Matanya membola, bibirnya sedikit terbuka tak percaya. Ia sudah tahu, gembong mafia tingkat atas itu ada. Gembong mafia yang selalu bermain bersih dengan limpahan harta dimiliki ketua-nya pun dia tahu. Tapi dia sedikit tidak percaya jika bunuh membunuh bisa dilakukan semudah itu.
"Blaser R93 LRS 2, kaliber 7.62mm, menembus tepat di dahi Yusuf. Tidak terjadi satu dua kali atau memang sudah terjadi empat kali ini..." Mencoba mengingat yang lalu. "Setiap Zeus kalah tender besar, pasti akan ada korban setelahnya. Aku tidak meminta kamu percaya, tapi jelas bukan, empat kali Zeus kalah tender dan empat kali pengawal-pengawal si pemenang tender tewas."
"Bisa berbicara dalam Jerman saja tidak? Aku bahkan tidak mengerti." Rengek perempuan tersebut.
"Hati-hatilah dengan Xavier." Mau tak mau Arcadia mengangguk. Berjinjit sekali lagi demi kecupan singkat di bibir tebal Gabriel.
"Aku mandi dulu." Pamitnya yang mendapat anggukan antusias dari Arcadia.
"Kita seperti sepasang suami istri, kamu tahu." Celotehnya bahkan membuat langkah kaki Gabriel yang sudah hampir memasuki kamar menjadi terhenti.
Membalikkan badan menatap punggung sempit Arcadia yang sudah berada di balik mini bar dapur penthouse mereka, "Maka mari menikah."
Arcadia terkikik geli, "Jangan bermain dengan ucapanmu El."
"Aku tidak."
"Kau iya."
"Aku tidak Al, ayo kita menikah."
"ja, das bist Du. Cepat mandi atau aku akan pergi sendiri untuk makan malam." Matanya tajam namun Gabriel tidak bahkan takut sedikitpun pada gertakan itu. ((Kamu iya))
"Mau makan malam di mana?"
"Lebih baik kamu masuk ke kamar lalu mandi atau aku pergi dengan Xavier." Nyali Gabriel menciut. Bukan karena takut akan Xavier, tapi takut Arcadia meninggalkannya begitu saja teronggok di penthouse tanpa makanan dan kehangatan malam ini.
Lelaki itu menggeleng, "Baiklah nyonya El, tuan El akan mandi. Tunggu suamimu ini." Celotehnya masuk ke dalam kamar miliknya. Sementara Arcadia merotasi bola mata mendengar kalimat picisan dari sang sahabat.