Jerk 6 : Protect me

38.5K 3K 338
                                    

Vote sebelum membaca 😘😘

.

.

"Apa yang sebenarnya direncanakan Louis?"

Pria tua itu menggeleng dengan air matanya yang berjatuhan, menahan rasa sakit akibat sayatan pada tubuhnya. Tangan pria tua itu terikat ke belakang kursi, baju yang dipakainya sudah tidak beraturan. Banyak darah yang keluar dari titik tertentu, bahkan penglihatan pada mata kirinya terhalang dengan darah yang terus mengalir. Namun, mulutnya terkatup rapat, mengunci bibirnya seolah akan ada bencana besar jika ia membuka mulut.

"Aku akan mengulang kembali pertanyaanku, Abraham. Apa yang direncanakan mantan atasanmu itu?" Seorang pria yang memakai kaos hitam mendekat dengan membawa pisau yang beberapa kali menyayat korban di hadapannya. Tetap saja, pria tua itu menggeleng kuat.

Bungkamnya Abraham, mantan sopir keluarga de Olmo membuat pria yang menyiksanya geram. Ia memainkan pisaunya sebelum kembali menyayat kuat pergelangan kaki Abraham, suara teriakan pria itu kembali terdengar. Membuat seorang pria yang berada di balik cermin tersenyum, pemandangan indah dan membuatnya merasa terpuaskan.

"Aku tidak.. tidak akan memberitahu apapun pada iblis terkutuk seperti kalian, Cosa.. Cosa Nostra akan tenggelam dalam api neraka dan-Aakhh!" ucapan pria Abraham terpotong, ia kembali mendapatkan pukulan dari pria yang merupakan anggota klan Cosa Nostra.

"Hanya itu? Rasa sakitku tidak sebanding dengan kehancuran besar di klan Cosa Nostra nantinya." Abraham terkekeh, tapi tidak berlangsung lama karena pria itu kembali memberinya pukulan.

Jarvis tetap diam, tangannya tersilang di depan dada. Melihat pria tua dengan rambutnya yang sudah putih sepenuhnya, mulut Abraham yang tetap bungkam akan rencana yang Louis lakukan, membuatnya kesal. Jarvis melangkahkan kakinya, ia berjalan menuju rak buku, menarik salah satu buku itu hingga rak bergeser dan memperlihatkan sebuah pintu berwarna merah.

Tangannya menggapai pintu, membukanya perlahan dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Anak buah Jarvis yang sedang memaksa Abraham mengatakan kebenarannya langsung berhenti saat melihat Jarvis yang ikut bergabung ke dalam. Pria itu dan beberapa temannya yang bertugas menjaga menundukan sedikit kepalanya. "Tuanku," ucap seorang pria yang sebelumnya menyiksa Abraham.

Pria tua itu penasaran. Ia menggerakan kepalanya, melihat ke arah belakang. Raut wajah terkejut tidak bisa ia sembunyikan, mata Abraham melotot, masih belum mempercayai apa yang ia lihat.

"Tuan Hudson?" Abraham mencoba memastikan. Namun, seringai yang diciptakan Jarvis membuat pria tua itu yakin bahwa hal ini nyata. Seorang pewaris keluarga Hudson berada di sarang mafia, disebut sebagai tuan oleh yang lain. Abraham semakin yakin, jika Jarvis adalah bos mafia Cosa Nostra yang terkenal itu.

"Kenapa, Abraham? Kau terkejut melihatku di sini?" Jarvis melangkah, membuat pria yang tadi menyiksa Abraham mundur. Jarvis berdiri tepat di depan Abraham, tatapannya datar dengan tangan yang tersilang di depan dada.

"Ternyata benar, kau serigala bodoh itu."

Ucapan yang dilontarkan Abraham membuat Jarvis terkekeh sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Ia menatap kembali pria tua itu dengan tatapan yang lebih tajam dari sebelumnnya, begitu mematikan dan mengintimidasi.

"Ya, kau memang benar." Jarvis melangkah mendekati tubuh Abraham yang mulai memperlihatkan ketakutan. Hingga ia melupakan rasa sakit, darah yang keluar dari kulit keriputnya.

Jarvis menunduk, untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Abraham. Mendekatkan bibirnya pada telinga keriput kemudian membisik, "Akan aku pastikan, Betty kehilangan nyawanya jika kau tidak membuka mulutmu." Jarvis menegakan kembali tubuhnya dan melangkah mundur.

Sementara Abraham menegang, mendengar nama anaknya yang ia buang di panti asuhan. Matanya kembali berkaca-kaca, menatap marah Jarvis yang sedang tersenyum miring.

"Jangan pernah menyentuh anakku!"

"Kalau begitu beritahu apa yang direncanakan pria itu, maka anakmu akan baik-baik saja."

Abraham terdiam sesaat, mengingat nasib anaknya yang harus ia buang di sebuah panti karena keadaan ekonomi. Ia sudah membuang anaknya, tidak mungkin Abraham membuatnya kehilangan nyawa. Namun, kebingungan melandanya. Informasi yang ia ketahui sangat berharga, mampu menghancurkan Cosa Nostra yang berpusat di Sissilia.

Saat Abraham bingung dengan pikirannya sendiri, Jarvis merogoh ponsel pada saku celananya.

"Bawa anak itu ke mari, dia harus dibunuh dihadapan ayah yang tidak pernah ia lihat se-"

"Baiklah, baiklah, akan aku beritahu. Kumohon jangan sentuh anakku, jangan sentuh dia," ucap Abraham menatap Jarvis yang tersenyum miring sebelum menutup telponnya secara tiba-tiba. Ia kembali memasukan ponsel itu ke dalam saku celananya.

"Tuan Louis memiliki bukti beberapa kejahatan yang dilakukan klan Cosa Nostra sebelum kecelakaan pada orangtuanya terjadi. Ia juga mencurigai keluarga Hudson sebagai dalang dari semuanya, hingga akhirnya ia memiliki satu bukti bahwa kau ada dalam salah satu aksi pembunuhan para biarawati di gereja beberapa tahun yang lalu."

"Lalu apa rencananya?" Tangan Jarvis turun dari depan dadanya, ia melakukan gerakan memutar dengan telunjuknya sebagai isyarat pada salah satu anak buahnya. Mengerti dengan maksud Jarvis, pria dibelakangnya memberikan senjata api pada Jarvis.

"Semua bukti itu ia simpan dalam USB, Tuan Louis berencana menemui presiden dan dewan keamanan dunia agar mafia yang dipimpin olehmu lenyap, tidak lagi menganggu."

Jarvis tertawa lepas, tapi bukan tawa manis yang menggoda. Melainkan tawa merendahkan, begitu menakutkan karena terdengar seperti tawa seorang psikopat yang baru saja selesai melakukan kejahatan. Tangannya tetap menyembunyikan senjata api yang siap ditembakan di balik punggungnya.

"Kenapa dia melakukan itu?"

"Dia berpikir kau dalang di balik kematian kedua orangtuanya, itu sebabnya Tuan Louis mencari tahu tentang Black Jackal yang melegenda di kalangan penjahat. Dia akan memburumu sampai kau mati," ucap Abraham dengan matanya yang menatap tajam Jarvis, mengabaikan darah yang masih menetes dari pelipisnya.

"Di mana dia menyembunyikan USB itu?"

"Hanya itu yang bisa aku beritahu."

"Kau memberiku informasi yang tidak sempurna." Jarvis terdiam sesaat. "Maka itu artinya anakmu harus kehilangan kedua kakinya."

"Jangan pernah lakukan itu!" Abraham meronta dari kursi tempatnya duduk, mencoba melepaskan tali yang melilit pada tubuhnya. Ia ingin sekali mencakar wajah Jarvis, tapi tubuhnya yang sakit dan ikatan tali yang begitu kuat membuatnya harus tertahan.

"Katakan," ucap Jarvis dengan penuh penekanan.

"Kalung, Tuan Louis menggunakannya sebagai liontin."

Senyuman tercetak pada wajah Jarvis, ia memainkan pistol yang ada di balik punggungnya. Memutarnya dan perlahan menarik pelatuknya untuk siap ditembakan.

"Kau puas sekarang? Aku telah memberikan semua yang kau inginkan, jadi lep-" ucapan Abraham terputus akibat tembakan yang dilakukan Jarvis pada kepalanya. Mata itu melotot, menatap tajam Jarvis sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

Jarvis membuang asal senjatanya, mengisyaratkan pada anak buahnya untuk membereskan mayat Abraham.

Ingatan Jarvis saat membunuh Abraham kembali terlintas dalam pikirannya. Ia tersenyum miring, mengemudikan mobilnya lebih cepat dari sebelumnya. Menembus jalanan yang di kelilingi oleh hutan, Jarvis tidak menempati janjinya pada Cleopatra, bahwa ia akan menunggu. Nyatanya sekarang Jarvis malah pergi, mengurusi urusannya yang lain, tanpa mempedulikan nasib Cleopatra yang sedang mencuri untuknya.

Louis de Olmo adalah pemimpin perusahan de'Olmerio yang berpusat di New Meksiko. Bukan tanpa alasan pria itu memburu seorang black jackal, semuanya berawal karena kematian kedua orangtuanya akibat ledakan dalam mobil. Beberapa bukti menunjukan bahwa itu adalah ulah mafioso Cosa Nostra yang memperebutkan tanah dengan orang tua Louis. Namun bukti yang tidak lengkap membuat Cosa Nostra lolos.

Satu hal yang membuat Jarvis kesal, saat ledakan itu terjadi, dirinya belum menjadi pemimpin tiga klan. Cosa Nostra masih dalam genggaman Alfonso Romanov, pria tua itu menebarkan kejahatan di mana-mana tapi tidak membereskan sampai akarnya. Membuat Jarvis marah, karena sekarang dirinya yang harus membersihkan semua bukti-bukti kejahatan Alfonso sampai akarnya.

Jarvis menepikan mobilnya saat ia sampai di sebuah mansion besar, pintu gerbang langsung terbuka secara otomatis. Mobil Jarvis berhenti tepat di depan pintu utama, diikuti Stryke dari belakang dengan mobilnya. Keduanya keluar secara bersamaan, tapi Jarvis melangkah terlebih dahulu. Mendekati pintu yang sudah terbuka, Jarvis masuk ke dalam dan langsung di sambut oleh pemiliknya.

"Selamat datang, Tuanku," sambutnya sambil merentangkan tangan lalu menjabat tangan Jarvis dan Stryke secara bergantian.

"Rumahmu bagus, Calan," ucap Stryke saat ia menjabat tangan pria yang sudah mulai menua itu.

"Tidak seberapa dengan istana, Tuanku. Mari ikuti saya." Calan melangkah terlebih dahulu menuju ruangannya yang ada di lantai dasar, Jarvis dan Stryke hanya mengikutinya dari belakang.

Calan menuangkan wine, ia menyimpannya di atas meja di depan Jarvis yang sudah duduk di sofa. Sementara Stryke berdiri, matanya mengamati sekeliling ruangan.

"Jadi, bagaimana, Calan?"

Pria tua itu berdehem sebelum menjawab pertanyaan Jarvis. "Saya mohon maaf, Tuan. Saya tidak bisa memberikan tanah yang anda minta," ucapnya dengan ketakutan dalam setiap katanya.

"Kenapa?" Stryke bertanya dengan suara beratnya.

"Presiden sendiri yang akan memastikan tanah itu akan dijadikan kebun anggur untuk mata pencaharian warga Sissilia."

"Presiden?" Calan mengangguk pada Jarvis.

"Bisakah kau melakukan sesuatu untuk kami?" Stryke kembali bertanya, matanya sesekali menatap lukisan-lukisan di dinding.

"Saya sudah mencoba untuk mengambil alih pekerjaan ini, Tuan. Namun, seperti yang anda ketahui, presiden melakukan cabinet reshuffle hingga saya kesulitan untuk mempengaruhi para mentri."

Keheningan tercipta beberapa saat, Stryke menatap Jarvis. Pria itu mengusap dagunya dengan tangan kiri. Mata Stryke menyipit, mencoba mencari tahu apa yang ada dalam pikiran Jarvis.

"Apa yang kau pikirkan, Jarvis?"

"Kalau kita tidak bisa mempengaruhi para mentri, maka kita akan mengendalikan presiden."

"Apa maksudmu?" Stryke menyilangkan tangannya di depan dada, menegakan tubuhnya saat pembicaraan semakin serius.

"Kudeta, Stryke."

Pure Jerk [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang