Fifteenth - Yesterday About Us

30 5 0
                                    

Raka membaringkan tubuhnya dikasur. Tubuhnya lelah setelah pergi seharian bersama Maria. Hatinya memang cukup senang dengan kedekatan mereka yang mulai terjalin kembali setelah sedikit canggung. Namun ada sesuatu yang mengusik dirinya sampai sekarang.

Kania.

Ada sesuatu yang sakit saat menangkap pemandangan Kania dan Ghani sedang berangkulan. Entah itu apa. Tapi yang pasti, hati Raka seakan butuh pengakuan dari wanita itu.

Ia pernah sedekat itu dengan Kania. Pernah memeluknya, pernah bertatapan lama dengannya, dan juga menggenggam tangannya. Namun ketika ia melihat Kania melakukan itu bersama oranglain, ada sesuatu yang asing. Ia merasa seakan tak dianggap oleh Kania.

Raka menghela nafasnya lalu tertawa. "Kenapa gue mikirin dia?" Tanya Raka dalam hati. Jujur saja, ia sangat senang berada disebelah Maria. Cewek itu selalu membawa aura positif baginya, membuat Raka terus ingin melakukan hal- hal baik bersamanya di masa yang akan datang.

Namun Kania berbeda. Ia tampil apa adanya dihadapan Raka. Yang membuat Raka tertarik adalah sifatnya yang berbeda jika sudah menyendiri dan menangis. Cewek itu terlihat kokoh, padahal ia berharap untuk dilindungi.

Raka melirik ke atas meja, menatap boneka panda kecil yang teronggok rapi diantara buku- buku bertumpuk. Raka teringat pada seseorang. Lalu ia tersenyum.

Apa kabar Putri?

----------

Kania berniat mengembalikan gelang dan celana jas hujan Raka sepulang sekolah. Namun bel tak kunjung berbunyi, membuatnya resah karena sudah tak betah.

"Hey Kania!" Sapa seseorang. Dia Yudha. "Hey Yudha! Ada apa?" Tanya Kania heran. Jarang- jarang ni orang nyapa ke gue!

"Lihat Maria gak?" Tanya Yudha sambil matanya mencari keseluruh penjuru arah. "Wah, gue gak tau tuh. Mungkin sama Raka." Jawab Kania asal.

Yudha hanya ber -oh saja lalu pergi tanpa mengucapkan terimakasih. Kania memutar bola matanya. Jaman sekarang, susah sekali menemukan orang yang mengucapkan maaf dan terimakasih terlebih dahulu. Dan itu membuat Kania sedikit geram.

Bel berbunyi. Kania mempercepat langkahnya untuk segera naik taksi online. Ketika ia hendak menaiki taksi, seseorang menahannya.

"Pak, order nya dibatalin ya? Saya yang bayar semuanya." Cowok itu mengeluarkan beberapa lembar lima puluh ribuan, lalu sang bapak pergi. Kania menoleh ke cowok tersebut lalu menggerutu.

"Ngapain sih lo? Ganggu gue aja! Gue mau pulang!" Kania hendak pergi, namun tangannya dicengkram kuat. "Pulang sama gue!" Pinta cowok itu kasar. "Ga mau!" Kania berusaha melepaskan cengkraman ditangannya.

Dengan cepat, cowok itu menarik tangan kiri Kania dengan tangan kanannya, membuat Kania jatuh dipelukan cowok itu. Beberapa pasang mata mulai melirik ke arah mereka. Beberapa diantara mereka juga ada yang berbisik- bisik. "RAKA! LEPASIN!! DILIATIN ORANG!" Kania memukul- mukul dada Raka. "Gue lepasin, tapi lo pulang sama gue."

Kania tidak mau pulang bersama Raka. Itu hanya membuat kenangan antara Raka dan Kania makin banyak. Membuat hatinya terus bertanya- tanya soal kepastian akan tempat dimana hati Raka berlabuh.

Tiba- tiba terbesit ide di kepala Kania. Kaki Kania menginjak keras kaki Raka, membuat si pemilik kaki kesakitan. "AAH! SAKIT BEGO!" Kania langsung berlari masuk ke angkot. "Makanya jangan maen- maen ama gue!" Kania menyuruh supirnya segera menancap gas untuk pergi dari sekolah. Meninggalkan Raka yang menjadi pusat perhatian siswa - siswi yang hendak pulang sekolah.

Sesampainya dirumah, Kania meluruskan kakinya di atas karpet. Ia merasa pegal- pegal. Ingin sekali ia pergi ke spa atau memanggil tukang pijat untuk sekadar memulihkan rasa pegal ditubuhnya. Namun lagi- lagi ia malas. Lagipula, ia masih bisa memijat kakinya dengan tangannya sendiri.

AbstractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang