"Char, lu kemarin hampir nabrak Sir Victor, bukan?"
Mira menghampiri Charis yang sedang melangkah masuk ke dalam kelasnya dari lobby yang cukup jauh. Kelasnya berada di lantai tiga dan lobby berada di lantai satu, berbeda gedung pula. Gadis yang rambutnya diikat satu itu menganggukkan kepalanya. "Ih, lu bisa tahu peristiwa yang terjadi di masa sebelumnya, iya? Lu cenayang? Berapa gue harus bayar?" tanya Charis.
Sahabatnya hanya memutar kedua bola matanya mendengar jawaban Charis. "Eh, gue serius. Kok bisa sih lu?" tanya Mira. Charis mengendikkan kedua bahunya. "Gak tahu, Mir. Gue cuma mau buang sampah. Lagian lu dapet informasi begituan dari mana, sih? Kayak Mama Lauren aja," balasnya saat sedang menaiki tangga ke lantai dua.
"Iya gue ke ruang guru kemarin ngambil phone box biasa terus gue denger tuh si bapak yang ketawanya paling aneh ngomongin lu di ruang guru. Kalau gue titisan Mama Lauren, gue udah bisa ramal kiamat," sambung Mira.
Charis melirik temannya mendengar jawaban aneh itu. "Coba lu contohin persis apa yang si pelawak garing itu bilang ke guru-guru," perintahnya asal, penasaran lebih tepatnya. "Nyampah amat sih lu bilang guru lu sendiri pelawak garing. Candaannya memang gak lucu, tapi... sebenarnya boleh juga sih," sahut gadis yang rambutnya terurai itu.
"Cepatan! Gue nungguin impersonation lu!"
Mira menjulurkan lidahnya kesal. "Pokoknya tuh gue dengar dia ngomong kayak 'Barusan Charis di X MIPA 1 terlalu sibuk buang sampah sampai hampir nabrak saya,'. Udah, gue cuma dengar itu doang, Char. Sisanya gue berusaha menutup indra pendengaran gue biar gak dikira ember ke lu," kata Mira setelah mengucapkan kalimat yang sama persis seperti apa yang diucapkan guru bahasa indonesia itu kemarin.
"Gue merasa famous di ruang guru bukan karena prestasi atau gosip, tapi gara-gara mau menabrak seorang guru yang anehnya naudzubillah kalau kata kalian. Kalau menurut gue sih fine fine aja," timpal gadis bernama lengkap Charis Rostella Daae itu.
Keduanya sampai di lantai tiga, dimana kelas mereka berada dan berpisah ketika memasuki pintu kelas masing-masing.
"Good morning y'all my bitches!" seru gadis keturunan Tionghoa dan Inggris itu sambil menutup pintu, menyapa teman-teman sekelasnya yang terlihat sangat mengantuk di pagi hari. Maklum saja, jam tujuh pagi kurang dan mereka sudah tiba di sekolah. Tentu saja masih ada yang mengantuk. Ada yang malamnya lembur mengerjakan PR, bermain game online, belajar dan kalau Charis sendiri; menonton YouTube hingga ia ketiduran.
"Bacot lu, diam sebentar aja, Char. Gue bosan banget lihat muka lu,"
"Heh, lu yang diam, Rick!" balas Charis bercanda, namun menggunakan nada seakan dirinya ingin sekali menantang temannya, Frederick. Charis duduk di kursinya yang berada tepat di depan meja guru, dua dari pojok, baris ketiga berdasarkan denah kelas yang dibuatnya sendiri, sebagai sekretaris kelas yang baik.
Pintu kelas tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok teman sekelasnya yang baru saja datang dan memegang sebuah buku tulis bersampul coklat di tangan kirinya. Kakinya lalu menendang pintu pelan agar menutup.
"Gue butuh contekan PR!" ucap Henry panik.
Charis menolehkan kepalanya. "Hah? Lu ngawur kali, iya? Nggak ada PR hari ini!" balasnya kesal. "Lu kali yang mabuk, Char. PR Ekonomi harus dikumpul dalam sepuluh menit atau nggak bakal ditolak sama tuh guru sensi," Henry membalas sambil menutup semua tirai kaca kelas, dikarenakan ruang guru tepat berada di depan kelas mereka.
"Gue nggak ingat sama sekali! Jas, lu sudah selesai belum? Gue pinjam dong!" Charis menarik paksa buku di atas meja Jason, temannya yang merupakan terpintar kedua di kelas. Dengan secepat kilat, Charis yang terkenal pintar menulis cepat itu menyelesaikan PRnya sebelum memberikannya ke Cheyenne, yang akan mengumpulkan tugas ke ruang guru.
"Untung lu teriak di depan pintu begitu, Hen. Coba kalau nggak, gue bisa disikat habis tuh sama tuh guru yang tingkat kesensitifannya naudzubillah min dzalik," Charis berterima kasih kepada temannya itu. Henry hanya melirik Charis kesal. "Makanya lu dengar baik-baik baru ngebacot. Lu kan ingatannya paling buruk di antara anak-anak seangkatan kalau sudah menyangkut masalah PR, ucapan, pesan, dan kawan-kawannya,"
Charis melempar penghapus papan ke arah Henry, namun laki-laki itu berhasil menghindari serangan hitam itu.
"Lu sudah gue ingatkan mengenai PR masih nggak tahu diri juga," protes Henry. Bendahara kelas itu sudah mau melemparkan penghapus papan itu balik ke Charis namun terlambat karena Charis sudah berlari sekencang mereka yang dikejar hantu ke toilet yang terletak di ujung koridor.
"WOY CHARIS!" teriak Henry dari depan kelas, tepatnya di tengah koridor, depan pintu ruang guru dan ruang kelas X MIPA 1.
"GUE KE TOILET! GUE NGGAK TAHAN LAGI! MUAL BRO!"
Charis masuk ke salah satu bilik toilet perempuan dan memuntahkan isi perutnya ke dalam kloset yang tidak enak dipandang itu. Tisu rol yang ada di dinding dirobeknya dan dipakainya untuk membersihkan bibir. Tangan kanannya bergerak menuju tombol flush sebelum menekannya.
Sedikit tidak fokus, Charis melangkah menuju wastafel untuk mencuci tangan dan berkumur.
"Charis, kok pucat? Sakit?" tanya seorang pria yang membuat Charis nyaris menelan air kran itu. Ia mematikan kran air dan mengeringkan bibirnya sebelum menoleh. "Sir Victorio, selamat pagi," sapa Charis sopan.
"Saya ini bertanya, kamu sakit? Kok malah dijawab dengan selamat pagi. Bukan itu pertanyaannya, nggak nyambung," balas pria yang kira-kira berusia tiga puluh lima itu. Charis hanya menunjukkan senyuman canggungnya. "Iya, cuma muntah kok, Sir. Setelah ini minum air hangat terus minum obat," jawabnya sambil menatap kedua mata gurunya itu.
Guru bahasa indonesia itu menganggukkan kepalanya paham. "Kalau begini kan jawabannya nyambung dengan pertanyaan saya. Tadi sama sekali tidak nyambung," kata pria itu. "Nanti kalau memang nggak kuat ke ruang guru, iya. Minta surat izin ke klinik," tambah pria itu. Charis yang sedikit bosan mendengarnya menganggukkan kepalanya.
Victorio melangkah di depan Charis, yang mengikuti pria itu di belakangnya karena arah ruangan yang sama. Namun, pria itu hampir terjatuh belakang menimpa Charis ketika sebuah penghapus papan mendarat di pakaian batiknya. Charis terkejut melihatnya dan mulutnya membentuk huruf 'O' yang menandakan 'masalah besar akan datang'.
Ia melirik ke arah datangnya penghapus itu. Henry yang mengira Charis baru saja keluar, namun salah sasaran menuju guru yang ceramahnya dan amarahnya terkenal membosankan, namun hukuman yang diberikan membuat beberapa murid kapok.
Hanya beberapa, sayangnya. Untuk Henry, hal yang satu ini tidak berlaku sama sekali.
"Lari!" Charis memberi isyarat pada mulutnya yang langsung dibaca Henry, namun sepertinya saran Charis telat.
"Hey! Kamu sini!"
Charis menyalip gurunya itu dan melangkah sambil menyipitka kedua matanya. Ketika ia berpas-pasan dengan Henry, hanya ada satu kata yang keluar dari bibirnya.
"Good luck mendengar ceramah," bisik Charis prihatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Girl Is Half His Age
Romance"Menunggumu merupakan kewajibanku. Rasa cinta di antara kita adalah hak yang setiap manusia miliki. Cinta ini bukanlah kesalahan kita. Namun hubungan ini sepenuhnya salah di sisi sir dan kamu adalah korban dari segala hal ini," Charis adalah gadis b...