6 :: Terluka[2]

49 5 0
                                    

Motor besar berwarna hitam itu terus melaju dengan kecepatan tinggi. Menyalip diantara pengendara jalan lainnya.

Pikirannya sedang kosong. Bahkan ia tak perduli dengan keadaan jalanan yang saat ini sedang ramai.

Tujuan gadis itu hanya satu. Tempat yang selalu menjadi pelariannya jika sedang seperti ini.

Rumah yang masih sama. Tak ada perubahan sama sekali.

Motor Rara melaju masuk kedalam pekarangan rumah yang sederhana itu. Begitu turun,ia langsung masuk ke dalam. Menyalakan semua lampu.

Langkahnya terpusat pada sebuah ruangan yang penuh dengan alat-alat fitness. Kaki jenjangnya melangkah masuk ke dalam ruangan yang cukup besar itu.

Ia melempar tasnya dan jaketnya sembarangan. Lalu melangkah mendekati samsak yang berada di tengah-tengah ruangan

BUGHHH

BUGHHH

BUGHHH

BUGHHH

BUGHHH

Rara terus melampiaskan semua perasaannya pada benda yang menggantung itu. Pukulan bertubi-tubi ia lakukan tanpa henti.

Peluhnya mulai menetes. Tapi ia semakin menguatkan pukulannya. Semakin mempercepat hantaman demi hantaman dari kedua tangannya yang tidak dilapisi apa-apa.

"ARGHHH!!!!"

Teriakan frustasi itu menggema di rumah yang cukup besar itu.

Ia sebenarnya lelah. Lelah dengan hidupnya yang monoton.

Sikap Ayahnya bahkan sangat berbeda padanya. Selalu saja kasar. Dan tak pernah bisa menghentikan sifatnya yang suka sekali main tangan padanya.

Sejak Bundanya meninggal,Ayahnya berbeda padanya. Lalu muncullah wanita yang sekarang menjadi istri Ayahnya itu. Mereka menikah tak lama setelah kematian Bundanya.

Melupakan fakta bahwa ia baru saja kehilangan istrinya. Mengajak paksa Rara yang saat itu sudah menginjak remaja ke sebuah rumah yang sangat asing bagi gadis itu.

KRIETT

Rara menoleh. Pandangannya bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang sangat Rara kenal.

"Loh,non Rara kok ada disini?"

Gadis itu hanya diam menatap Bi Asih. Seorang pembantu yang pernah bekerja di rumah ini sejak ia masih kecil.

"Ya sudah,saya mau bersih-bersih dulu non. Kalo non Rara butuh apa-apa bilang saja ke Bibi ya."pamit Bi Asih seraya meninggalkan Rara yang masih terdiam.

Bayangan dari masa lalunya seperti film yang diputar kembali di kepalanya. Semua terasa nyata. Di ruang keluarga,ada Bundanya yang sedang tertawa karena ulah Rara.

Ayahnya mengambil boneka beruang miliknya,mengangkatnya tinggi agar ia tak bisa menggapainya.

"Ayo ambil. Katanya kamu udah gede,kok ambil boneka ini aja gak nyampe?"gurau Ayahnya.

Rara kecil berteriak merajuk. Ia menatap sebal Ayahnya.

"Ayah curang! Ayah kan lebih gede, lebih tinggi dari aku! Balikin Ayah! Ntar aku bilangin Kakek biar Ayah dimarahin!"

Ayah dan Bundanya tersenyum menatap Rara yang merajuk di lantai rumah.

Lalu Bundanya memberikan boneka beruang kesayangannya dengan seulas senyum keibuan.

BUGHHH

Satu hantaman terakhir dari Rara.

Ia sempurna jatuh terduduk. Menutup wajahnya dengan kedua tangan diantara lututnya yang ditekuk.

The Diary of ElviraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang