Jerk 5 : Dark Party

37.8K 3K 199
                                    

Vote sebelum membaca 😘😘😘

.

.

.

Genesis terus mengikuti langkah Jarvis dari belakang, wajah perempuan cantik itu memperlihatkan amarah. Kakinya menghentak beberapa kali ketika melangkah, membuat Jarvis yang berjalan di depannya hanya menghela napas kecil. Para pelayan yang melihat Genesis langsung menundukan kepalanya, semua orang yang di mansion itu mengetahui bahwa Genesis adalah putri satu-satunya dari keluarga Hudson. Namun mereka tidak tahu bahwa Jarvis adalah seorang mafia, para pelayan berpikir bahwa penjaga di sana adalah penjaga biasa.

"Berhenti melangkahkan kaki. Aku lelah," ucap Genesis menghentakan kakinya lebih keras. Seketika Jarvis menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap Genesis yang memajukan bibirnya.

"Aku membencimu."

"Aku juga menyayangimu, Genesis. Kemarilah." Jarvis meraih tangan adiknya lalu merangkul bahunya, keduanya kembali berjalan beriringan.

Jarvis membawa Genesis berjalan keluar dari mansion menuju ke tepi danau. Duduk di bangku yang ada di bawah pohon besar sambil menghadap taman teratai yang ada di danau itu. Beberapa saat keduanya terdiam, mengenang masa kecil mereka yang dipenuhi dengan suara tawa. Saling mengejar dan bermain-main bersama di mansion ini.

Memang mansion yang ada di Sissilia adalah hadiah ulang tahun untuk Jarvis yang ke-9 dari ayah angkatnya, Alfonso Romanov. Seorang pria tua yang memberikan seluruh harta dan klan Cosa Nostra kepada Jarvis. Pria itu percaya, bahwa Jarvis akan membawa Cosa Nostra pada puncak kejayaan. Benar saja, sekarang Jarvis mampu membawa Cosa Nostra pada puncaknya. Namun, hal itu membuat Jarvis semakin menjauh dengan adiknya. Ia harus menyembunyikan dengan baik status sebenarnya, keluarga sebenarnya. Termasuk Genesis, adik kesayangannya.

"Jadi, apa yang membuatmu melakukan hal itu?" Tatapan Jarvis beralih pada Genesia yang membuka pembicaraan, matanya menatap ke depan dengan bibir mengerucut.

"Dia kekasihku, Genesis."

"Kekasih? Kau bilang dia kekasihmu? Wanita gila itu menendang pelayanmu yang tidak berdosa!" Nada suara Genesis meninggi, ia menatap Jarvis dengan marah.

"Dengarkan aku, Genesis."

"Telingaku terpasang dengan baik." Kepalanya kembali menatap ke depan dengan tangan yang tersilang di dada.

"Dia adalah mangsaku."

"Apa?!" Genesis membulatkan matanya, kembali menatap Jarvis tapi dengan tatapan tidak percaya.

"Perempuan itu, yang menendang pelayanku, dia adalah mangsaku," ucap Jarvis penuh dengan penekanan disertai tatapan serius dari manik birunya.

Genesis menelan ludahnya kasar, pasalnya ia tahu apa yang dimaksud dengan mangsa Jarvis. Artinya seseorang yang disebut sebagai mangsanya, maka tidak akan lama lagi seseorang itu akan mati dengan mengerikan. Namun ada yang lebih menyakitkan, yaitu menyiksanya perlahan, menguliti tubuhnya sampai ia mati dengan sendirinya.

Kejadian itu pernah Genesis lihat dengan mata kepalanya sendiri. Hari di mana dirinya belum mengetahui status Jarvis yang sebenarnya, dan Genesis secara tidak sengaja melihat adegan itu. Dimana seseorang dikuliti dengan pisau kecil sampai kulitnya mengelupas. Kejadian yang tidak pernah bisa ia lupakan sampai sekarang. Butuh waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan mental Genesis seperti semula, dan juga sejak saat itu, Jarvis membeberkan kebenarannya agar Genesis menjaga jarak darinya.

"Genesis." Usapan lembut pada punggunya membawa Genesis kembali ke dunia sadar. Matanya beralih menatap Jarvis yang memandangnya dengan khawatir.

"Aku baik-baik saja," ucap Genesis mengambil napasnya dalam lalu mengeluarkannya perlahan.

"Jadi, apa alasanmu menyebut kekasihmu seperti itu?" Bibir Jarvis menyinggingkan senyuman, bahunya terangkat sesaat. "Entahlah," ucapnya dengan seringai yang mematikan.

"Apa yang-" Genesis menghentikan ucapannya saat ia melihat seseorang yang dikenalnya sedang berjalan beriringan bersama seorang perempuan yang tinggi badannya hanya sebatas dada Stryke. Kening Genesis berkerut, ia beralih menatap Jarvis dengan penuh tanda tanya.

"Siapa perempuan itu?" Dagu Genesis terangkat, menunjuk Ruby yang berjalan menunduk di samping Stryke.

Jarvis kembali mengangkat bahunya lalu mengikuti arah pandangan Genesis. "Entahlah, Stryke membawanya begitu saja," ucap Jarvis kembali menatap ke arah danau yang ada di depannya. Sementara Genesis masih penasaran dengan perempuan itu, ia memutuskan untuk berdiri dan berjalan mendekat ke arah Stryke.

"Aku ingin menemui mereka, Kak. Stryke!" Teriakan Genesis menghentikan langkah Ruby dan Stryke, keduanya menatap ke asal suara. Merasa diperhatikan, Genesis mempercepat langkahnya untuk mendekat. Begitu sampai di depan Stryke, Genesis melompat dan memeluk pria itu dengan sangat erat.

"Aku merindukanmu," ucap Genesis dengan bibirnya yang mengerucut, Stryke tertawa pelan, tangannya terangkat mengusap kepala Genesis dengan penuh kasih sayang.

"Kita baru saja bertemu dua hari yang lalu, Genesis."

"Tapi kita belum menghabiskan waktu bersama." Genesis masih setia memeluk Stryke erat. Pria itu melupakan seseorang yang berdiri di sampingnya, Ruby menatap adegan itu dengan jantungnya yang berpacu dengan cepat. Beberapa hal positif Ruby masukan ke dalam pikirannya untuk mengusir pikiran yang aneh tentang Stryke.

"Bagaimana kalau kita liburan?" Wajah Genesis sedikit menjauh, tapi tangannya tetap melingkar di leher Stryke.

"Tidak bisa, Cantik. Aku sedang banyak urusan," ucap Stryke dengan lembut, dirinya benar-benar juga melupakan seseorang yang ada di sampingnya.

Gerak-gerik Ruby menarik perhatian Genesis, ia melirik sebentar pada Ruby sebelum sebuah ide muncul di kepalanya. Genesis menarik tengkuk Stryke, mendaratkan bibirnya pada bibir milik Stryke selama satu detik sebelum kembali menjauhkan wajahnya.

"Aku hamil, apa kau bahagia?" Genesis berucap sedetik setelah mencium bibir Stryke.

Seorang perempuan yang menyaksikan dan mendengar hal itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tangan Ruby menutup bibirnya. Lalu air matanya jatuh begitu saja tanpa perintah, entah apa yang Ruby tangisi, tapi melihat dan mendengar adegan itu secara langsung sontak saja membuat dadanya terasa sesak. Kurang dari lima detik setelah mendengar ucapan Genesis, kaki Ruby membawa tubuhnya pergi dari sana. Ia berlari dengan kencang meninggalkan Stryke yang masih menatap Genesis bingung. Bahkan Stryke tidak menyadari kepergiannya dan malah asyik dengan perempuan asing berambut putih, membuat air matanya semakin berjatuhan.

"A-apa, kau hamil? Siapa yang menghamilimu?! Apa kau diperkosa?! Akan aku bunuh pria itu." Tangan Stryke yang sebelumnya melingkar pada pinggang Genesis kini terlepas, ia hendak melangkah tapi tangannya dicekal oleh Genesis.

"Jangan pergi."

"Apa maksudmu? Apa kau dengan suka rela dan lapang dada menerima kehamilan ini?!" Tangan Stryke menunjuk perut datar Genesis. Matanya melotot, menahan amarah yang akan membuncah. Mendengar hal itu dari mulut Genesis membuat Stryke marah, pasalnya Genesis adalah adik kesayangannya yang selalu dijaga ketat oleh keluarganya. Stryke tahu, Genesis buka tipe perempuan yang membuka lebar pahanya untuk siapa saja. Karena Genesis juga mempunyai prinsip hidup yang menjunjung tinggi kehormatannya.

"Apa kau diperkosa? Katakan padaku, Victoria."

Genesis yang mengulum senyuman dari tadi kini tertawa membuncah. Ia melepaskan cekalan tangannya dan beralih memegang perutnya yang sakit akibat tertawa. Kening Stryke berkerut, menatap heran perempuan yang belum juga berhenti tertawa. Sementara Jarvis yang melihat adegan itu dari awal hanya menggelengkan kepalanya sesaat.

Sudut mata Genesis mengeluarkan air mata, tangannya terangkat segera menghapus air mata itu sebelum jatuh. Lalu kembali menatap Stryke setelah tawanya kini telah reda.

"Aku bercanda, Stryke."

"Apa?!"

"Maafkan aku, sungguh, aku hanya ingin melihat ekspresi perempuan yang tadi ada di sampingmu."

Seketika Stryke mengalihkan pandangannya, mencari sosok perempuan yang seharusnya berada di sampingnya. Bodohnya, Stryke melupakan keberadaan Ruby beberapa menit yang lalu. Ia memeng selalu melupakan keadaan sekitar jika Genesis berada di ruang yang sama dengannya. Stryke begitu menyayangi Genesis, menganggapnya sebagai adik kandungnya sendiri. Namun, kini ia merutuki kebodohannya.

"Di mana, Ruby?" Stryke kembali menatap Genesis yang mengangkat kedua bahunya.

"Shit! Pasti dia kesal karena berdiri terus," umpat Stryke mengusap wajahnya kasar. Saat ia hendak melangkah pergi, Genesis kembali mencekal tangannya.

"Dia perempuan yang baik, Stryke. Bahkan dia mengeluarkan air matanya untuk pria bodoh sepertimu. Jadi, jagalah dia."

"Air mata? Apa si kerdil itu kelilipan?" Tawa Genesis kembali membuncah.

"Mungkin, jagalah dia dengan baik, Brother." Stryke terkekeh, ia mengangguk lalu melepaskan tangan Genesis untuk melangkahkan kakinya menemui Ruby.

"Jangan sampai kau kehilangannya hanya karena si bodoh Lyn!" Teriakan Genesis menghentikan langkah Stryke. Pria itu memutar badannya, menatap Genesis dengan tatapan datar yang sulit di artikan.

Mata Genesis menatap sesaat Jarvis yang ada di belakangnya lalu kembali menatap Stryke.

"Jangan sampai ada perang dunia ketiga hanya karena wanita bodoh itu. Lagi," ucap Genesis dengan penuh penekanan.

"Aku sungguh-sungguh. Kalian tidak boleh bertengkar, Oke? Aku harus pergi, ada urusan yang harus aku urus di Roma. Bye." Genesis melangkahkan kakinya terlebih dahulu meninggalkan Jarvis dan Stryke yang masih saling menatap beberapa saat.

Jarvis berdiri dari duduknya, ia melangkah mendekat ke arah Stryke yang masih merenungkan kata-kata Genesis.

"Dua hari yang lalu Lyn menemuiku di Las Vegas," ucapan Jarvis menyadarkan Stryke, ia menatap Jarvis dengan satu alis yang terangkat.

"Dia membutuhkan bantuanku."

"Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?" Garis wajah Stryke memperlihatkan ia sedang marah.

"Karena aku belum memutuskan apa yang akan aku lakukan untuk menanggapi permintaannya," ucap Jarvis dengan dingin, wajahnya datar dan memperlihatkan bahwa ia sedang tidak mempermainkan lawan bicaranya.

"Berhenti berhubungan dengannya Jarvis, kita sudah sepakat."

"Kau sudah memiliki penggantinya bukan?" Jarvis menyilangkan tangannya di depan dada. Alisnya terangkat seolah menantang Stryke.

"Lalu bagaimana denganmu? Kau mempunyai Ratu Mesir di mansionmu."

"Ya, it-"

"Demi iblis terkutuk, Jarvis. Berhentilah berhubungan dengan Lyn, aku tidak ingin ada permusuhan di antara kita. Lagi." Jarvis terkekeh, memalingkan wajahnya sesaat sebelum mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kita tidak pernah bermusuhan, Calister. Aku harus pergi," ucap Jarvis sambil melangkahkan kakinya, tapi Stryke menahannya sesaat.

"Kita belum selesai bicara. Apa masalah yang Lyn miliki hingga ia menemuimu bukan menemuiku? Apa kau akan membantunya?"

"Kita tidak akan pernah selesai jika membicarakannya sekarang, Stryke. Susulah perempuan itu, kita akan bicara lagi nanti." Jarvis kembali melangkah menjauhi Stryke, bibirnya menyunggingkan senyuman iblis.

Sementara Stryke masih termenung di tempatnya. Perempuan itu? Stryke masih bingung dengan ucapan Jarvis, pikirannya terlalu penuh dengan Lyn.

"Astaga, batu Ruby-ku." Kaki Stryke segera melesat menjauh dari sana dengan cepat, matanya mencari ke sana ke mari sosok bertubuh mungil.

Pure Jerk [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang