Delapan

12.2K 1K 79
                                    

Adri hanya diam tanpa berniat memulai obrolan atau bertanya. Ia sengaja datang ke sini untuk mencari Prasta, perempuan banyak rahasia. Perihal atas kebenaran yang Adri tau, ia langsung mencari Asta. Ingin menanyakan semuanya, dan tentang perginya Asta. Sebenarnya, Adri sudah ke Bandung, hasilnya nihil. Adri lupa rumah Asta yang di Bandung, makanya Adri menuju rumah tante Dita.

"Duh Adri, nungguin si biang kerok ? Lama Asta mah. Terapi kan nggak sejam dua jam." Adri ingin mencoba memancing tante Dita, agar mau bercerita semuanya.

"Adri tau."

"Ternyata tuh anak, gampang juga ya balikan sama kamu." Adri salah tingkah dengan senyumannya. "Nekat tuh si Asta, ingin rujuk sama kamu. Masih cinta omongnya. Dan dalam jangka sebulan tuh anak membuktikan. Lihat, kamu aja sampe datang ke sini."

"Asta tinggal di sini ?"

"Mana mau." Dita menyingkapkan rambutnya. Sedikit berubah, Dita sudah terlihat tidak muda lagi. "Dia ngekos, tuh di samping rumah tante."

"Ngkos ?"

"Iyah." Dita semangat menceritakan tentang keponakannya. "Setelah dia di nyatakan sedikit membaik dari depresinya, milih ngekos di samping rumah tante. Tuh anak kadang kumat juga, tapi ya si biang kerok mana mau nyusahin orang."

"Depresi." Gumam Adri dengan keringat dingin di keningnya. Hari ini ia sudah siap mendapatkan kenyataan yang mungkin tidak terduga.

"Kan Asta udah cerita sama kamu, kan ?" Adri mengangguk bohong. "Semenjak kematian orangtuanya, Asta depresi. Apalagi, dia itu kan anak manja. Wajar kali ya di tinggal orangtua langsung shok berat."

"Meninggal ?"

"Jangan-jangan Asta nggak ceritain bagian penyebab orangtuanya meninggal ya ? Duh Adri, kamu mestinya paksa dia buat cerita. Kalian kan udah rujuk."

Tante Dita mengira bahwa mereka sudah rujuk, nyatanya Adri yang menghalangi niat Asta. Sekarang, tubuhnya mematung tak bergerak sama sekali.

Kenyataan apalagi yang harus Adri dengar rahasia Prasta Savira.

"Asta nggak tinggal di Bandung ?"

"Kan udah di jual rumahnya. Di bagi dua sama kakaknya. Kalau Asta buat biaya pengobatan. Kalau kakanya, di Batam buka usaha sama istrinya. Kamu tau, pas dia depresi ? Yang di panggil nama kamu, kami semua kebingungan. Karena, nggak ada satupun yang punya nomor kontak kamu. Apalagi Asta setelah nikah langsung ikut kamu, ya gimana ya. Kami usahakan semampu aja. Meski harus menerima kenyataan, kalau Asta depresi."

Adri diam, tidak buka suara atas penjelasan dari Dita. Ternyata, Asta jauh lebih menderita darinya. Kemana saja Adri selama ini. Ia hanya terkukung rasa kecewa, sampai tidak mau mencari tau. Adri lupa, dirinya sangat egois bukan ?

"Dri." Dita menepuk tangan Adri, tidak ada sahutan sama sekali. Adri masih sibuk melamun, membayangkan nasib Asta. "Adri !"

"Ya ?"

"Malah melamun. Si Asta udah pulang, tuh udah masuk kost." Adri mengerjap, tersenyum tak enak. Adri yakin, penjelasan Dita hanya sebagiannya, masih ada cerita lain. Mungkin, menunggu Asta yang bercerita saja.

"Oh, terima kasih tante. Nomor kamar Asta berapa ?"

"23, kamu naik ke lantai atas. Itu kost bebas kok, bukan sebebas bawa pacar nginap tapi yah. Yaudah sana samperin. Tante mau cek bensin motor yang di pake Asta. Pasti kering." Dita ngomel sembari beranjak keluar, Adri di belakang mengikuti Dita. Matanya langsung menoleh ke arah samping rumah Dita. Ada bangunan yang sekiranya dua lantai, dan kamar berjejeran.

"Adri samperin Asta dulu, makasih tante." Dita hanya berdehem tanpa niat menjawab dengan teriak. Capek teriak terus, apalagi cuaca panas kayak gini. Bisa di amuk tetangga.

Mantan IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang