"I'm coming home
I'm coming homeTell the World I'm coming home
Let the rain wash away all the pain of yesterdayI know my kingdom awaits and they've forgiven my mistakes
I'm coming home, I'm coming home
Tell the World that I'm coming."-
August, 2022
F.
Gue pulang.
Setelah empat tahun nggak menginjak kota di mana gue dibesarkan, gue akhirnya pulang. Bukan tanpa alasan gue gak pulang sekian tahun lamanya. Gue sadar kalau fokus gue gampang terpecah belah, dan gue gak ingin studi gue terganggu hanya karena kota ini memiliki terlalu banyak memori.
Kak Lilis yang sekarang kerja di Bandung rutin mengunjungi gue sebulan sekali, atau minimal dua bulan sekali kalau dia lagi sibuk. Mama juga sering berkunjung. Jenara masuk UI berkat otak encernya, Jessi balik ke Bandung, dan Lisa berkat hidayah dari sosok penuh jasa bernama Keanu Daharyadika berhasil masuk Universitas yang cukup prestigious di Yogya. Sebenarnya gue lumayan bosan dari SMP ketemunya sama Lisaa... mulu. Tapi ya mau gimana lagi.
Gue sempat ketemu sama Jeffrey di Singapura. Waktu itu gue lagi short getaway Sabtu-Minggu ke sana sendirian karena penat dengan perkuliahan, dan gue ketemu dia di Changi. Satu pesawat, sama-sama di bussiness class, tapi seat yang berbeda. Dia transit setelah pulang dari Inggris. Calon CEO yang masih sama baiknya, sama pinternya kayak jaman SMK dulu. What's left me in shock was, dia beneran nikah sama Jihan dua tahun setelah lulus, man.
Lah gue kapan dinikahin?
Satu-satunya orang yang belum gue temui dalam empat tahun terakhir,
Juneandra Hardinata.
Pukul setengah dua belas malam, gue menginjakkan di bandara yang penuh dengan kenangan. Tempat June menyatakan perasaan, sekaligus tempat terakhir kali gue bertemu dengannya. Gue sengaja mengambil flight malam, agar bisa melihat kerlap-kerlip city lights dari atas awan. Bandara sudah sepi, dan di sinilah gue, menunggu taksi pesanan gue sambil meminum Teh Botol dari vending machine.
Gue meyakinkan Mama berkali-kali bahwa dia gak perlu menjemput gue ataupun nyuruh supir. Gue gak mau ngerepotin orang. Gak butuh waktu yang lama hingga sedan biru berhenti di depan gue. Gue memasukkan koper-koper gue ke bagasi, lalu masuk ke dalam taksi.
-
"Febhyyyy!!"
Mamih June berteriak heboh melihat gue yang cengengesan di depan pintu. Baju boleh daster, tapi rambut dan bulu mata tetap on fleek. Gue membalas pelukan Mamih June yang selalu erat dan menyenangkan. Beliau mempersilahkan gue masuk. Gue duduk di sofa empuk yang posisinya gak pernah berubah. Yang berubah hanya lemari pajangan di sudut ruangan. Terpajang foto June dengan toga saat wisuda SMK, juga koleksi piagam penghargaan Kak Jey yang selalu bertambah seiring berjalannya waktu.
Ada satu polaroid kecil yang ditempel menggunakan washi tape ala kadarnya di kaca lemari yang menarik perhatian gue. Karena penasaran, gue bangkit untuk melihat foto itu dengan lebih jelas. Perkiraan gue foto polaroid itu baru-baru ini diambil, melihat postur tubuh June yang terlihat lebih tinggi dari empat tahun lalu, dan wajahnya yang semakin matang. Lelaki itu mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung. Tangannya mengggenggam buket bunga. Di sebelahnya Om Jeffrey berdiri. Yang membuat gue tersenyum, adalah kenyataan bahwa di foto itu Om Jeffrey merangkul anak lelaki semata wayangnya, dan June tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] If You Listen To This; Junhoe x Rosé ✔
General FictionKepingan kisah putih abu-abu yang terekam di puluhan voice notes, lagu-lagu random yang penuh kenangan, dan suara serak yang menyuarakan perasaan. . Ini tentang gadis Februari dan lelaki Maret yang sedang mengingat kembali. . [1/4] of Problematic P...