DUA

12.2K 853 34
                                    

Prasta sudah sibuk di dapur, entah apa yang di lakukan perempuan itu. Namun, seolah tidak peduli kehadiran Ibu mertua, Asta tetap fokus menyiapkan bekal untuk Ghani.

"Dapur saya berantakan lagi, ulah kamu." Asta nyengir, kebiasaan banget emang Asta dan Ibu selalu cek-cok. Tapi bukan Asta namanya kalau diam saja.

"Nanti Asta beresin Bu," Ibu mengangguk. Dari dulu mereka itu selalu ribut, selalu tidak akur. Ibu memang tipikal wanita judes, sama siapapun.

"Mana tuh Ghani ?" Asta menggeleng. Paling masih sibuk di kamarnya. Asta kembali mengerjakan keinginan membuat bekel untuk sang anak.

"Kenapa cari Ghani ?" Asta menoleh dan tersenyum. Lalu Lisa meninggalkan mereka. "Tante lagi ngapain ?"

"Bikinin bekal, buat kamu."

"Ghani bawa bekal gitu ?" Asta mengangguk. "Ghani udah gede, tante."

"Siapa yang bilang Ghani masih kecil ?" Ghani diam lalu duduk di kursi. "Biar sehat, malu bawa bekal ?" Ghani mengangguk. Masa kelas 6 SD bawa bekal ? Ghani bukan lagi anak TK, sekarang sudah ABG. Bawa bekal ? Jelas malu. Jaman sekarang kan beda. Pokonya Ghani nggak bakal mau bawa bekal.

"Oke, Mama kasih buat Papa." Ghani diam saja sama sekali tidak merespon, dan membiarkan ibunya asik dengan kegiatannya. Ghani merasa tidak sopan sebenarnya pada Asta, hanya saja Ghani berhak dong kecewa.

Lalu Adrian datang, dengan setelan rapi. Asta menyiapkan sarapan, menaruh bekal yang tadi ia buat.

"Bekal buat siapa ?"

"Kamu." Asta tersenyum, menyisir rambut Ghani yang sedikit berantakan.

"Nggak usah." Adri melanjutkan sarapannya. Asta menarik bekal buatannya lalu menaruhnya di pinggir. Ghani meliriknya. Begitu semua sudah selesai, Asta melenggang pergi, berjalan ke arah kamar. Menaruh bekal tersebut di nakas.

Adrian mana mau, karena masakan Asta tidak enak. Asta segera keluar, menunggu Ghani sarapan.

Ingat, dia di sini ingin memperbaiki, maka harus lebih banyak mengalah dan memahami.

"Tante nganter aku lagi ?" Asta tersenyum mengangguk, menoleh sebentar ke arah Adrian yang tengah menatapnya datar. Dulu Adri lelaki ramah, penyayang, dan murah senyum.

Semua berubah.

"Berangkat ya, Bu." Adri menyalami Lisa, perempuan paruh baya yang kebanyakan arisan terus. Begitu Adrian masuk ke dalam mobil, Asta menghapiri sang mertua.

"Bu," Lisa menatapnya judes. "Asta gantiin ya buat jagain Ghani."

"Ya bagus, dia kan anak kamu. Ibu juga butuh hiburan."

"Terima kasih."

Mobil Adrian meninggalkan rumah tersebut, lalu berhenti di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Adrian tadi.

"Tuh tante Kesha, pacar Papa." Asta melihat perempuan cantik yang tengah ngobrol dengan suaminya. Ada rasa nyeri, tapi Asta musti kuat hati. Ketika Adri dan perempuan yang namanya Kesha masuk, Asta tersenyum.

"Kesha, Mbak." Asta menerima salaman dari Kesha.

"Asta." Tidak ada nada jutek atau judes, suaranya begitu ramah sampe membuat Adri sedikit melirik dari kaca spion.

Benarkah ini Asta yang masih istri Sahnya ?. Pikiran Adri jadi kemana-mana

Di dalam mobil di isi dengan obrolan Adri dan Kesha, sedangkan Asta lebih memilih duduk merapat ke arah Ghani.

Membiarkan luka di hatinya mendalam.

Sebulan ?

Seminggu saja rasanya Asta mana

Mantan IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang