Tenth - Why?

27 3 0
                                    

Pagi yang hangat, sehangat hati gadis berambut panjang itu saat mengingat apa yang terjadi kemarin.

Empat tahun lalu, ketika dia baru pindah ke rumah ini, ia dan Raka hanya sebatas tahu nama. Tak pernah bertegur sapa. Yang Kania tahu hanya ' Raka adalah sahabat Maria sejak kecil '.

Lalu semua berubah ketika Raka mulai mengusik kehidupan keluarganya. Raka juga kesal dengan sikap saudari tiri Maria yang menyebalkan itu. Begitupula Kania, ia merasa kesal karena Raka selalu sok menceramahinya.

Tapi manusia tidak ada yang tahu kapan semua akan berubah. Sepertinya Raka peduli, ia tidak seburuk itu. Dan Raka berhasil membuat hati Kania menyisihkan sebuah tempat dihatinya, khusus untuk Raka.

Kania mengambil handphone nya di meja. Ia tidak ingat mengapa ia bisa ada dikamar. Entahlah, ia tidak peduli. Yang penting ia kembali ke rumah tidak kurang suatu apapun.

Suara berisik dari arah balkon mengusiknya. Membuat Kania ingin tahu. Ia keluar balkon pelan- pelan. Ia melihat sosok Raka. Dia tidak sendirian. Dan yang Kania lihat merusak paginya yang indah. Kania menutup matanya. Cukup, gue gak mau tahu!

Kania masuk ke kamar, menyesali keputusannya tadi untuk melihat ke balkon. Kania mengaktifkan hp nya. Ia ingat, ada foto nya berdua bersama Raka.

Ya, aku dan Maria memang jauh berbeda. Pantas saja kau lebih memilih Maria. Karena ia pintar dan cantik bukan? Tenang saja, wanita bodoh dan jelek ini tak ada apa- apanya dibandingkan Maria.

----------

Maria POV

Aku tidak habis pikir. Kemarin, aku menunggu Raka sampai pukul 6 malam. Kupikir Raka akan menjemputku ke sekolah. Untung saja ada Yudha menemaniku. "Yakin lo masih mau nungguin dia?" Tanya Yudha. Aku tahu, dia pikir aku bodoh. Aku terlalu berharap akan kembalinya Raka untuk menjemputku.

"Jangan jadi orang tolol yang nungguin sesuatu yang nggak pasti, Maria." Ucap Yudha membuatku menoleh ke arahnya yang tengah berdiri dari duduknya. "Udah ga ada pilihan, ayo pulang!" Ajak Yudha. Aku masih tertegun. Tapi jujur saja, aku tidak bisa menolak.

Sepanjang diperjalanan, aku hanya diam. Yudha juga fokus menyetir. "Apa enaknya bersahabat sedeket itu?" Tanya Yudha tiba- tiba. "Maksud lo siapa?" Tanyaku balik. "Lo sama Raka." Aku menarik nafas. "Gue berasa punya kakak disamping gue." Jawabku. "Dia posesif. Gue nggak suka." Ujarnya. Aku mengerutkan dahi. "Terus kalo lo ga suka, memangnya kenapa?" Tanyaku balik.

"Jangan deket- deket sama dia." Aku melotot mendengar ungkapan Yudha. Atas dasar apa?

"Kenapa lo ngelarang gue deket sama dia? Dia sahabat gue dari kecil, Yudha."

"Lo bilang sahabat? Jadi sahabat itu yang tega ninggalin lo dan buat lo nungguin sampe dua jam disekolah tapi nggak dateng juga?"

Aku terdiam. Dia benar.

"Kalo dia sayang sama lo, dia gak akan setega itu ke lo." Kata- kata Yudha memengaruhiku.

Jujur saja, semenjak kejadian Kania kehujanan, Raka berubah. Dia tidak pernah bercerita soal hubungannya dengan Kania sama sekali. Apa persahabatan kita akan berhenti sampai disini? Lalu kenapa dadaku sesak begini memikirkannya?

Mobil berhenti didepan rumahku. Aku masih terpikir soal ucapan Yudha tadi. "Maaf kalo kata- kata gue bikin lo gak nyaman." Yudha bicara. Aku tersenyum simpul. "Gak apa- apa kok Yudha, lo bener kok." Yudha memegang pipiku lembut. "Jangan nangis ya?" Pinta Yudha. Lalu, dengan secepat kilat, ia mencium dahiku pelan. Mataku terbelalak.

"Yudha?!" Aku hampir terpekik. Apa- apaan dia? Meskipun itu membuat hatiku tak karuan, jujur saja aku sama sekali tidak berpikir Yudha akan melakukan itu padaku. "Ssst.. udah sana masuk ke dalem rumah. Mimpi yang indah ya abis dicium gue. Jangan sedih lagi. Ada Yudha disini." Yudha melambaikan tangannya ke arahku. Aku keluar dari mobil lalu melambaikan tanganku.

AbstractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang