinya. "Kenapa gue gak ngerasa kehujanan? Padahal makam Mama masih kehujanan. Apa gue udah mati?," Pikir Kania. Ia menengadah. Payung besar berwarna hitam tengah memayunginya. "Hey, gak baik sore- sore lagi hujan masih dimakam sendirian. Ayo pulang." Ucapnya. Kania menggeleng. "Gak mau!!! Maunya sama Mama!" Teriak Kania sambil menangis. Raka sedikit berjongkok. "Kania, gak ada gunanya lo nangisin Mama kayak gini. Mama lo malah sedih liat lo begini." Raka menenangkan sambil mengusap bahu Kania pelan. "Gak mau! Gak ada yang peduli sama gue! Gue mau sama Mama aja!" Seru Kania sambil mengusir Raka.

"Terus gue kesini mayungin lo, ngajakin lo pulang, kalo bukan peduli, terus apa?! Itu bukan karena ga ada yang peduli sama lo! Tapi lo terlalu mendramatisi hidup lo sendiri. Cobalah lo perhatiin sekitar! Banyak yang sayang dan peduli sama lo." Kania terdiam lalu menunduk. "Banyak yang sayang dan peduli sama lo. Tolong jangan buat diri lo sendiri lemah." Ucap Raka sambil memeluk Kania, menenangkannya. Kania merasa hangat dalam pelukan Raka. "Ma, maafin gue Raka. Gue egois." Isak Kania. Entah mengapa, Kania merasa nyaman berada didalam pelukan Raka.

"Tenang aja, ada gue di sini." Raka mengelus bahu Kania, sekedar membuatnya sedikit tenang. "Ayo kita pulang. Baju lo basah. Untung dress lo item. Kalo putih, lumayan gue salah fokus sedikit." Canda Raka. "Ih apaan sih!" Refleks, Kania memukul Raka. Setelah mencium pusara Mama, Kania dan Raka pergi keluar makam.

"Lo pulang ama gue aja. Ini udah malem." Tawar Raka. Kania menggeleng. "Nggak, gue bisa pulang sendiri." Tolak Kania. "Naik apa?" Tanya Raka. Sudah malam begini, bahaya seorang perempuan sendirian pulang ke rumah naik angkutan umum. "Taksi online." Jawab Kania sambil merogoh sakunya, hendak memesan taksi. Sakunya basah. Lalu ia menepuk dahinya. "Oh iya, kan hp gue rusak gara- gara lo." Kania manyun. Raka terkekeh. "Terus gimana gue pulang?" Kania melirik ke arah Raka. Raka tersenyum. "Tawaran masih berlaku." Kania tersenyum ketika Raka membukakan pintu mobil untuknya. Ternyata, Raka tidak terlalu buruk.

Di mobil, tak ada perbincangan sama sekali. Raka sibuk menyetir dan Kania sibuk melihat- lihat keluar mobil. Hanya radio yang meramaikan suasana. Tiba- tiba Raka tertawa. Membuat Kania menoleh padanya. "Kenapa lo ketawa?" Tanya Kania. "Kok bisa sih lo berpenampilan ke-cewek-an? Selama kita tetanggaan, gue gak pernah liat lo pake baju se feminin ini!"Raka tertawa, antara heran dan kagum. Menurutnya, Kania sangat cantik dengan rambutnya yang digerai. Kania cemberut.

"Suka- suka gue." Jawab Kania singkat. "Tuh kan, mulai deh jutek nya. Padahal lo cantik lho kalo berpenampilan se-feminin ini!" Ungkap Raka masih fokus menyetir. Tiba- tiba pipi Kania memanas. "Kok gue malu ya?" Tanya Kania dalam hati. "Dibilang cantik bukannya bilang makasih, malah didiemin. Lo lebih seneng dibilang jelek ya?" Raka meledek. "Iya, makasih ya." Ucap Kania malu- malu. Untung Raka gak liat gue tersipu kayak gini!

Sesampainya didepan rumah, terlihat sebuah mobil terparkir dihalaman. "Itu mobil siapa?" Tanya Raka. Kania mengangkat bahunya tanda tak tahu. "Saudara kali." Jawabnya singkat. "Oh iya, makasih udah nganterin gue." Kania berterimakasih pada Raka. Raka tertawa.

"Eh, geli tau liat lo jadi cewek beneran kayak gini!" Kania melotot. "Emangnya lo pikir selama ini gue cewek jadi- jadian?" Tanya Kania. "Ya udah ya, bye!" Kania hendak turun dari mobil, namun ditahan oleh Raka. "Lain kali kalo ada masalah, cerita sama gue. Gue bukan cuma sahabat Maria, gue juga bisa jadi sahabat lo, oke?" Ucap Raka. Kania mengangguk pelan.

Ia hendak bangkit namun ditahan Raka lagi. "Btw, rambut lo ngehalangin muka lo. Sini gue iket. Risih tau!" Raka mengikat rambut Kania dengan gelang karetnya. Raka risih melihat rambut Kania menutupi wajah. Itu membuatnya terlihat semakin menyedihkan.

Jarak antara Kania dan Raka hanya beberapa sentimeter. Sejujurnya, Kania benar- benar gugup. "Senyum!" Titah Raka. Kania memutar bola matanya. Terpaksa, akhirnya ia tersenyum. "Udah ah, lo banyak mintanya! Sana pulang!" Usir Kania sambil melambai lalu masuk ke rumah. Raka tersenyum. Sekarang ia tahu sisi lain dari Kania.

-----------

Maria POV

"Tadi lo pingsan ya? Kenapa kumpulan OSIS? Kan bisa izin dulu." Ucap Yudha. Aku tersenyum. Sepanjang kumpulan OSIS, Yudha tidak berhenti mengkhawatirkanku dan menanyakan keadaanku. "Gue baik- baik aja kok." Aku mencoba baik- baik saja. Sebenarnya masih sedikit pusing. Namun aku sudah bilang ke Yudha kalau aku akan kumpulan OSIS.

Hari sudah mulai gelap. Hujan turun deras. Handphone ku lowbat. Bagaimana aku bisa menelpon supir untuk menjemputku? Bagaimana aku bisa pulang?

"Pulang sama gue aja, Maria." Ajak Yudha. Aku terkejut. Ini asli? Bukan mimpi kan?! "Kebetulan gue bawa mobil. Daripada lo kejebak ujan semaleman disini, mending ikut gue." Yudha menarikku ke dalam mobilnya. Aku sangat senang, tapi tentu saja aku menyembunyikannya.

Sepanjang perjalanan, Yudha berusaha mengajakku berbicara. "Lain kali kalo sakit bilang sama gue. Biar gue bisa jagain lo kalo lo pingsan." Ucap Yudha. Aku tertawa pelan. "Bisa aja sih Yudha!" Timpalku. Dasar Yudha, bikin jantung berdegup kenceng terus!

Sesampainya dirumah, aku ajak Yudha masuk ke rumah. "Bi, Kania mana?" Tanyaku. "Oh, katanya mau keluar sebentar." Jawab Bi inah. Lalu aku menatap Yudha. "Yudha, lo mau minum apa?" Tanyaku, sedikit gemetar karena gugup. "Lo kedinginan ya?" Yudha mendekat lalu memakaikan jaketnya ditubuhku. Ya ampun, mimpi apa aku semalem? "Udah, gue langsung pulang aja ya. Lo harus istirahat. Gue pamit. Assalamualaikum." Yudha pamit. "Kok buru- buru banget sih?" Tanyaku enggan dengan kepergiannya. Aku mengantarnya sampai pintu. Kebetulan, Kania baru datang. Aku melihat mobil Raka yang baru saja pergi.

"Asalamualaikum." Salam Kania. "Waalaikumsalam." Jawabku dan Yudha. "Eh, Kania, gue pulang ya?" Pamit Yudha sambil mengikat tali sepatunya. Kania mengangguk. "Hati- hati Yudha!" Ucapku.

"Oh iya, jaketnya ini gimana?"

"Di lo aja. Boleh kok dipake buat nemenin sebelum tidur." Ledek Yudha. Ia melambaikan tangan lalu pergi.

"Cie yang tadi dianter sama Yudha." Kania mencolekku. Kulihat bajunya basah, sepertinya kehujanan. "Btw, tadi bebep lo curiga sama mobilnya si Yudha." Ucap Kania sambil melangkah pergi menuju kamar. Aku baru sadar, ikat rambut yang dipakai Kania mirip dengan gelang karet Raka.

Apa maksud Kania? Bebep? Maksudnya Raka? Lalu kenapa mobil Raka pergi dari depan rumah saat Kania baru saja datang? Apa Kania dan Raka baru saja bertemu? Kenapa Raka gak cerita?

-----------------------------------------------------------

Lanjut? Vote dan follower bertambah dulu ya!

AbstractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang