2 :: Pertama Kalinya

75 6 0
                                    

"Dasar! Lo itu cuma jadi hama di hidup gue tau gak?!"---Elvira Margareta.

"Jangan jutek-jutek. Yang ada ntar lo jadi suka sama gue."---Nathan Radeva.

***

Rara melangkahkan kaki jenjangnya dengan santai. Ia tak peduli dengan jam tangannya yang sudah menunjukkan 07.45.

Jaket kesayangannya membalut tubuhnya dengan rapi. Dan begitu ia sampai di sekolah,gerbang besi itu sudah tertutup.

Tangannya bersilang di dada. Hingga sebuah suara wanita mengejutkannya.

"ELVIRA!!KAMU TELAT LAGI?!!"

Sedangkan gadis berkuncir kuda itu hanya menatap guru konselingnya dengan datar. Membuat wanita berkacamata itu berdecak kesal.

Setelah membuka pagar,Rara segera di seret ke lapangan. Tapi tetap saja,gadis itu bahkan tak menolak sedikitpun.

"Kamu lari 15 putaran sekarang juga!"perintah Bu Dewi.

Rara melepas jaketnya,lalu meletakkan dengan sembarang tasnya. Kaki jenjangnya mulai berlari mengitari lapangan. Di putaran ke 10,keringatnya sudah bercucuran dengan deras.

Rambutnya lepek karena keringat yang membanjir. Tapi ia tetap saja tak menghentikan hukumannya. Hingga tak terasa ia sudah menyelesaikan hukumannya dengan nafas terengah.

Ia menghampiri tasnya. Lalu meraih jaketnya dan melenggang pergi dari sana. Tak memerdulikan teriakan Bu Dewi yang terus memanggil namanya.

Dan disinilah Rara sekarang. Kantin yang masih sepi karena saat ini pelajaran masih berlangsung.

Gelas ditangannya sudah kosong menyisakan es batu. Wajahnya masih terlihat kemerahan karena sehabis berlari. Bahkan tangannya sudah berkali-kali mengusap wajahnya itu.

"Eh,non Rara."

Gadis itu mendongak. Matanya mendapati seorang wanita paruh baya yang menjadi salah satu penjual di kantin.

"Kok masih disini non?"tanyanya.

Rara hanya menarik sudut bibirnya sedikit.

"Telat,bu."sahut Rara.

Bu Erna,wanita paruh baya itu hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban Rara yang selalu sama. Lalu tersenyum untuk terakhir kali pada gadis berkuncir kuda itu.

"Ya sudah,saya mau nata dagangan dulu ya,non.Permisi."pamitnya seraya meninggalkan Rara.

Sepeninggal Bu Erna,gadis itu merasa nyaman karena suasana tenang disana.

"Eh,ada Rara."celetuk seorang laki-laki dari belakang Rara.

Gadis itu menoleh. Dalam hati ia mengumpat kesal. Mengapa ia harus bertemu dengan laki-laki itu lagi?!

"Kok masih dikantin? Lo bolos pelajaran kan?"ujar Nathan.

Rara berdecak. Memutuskan untuk bangkit dari duduknya sebelum tasnya ditarik lagi. Membuatnya kembali terduduk dikursi kantin.

"Mau lo apa sih?!"ketus Rara.

Nathan tersenyum simpul."Kenalan sama lo."

Gadis itu berdecak kesal. Matanya menatap Nathan dengan jengah.

Yang Rara lakukan hanyalah bangkit lalu melenggang pergi dari hadapan Nathan. Sedangkan Nathan,ia hanya tersenyum miring menatap punggung Rara yang semakin menjauh.

***

Seorang gadis dengan beberapa buku di pelukannya menatap takut 5 laki-laki yang kini menghadangnya. Tanpa ia duga seorang gadis berkuncir kuda menarik tubuhnya.

Elvira. Ia lah yang menarik tubuh gadis berkacamata itu.

"Eh,itu mainan kita ngapa lo sembunyiin,ha?"ujar laki-laki yang memiliki tindik di telinga kanannya.

Tanpa ingin membalas,Rara menarik pergelangan gadis itu. Tapi ia tak menduga kalau laki-laki tadi berani menahan lengan kanannya.

Dengan sekali hentakan Rara dapat melepas tangan pengganggu itu dari lengannya. Matanya menyorot tajam.

BRUKKK

"Arghh.."rintih laki-laki itu setelah terjerembab di lantai koridor.

Rara baru saja mendorong tubuh laki-laki menyebalkan itu dengan perasaan dongkol. Kembali,ia menarik tangan gadis itu. Membawanya ke rooftop.

"Lo Elvira kan?"tanya gadis itu takut-takut.

Rara mengangguk."Iya,kenapa?"

Gadis itu salah tingkah karena tatapan Rara yang menurutnya masih begitu menyeramkan.

"Ah,e..G-gue Dilla."ucapnya seraya mengulurkan tangan.

Dan entah dorongan darimana,Rara menyambut uluran tangan Dilla.

"Gue Elvira,panggil aja Rara."balas Rara.

Dilla mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia benar-benar tak menyangka suara gadis yang terkenal dingin dan juga menyeramkan itu memiliki suara yang lembut.

"Ah,eh,iya."sahut Dilla.

Rara menatap gadis berkacamata disampingnya. Tanpa Dilla sangka,gadis dihadapannya itu menarik benda yang bertengger di hidungnya.

"Eh,eh. I-itu kacamata gue mau diapain?"panik Dilla.

Rara tersenyum sekilas. Menatap wajah cantik Dilla tanpa kacamata.

"Gak usah pake ini. Lo lebih cantik kalo gak pake kacamata."ujar Rara santai.

Dilla terbelalak mendengarnya.

"G-gue gak--"

"Pake softlense,gue gak mau kalo lo di injek-injek sama anak lain."potong Rara cepat.

"Ntar balik sekolah gue tunggu di tangga deket koridor kelas 11. Gue duluan."ucap Rara seraya meninggalkan Dilla yang masih kebingungan.

"Trus gue nyatet pake apa dong? Kacamata gue kan dibawa Rara. Duhh,gimana nih?"

***

Dilla sudah duduk di anak tangga paling bawah sejak 10 menit yang lalu. Tapi tidak ada tanda-tanda kemunculan Rara sama sekali.

Ia khawatir kalau di tipu oleh gadis bermata tajam itu.

"Sorry gue lama. Buruan."

Dilla mendongak. Matanya menyipit dan mendapati gadis yang baru saja ia pikirkan kini sedang berdiri dihadapannya.

Ia segera bangkit dari duduknya dan mengikuti Rara.

The Diary of ElviraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang