Jerk 12 : Scream

26.6K 2.6K 233
                                    

Vote sebelum membaca 😘😘😘


.

.

"Kau bilang tidak akan pergi bekerja." Kaki Cleopatra menghentak, melihat Jarvis yang sibuk mengancingkan kemeja yang ia pakai.

Panas matahari yang menembus kaca sedikit memgganggu, ia beranjak dari duduknya atas ranjang kemudian menutup tirai. Melangkah menuju walk in closet, di mana Jarvis kini sedang merapikan dasi. Tangan Cleopatra membantu Jarvis memakai jas berwarna peach, senada dengan celananya.

Entah mengapa kali ini ia terlihat lebih tampan. Jarvis biasanya memakai jas berwarna gelap, sementara sekarang ia memakai warna lain yang lebih cerah. Membuat Cleopatra tidak bisa menahan keinginan untuk memeluk pria itu dari belakang. Melilitkan tangannya pada perut Jarvis, kemudian menatap pantulan mereka di cermin besar yang ada di hadapan Jarvis.

"Kau akan pergi?"

"Ada pekerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan, Petra," ujar Jarvis mengelus tangan Cleopatra yang dibalut perban.

"Tapi aku sedang sakit. Itu membutuhkan perhatianmu." Ia menyandarkan kepala pada punggung Jarvis. "Jangan pergi, ya?" Pinta Cleopatra mengguncang pelan tubuh pria itu.

Jarvis melepaskan dirinya dari pelukan Cleopatra, membalikan badan dan langsung berhadapan dengan wajah cantik itu.

"Aku hanya sebentar. Sebelum makan malam aku sudah pulang."

"Kau bohong."

Langkah Cleopatra mengikuti Jarvis yang keluar dari walk in closet, mengambil beberapa berkas dari laci meja lalu menatap Cleopatra lagi. "Aku akan kembali," ucap Jarvis memberikan kecupan pada bibir Cleopatra. Ia keluar dari kamar, meninggalkan Cleopatra yang masih terpaku pada luka di tangannya.

Cleopatra menginginkan perhatian Jarvis, ia nekat melukai tangannya sendiri. Hal yang membuat Cleopatra kesal adalah di acuhkan, terlebih lagi oleh orang yang ia butuhkan. Maka dari itu, bagaimanapun caranya Cleopatra harus menarik perhatian Jarvis. Seperti semalam, Jarvis melupakan rasa kantuknya. Ia mengobati tangan Cleopatra dan menemaninya menonton tv semalaman.

Saat pagi harinya Jarvis masih memberikan perhatian. Hingga berakhir dalam sekejab hanya karena panggilan telpon, memaksa Jarvis untuk datang ke kantor. Cleopatra kesal, ia ingin menahan pria itu lebih lama. Namun, melihat mata Jarvis yang sepertinya pekerjaan itu cukup serius, membuat Cleopatra tidak bisa mengeluarkan jurus andalannya. Merengek, memeluk, memaksa dan memberikan rayuan.

Cleopatra menatap telapak tangannya. Dibalik perban itu ada satu luka sayatan. Kepalanya menggeleng saat memikirkan akan ada bekas luka di sana. Cleopatra tidak ingin mendapatkannya. Ia segera mengambil ponselnya, menjelajahi google tentang luka sayatan yang cukup dalam.

Padahal tadi malam Cleopatra yakin dirinya akan baik-baik saja, tidak akan menyesal jika ada bekas luka di sana. Tapi mengingat kembali dirinya belum menikah, Cleopatra menggeleng keras dan merutuki perkataannya semalam. Satu hal mutlak sebelum Cleopatra menikah, tidak boleh ada bekas luka. Tubuhnya harus sempurna dihadapan suaminya nanti.

Membaca blog orang lain yang menyebutkan bahwa bekas lukanya tidak hilang, menyebabkan buku kuduk Cleopatra meremang. Ia dengan cepat mengganti bajunya dengan yang lebih bagus. Cleopatra turun ke lantai bawah, menyuruh seorang pelayan untuk menyiapkan mobil untuk dikendarainya.

"Makan siang anda sudah siap, Nona."

"Nanti saja, aku ada urusan," tolak Cleopatra tanpa melihat pelayan itu.

"Tapi, Nona. Tuan Jarvis menyuruh saya untuk memastikan anda ma-"

"Baiklah, baik, aku akan makan."

Hatinya bahagia saat tau Jarvis yang menyuruh, beranggapan bahwa Jarvis peduli dan perhatian terhadapnya.

Hanya beberapa menu yang Cleopatra makan, selebihnya ia tidak mencicipinya sama sekali. Melihat kandungan minyak yang cukup banyak membuatnya enggan mengunyah makanan itu. Apalagi masuk ke dalam perutnya.

Kejadian beberapa tahun setelah kepergian Jarvis, berat badan Cleopatra bertambah. Ia tidak bisa mengontrol berat badannya dan naik dalam waktu yang singkat. Sejak itu Cleopatra harus memilih-milih makanan yang akan ia makan.

Kepala Cleopatra mengadah saat ia minum. Ia tersedak ketika melihat langit-langit dapur.

"Are you okay, Miss?"

"Yeah, i'm fine. Whether is painting?" Tangan Cleopatra menunjuk ke atas.

"Ya, itu lukisan serigala hitam, Nona."

"Why the painting is so big," ucap Cleopatra tanpa suara. Ia menatap pada pelayan itu dan bertanya, "Kapan lukisan ini dibuat?"

"Ketika mansion ini direnovasi."

Cleopatra memintahkan roti yang ada di mulutnya. "Siapa yang membuatnya?"

Pelayan itu menggeleng.

"Kemarilah, duduk di sini," perintah Cleopatra menunjuk kursi yang ada di depannya dengan tatapan.

Tidak ingin mendapatkan masalah, pelayan itu menuruti perkataan Cleopatra.

"Siapa namamu?"

"Helen, Nona."

"Oke, Helen. Apa kau tahu kenapa banyak sekali lukisan serigala hitam di mansion ini?" Tatapa  Cleopatra yang semula terpaku pada gambar di atasnya kini beralih pada Helen.

"Saya tidak tahu, Nona. Tapi menurut segi psikologis, seseorang yang mengoleksi suatu benda mencerminkan kepribadiannya."

Cleopatra mengerutkan keningnya. "Apa kau seorang pskolog?"

Kepala Helen menggeleng dengan cepat. "Tidak, tapi saya pernah kuliah di jurusan itu."

Cleopatra mengangguk-angguk, mulai tertarik dengan percakapan ini. Ia menyuruh pelayan lain untuk membereskan meja terlebih dahulu. Memetik jarinya di udara dan para pelayan yang pengertian langsung melakukan pekerjaan yang Cleopatra suruh. Helen tetap diam, sesuai perintah Cleopatra.

"Jadi menurutmu, apa arti dari serigala hitam, Helen?"

"Serigala hitam diartikan sebagai kekuasaan, amarah dan kematian."

"Kematian?"

Helen mengangguk. "Legenda mengatakan, apa saja yang serigala hitam itu lewati, maka kehidupan akan berakhir, menebar kematian dimana-mana dengan cara yang begitu keji," ujarnya dengan hati-hati. Selalu mengamati perubahan wajah majikannya, takut ia marah dan mencelakainya.

Kepala Cleopatra kembali mengadah, menatap lukisan serigala hitam yang begitu besar. Matanya yang jeli dapat menangkap bayang-bayang semu di belakang lukisan itu, terlihat tidak ada jika dilihat dari sisi lain.

"Itu gambar anubis bukan?"

Helen mengikuti pandangan Cleopatra, menatap ke atas dan mencari apa yang Cleopatra ucapkan. "Ah iya, dewa kematian."

"Anubis bertugas menghakimi manusia atas apa yang ia lakukan semasa mereka hidup. "

"Anda tahu, Nona?"

Tatapan Cleopatra dan Helen bertemu. Perempuan itu menggeleng. "Tidak sih," ucapnya mengangkat bahu.

"Anubis adalah salah satu dewa yang tidak banyak diketahui, ia bersembunyi. Orang-orang zaman dulu berpikir dewa kematian itu tidak ada, sampai anubis menyebar kematian pada orang-orang yang pantas mendapatkannya."

"Jadi menurutmu, Jarvis memiliki sifat kepempinan dalam kejahatan, membunuh seseorang yang menurutnya pantas mendapatkan itu atas dasar dosanya di masa lalu dan tidak ada kehidupan yang bisa menghentikannya untuk menghukum para pendosa?"

"Saya tidak mengatakan itu." Perkataan Helen seakan tersapu angin, sangat lemah dan hampir tidak terdengar.

"Ya, aku yang mengatakan itu," ucap Cleopatra mengibas rambutnya. "Jika itu memang benar, maka.... poor me," lirihnya menatap kosong gelas yang ada di atas meja.

Helen yang tidak dapat mendengar perkataan Cleopatra mengerutkan kening. "Anda bilang apa, Nona?"

Kesadaran Cleopatra kembali. Ia yang tadinya melamun dengan tatapan kosong, kini menatap Helen dengan sadar.

"Aku bilang, lukisan ini pantas dibuat di atas dapur dan ruang makan. Karena di sinilah banyak terjadi kecelakaan yang akan mengantarkan pada kematian," ucap Cleopatra berdiri dari duduknya. "Aku mau keluar," ucapnya meninggalkan Helen.

Niat Cleopatra untuk pergi ke rumah sakit hilang seketika saat ia melihat beberapa lukisan baru. Masih sama, menggambarkan serigala hitam. Cleopatra menaiki tangga, ia berjalan ke arah timur mansion. Dari kejauhan saja ia dapat melihat lorong yang dipenuhi lukisan.

Memastikan tidak ada siapa-siapa, Cleopatra melangkah ke sana. Hanya ada lorong panjang tanpa pintu, lantainya di lapisi dengan karpet merah. Sungguh aneh, lorong ini sangat berkelas namun menyeramkan.

Begitu Cleopatra melangkah menginjak karpet, matanya langsung melihat ke dinding. Dimana ada banyak lukisan yang berjajar rapi. Mulut Cleopatra terbuka begitu ia melihat ke atas, lukisan anubis yang tidak kalah besar seperti di dapur tadi. Buku kuduk Cleopatra yang berdiri segera ia usap, menghilangkan suasana mencekam. Tidak ada pelayan berlalu lalang seperti dibagian mansion yang lain, disini sangat sepi dan dingin. Cleopatra merasa dirinya ada dalam sebuah film horror.

Di ujung lorong Cleopatra melihat ada dua belokan berbeda. Cleopatra mengintip dari balik tembok, melihat ke arah kanan dimana hanya ada lorong gelap dan seperti tanpa arah. Sementara saat Cleopatra melihat ke arah kiri, ia melihat lorong yang sama, hanya saja terdpat pintu merah di ujungnya. Cleopatra memundurkan langkah, tapi kepalanya mengintip. Ia melihat dua orang pria berbaju hitam keluar dari pintu itu, mereka berdiri di depannya. Seperti menjaga apa yang ada di dalam.

Rasa penasaran Cleopatra tidak bisa ia tahan. Namun, baru juga ia akan melangkah, seseorang menepuk pundak. Membuatnya terkejut hingga menjerit keras. Dua pria yang menjaga pintu merah itu mendengar jeritan Cleopatra, mereka berjalan menuju asal suara.

"Kenapa kau mengagetkanku, sialan?!" Teriak Cleopatra pada pelayan wanita berpakaian hitam.

"Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud untuk mengagetkan anda."

"Sudahlah, pergi sana," usir Cleopatra mengibaskan tangannya.

Ketika ia membalikan badannya lagi, Cleopatra terkejut melihat dua orang pria yang tadi menjaga pintu merah ada di hadapannya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nona?"

"Ya, menyingkirlah," ucap Cleopatra melangkahkan kaki. Tubuhnya ditahan oleh salah satu pria itu, membuatnya menjerit kesal. "Kenapa kau memegangku?!"

"Maaf, Nona, anda tidak boleh ke mari."

"Aku kekasih Jarvis," ucapnya mengangkat dagu.

"Tidak berpengaruh, sebaiknya anda pergi dari sini."

"Tidak, aku ti-"

"Seorang desainer telah menunggu anda, Nona." Pelayan yang masih di sana menyela.

"Desainer?"

"Ya, Tuan Jarvis mengirimnya untuk membuatkan gaun anda."

"Baiklah." Cleopatra mengibaskan rambutnya. "Tapi aku akam kembali," lanjutnya melangkahkan kaki dari sana.

"Aktifkan kembali CCTV, dia akan berusaha untuk kembali," ucap pelayan itu setelah Cleopatra pergi.

"Awasi dia," bisik seorang pria sebelum kembali melangkah untuk menjaga ruangan Jarvis.

Pure Jerk [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang