Piknik Sekolah

135 3 1
                                    

  Seminggu telah berlalu sejak kejadian dimana Charis jatuh demam itu. Sekarang, ia harus menahan rasa malu setiap berhadapan dengan gurunya yang satu itu; entah kenapa ia merasa seperti itu.

  Piknik sekolah menuju kebun raya dijadwalkan hari ini. Dengan kaus olahraga dan celana panjangnya yang berwarna hitam, Charis terlihat tinggi sedang dan juga kurus. Sangat kurus.

  Rambut ikalnya sedikit diwarna merah beberapa hari yang lalu, namun tidak mencolok hingga tidak ada guru yang mengetahuinya. Temannya sendiri tidak banyak yang menyadari perubahan pada rambut Charis yang indah itu.

  "Char, lu tugas bawa apa hari ini?" tanya Mira. Charis menunjukkan tas di tangannya. "Bawa makanan-makanan buatan gue," jawabnya, sedikit pamer. Mira menatap temannya takjub. "Wah, lu habis mabuk apaan bisa tiba-tiba masak?" tanya Mira.

  "Cinta," balas Charis asal, namun ditanggapi serius dengan Mira.

  Mira tersenyum mendengar kata yang diucapkan temannya itu. "Cie, bisa juga lu jatuh cinta sama orang kan. Benar nggak dugaan gue? Si badut?" tanya sahabatnya yang memakai celana panjang coklat itu. Charis menatap Mira aneh. "Apaan sih? Orang gue cuma bercanda. Serius banget hidup lu!" sahutnya sedikit keras hingga terdengar oleh gerombolan guru-guru di depan mereka, namun Charis masih tidak sadar.

  "GUE NGGAK TERTARIK SAMA CINTA!"

  "Heh, kalian ini pagi-pagi udah teriak-teriak. Ini lagi Charis ngomongin cinta pagi-pagi buta," komentar Catherine, guru Combined Science. Charis terkejut melihat ternyata guru-guru berada didepannya, mendengarkan pembicaraannya dengan Charis sejak tadi.

  Ia menunduk malu sebelum masuk ke kelasnya sendiri.

  "Char, lu masak apa buat kita?" Cheyenne bertanya dari kursinya. "Grilled chicken, chicken salad, salmon salad sama chicken curry," jawabnya malas sambil meletakkan tas berisi makanan itu diatas mejanya. "Ada smoked salmon sama grilled chicken yang lain buat guru-guru," lanjutnya.

  Cheyenne mengangguk setuju. "Baik hati sekali iya lu mau masakin gerombolan sensitif," tanggap Cheyenne. "Halah, cari muka dikit, Chey. Nilai itu dicari bukan diusahakan," Charis menyambar. Ketua kelas itu mengacungkan ibu jarinya, sependapat dengan sang sekretaris. 

  "Lu yakin Miss Natalie bisa makan daging ayam? Secara dia lagi hamil besar gitu. Dalam hitungan 3 minggu bakal lahiran," tanya Dio berusaha memastikan. "Bisalah, gila aja lu. Hamil bukan berarti vegetarian atau puasa ramadhan kali," jawab Charis. Pertanyaan temannya itu terdengar aneh ditelinganya.

  "Guys guys guys, disuruh baris di depan lobby per kelas soalnya busnya sudah datang semua," kata Nila, salah satu murid kelas X MIPA 2 yang sering bermain di X MIPA 1 dari jendela. Semua murid membawa barang-barang mereka seperti tas berisi kamera, makanan berat dan ringan, minuman, dompet, powerbank, ponsel, dan lain-lain.

  Charis hanya membawa tas selempang kecil berisi ponsel, powerbank, uang lima ratus ribu, earphone, dan nintendo ds-nya. Tas berisi makanan tadi dibawa pergi oleh Mela, salah satu teman sekelasnya yang hobi membaca komik di webtoon. Setelah berjalan kaki meninggalkan gedung tiga atau gedung SMA ke gedung pertama selama lima menit bersama beberapa teman sekelas yang tadi masih bersantai ria di kelas, mereka akhirnya masuk bus yang sudah ditentukan per kelas.

  "Miss Natalie! Kita di bus ini sama guru siapa?" tanya Kilan sambil memilih tempat duduk di bus itu.

  "Sama sir dong!"

  Victorio naik ke atas bus tersebut disambut dengan tepukan dan teriakan sedikit menyindir guru tersebut. "Eh, masih ada kursi kosong, nggak?" tanya Charis. Seluruh temannya menggeleng. "Miss Natalie duduk sama Renata. Lu berarti duduk sama Sir Victorio, Char," kata Cheyenne yang duduk disamping Henry, lagi dan lagi.

  Dia lagi, dia lagi. Gue males di bus ini jadinya lihat tampang tuh badut yang tepuk tangannya kayak ayam, bisik seseorang yang masuk ke telinga Charis begitu saja.

  "Charis itu dibelakang kosong. Kita duduk dibelakang saja, iya," kata Victorio. Charis mengangguk kecil lalu melangkah menuju belakang bus, duduk di kursi terakhir di pojok. Pria itu lalu duduk di sisi luar kursi, membiarkan muridnya menikmati pemandangan jendela luar. "Kenapa sih kamu kayaknya kabur terus setiap ada sir?" tanya pria itu pelan sambil menoleh ke Charis.

  Gadis itu memundurkan sedikit kepalanya karena jarak diantaranya terlalu dekat. Sangat dekat bisa dibilang. "Eng.. enggak kok, sir. Perasaan sir saja, kali. Saya kan memang belakangan ini jarang ketemu sir di sekolah," Charis menjawab sedikit gugup mendengar pertanyaan itu. Victorio tersenyum.

  Tak butuh waktu lama, Charis tertidur. Baru lima belas menit perjalanan lebih tepatnya. Sang guru membenarkan posisi kepala Charis, takut kepala anak itu sakit nantinya saat terbangun atau membentur kaca jendela yang cukup tebal dan keras. 

  Matanya menatap wajah sang hawa. Dia tidak cantik, bagi orang lain wajahnya biasa saja, jelek, dan bahkan membosankan. Sifatnya juga tidak suci seratus persen, dia tahu gadis ini sering membicarkan guru dibelakang. Charis bukan gadis yang suka menjaga imej dan bisa dikatakan sedikit tidak 'terkontrol' sikapnya. Charis juga tidak senang memakai makeup seperti temannya yang lain; hanya bedak yang dipakai dengan teknik kasar untuk menutupi beberapa kekurangan dan pakaian-pakaiannya yang terkesan lebih ke kantoran.

  Namun mengapa aku berhasil jatuh cinta kepadanya? Pesonanya yang tak bisa dilihat orang lain?, tanya Victorio dalam hati. Bertanya-tanya mengenai apa yang dirasakan kepada sosok Charis ini. Wajah juteknya saat tidur dan senyumnya yang aneh menurut guru lain, membuatku semakin penasaran kepadanya dari hari ke hari, batinnya.

  Victorio mengusap pelan pucuk kepala Charis, berusaha agar gadis itu tidak terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia meraih tangan kiri Charis yang sangat kecil. Bahkan pergelangan tangannya itu begitu kecil hingga jamnya harus diberi lubang tambahan agar ukurannya sesuai dan tidak terjatuh.

  Gadis kecil, muridku yang selalu sakit dan cerewet, sosok yang bisa membuatku menoleh dan berpaling dari istriku. Sosok yang membuatku melupakan keluargaku. Entah mengapa ada tekad di hati untuk meninggalkan mereka dan pergi membawa Charis, batinnya lagi.

  Victorio bertanya-tanya. Pantaskah dirinya memulai perselingkuhan dengan muridnya sendiri? Charis mungkin menolak. Apalagi ketika ia kerap mendengar ucapan Charis ke sahabatnya, Mira di areal sekolah mengenai ketidaktertarikannya dengan cinta. Apakah ia harus meninggalkan keluarga kecil yang sudah dibinanya sekitar sembilan tahun yang lalu?

  Pria itu kembali meletakkan tangan kecil Charis sebelum memejamkan mata, berharap semua kegundahan hati serta pilihannya benar. Ia memang harus setia terhadap keluarga kecilnya, namun ia juga ingin merasa bahagia sama seperti istri dan kedua anaknya.

  Victorio telah memilih dan memutuskan apa yang harus dilakukannya setelah ini dan ia yakin sekali dengan hal itu.

This Girl Is Half His AgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang