Kelas Biologi baru saja usai. Guru biologi, Sr Dito meninggalkan ruang kelas X MIPA 1. Charis sibuk mencari buku bahasa indonesia yang tak kunjung ia temukan, membuat keringat mulai membanjiri pelipisnya.
"Kenapa, Char?" tanya teman sebangkunya heran.
"Buku bahasa indo gue! Lu lihat nggak? Kok di tas nggak ada, iya? Gue ingat banget kok gue taruh bukunya di tas dan gue tadi pagi masih sempat baca bukunya," jawab Charis panik. Rambutnya yang terurai diselipkan dibelakang telinga, agar tidak menutupi pandangannya. Aduh, dimana sih buku bindo kok nggak ada?, batinnya panik.
"Morning, sir,"
Charis langsung berdiri mendengar greetings yang diberikan teman-temannya. Sir Victorio lalu duduk di kursinya, tepat di depan Charis, yang mejanya berada tepat di depan meja guru. Senyum canggung dan penuh pemaksaan dikeluarkan untuk menutupi kesalahannya karena tidak membawa buku.
"Coba dikeluarkan buku paket halaman dua puluh empat, iya. Kita belajar teks biografi hari ini. Coba keluarin buku catatannya,"
Helaan napas tanda ia begitu bersyukur terdengar, membuat teman duduknya tertawa kecil. "Disini ada yang bisa membaca sambil menulis dengan cepat? Ada catatan tapi lumayan banyak," tanya pria itu. Semua murid langsung menatap Charis yang terpatung di kursinya berharap pria itu tidak memintanya untuk membuka buku paket.
Victorio menganggukkan kepalanya paham. "Charis, bisa?" tanya pria itu yang dijawab dengan anggukan kepala kecil Charis yang oval. "Duduk di depan, iya," ucap pria itu. Gadis itu berteriak senang dalam hati karena ia bisa lolos dari pertanyaan "Dimana buku paketnya?" yang bisa keluar kapan saja.
Sekretaris itu lalu duduk di kursi guru. "Nanti dibaca semuanya, iya. Kalau ada tanda silang seperti yang ini, artinya dilewati saja," kata Victorio. Charis mengangguk paham. "Oke, sir. Kalau yang ini berarti cuma sampai kalimat pertama saja, kan?" tanya Charis. Victorio mengangguk sebelum duduk di kursi paling belakang yang kosong tak berpenghuni.
"Sudah siap? Bagian A, pengertian teks biografi,"
Charis membacanya dengan lantang sambil menulis dengan cepat di buku tulisnya. Koordinasi mata, telinga, dan tangannya yang baik membuatnya selalu terpilih untuk melakukan tugas yang seperti ini. Kecepatannya dapat diakui, terutama dalam membaca, menulis, dan juga berbicara.
Gadis berusia lima belas tahun itu membacakan isi kertas yang diberikan oleh sang guru kepadanya. Sesekali, ia bertanya memastikan temannya tidak ada yang tertinggal atau tidak mendengar ketika dia membacakannya di depan kelas.
Mata Victorio sesekali melirik murid yang diperintahnya untuk membacakan catatan itu. Ia yakin sekali muridnya yang bernama Charis itu sangat cerdas dalam bidang seperti ini dan bahkan bisa lebih cepat dibandingkan teman-temannya. Namun, kali ini ia memerintahnya untuk melakukan sesuatu yang sedikit berbeda.
Tangan dengan jari-jari yang lentik itu sibuk menulis di kertas yang dibawanya. Entah apa yang ditulisnya, tidak ada satupun murid yang tahu.
Jarum jam bergerak menuju angka 2.30, menandakan waktu pulang bagi seluruh murid dan guru dan Charis berserta teman sekelasnya sudah berhasil menyelesaikan catatan sepanjang empat halaman penuh itu dalam waktu satu jam kurang sepuluh menit, membuat Victorio yang awalnya tidak terlalu yakin dengan kecepatan muridnya menjadi terkagu-kagum.
"Charis, pulang sekolah nggak sibuk, kan? Bisa bantu sir susun mading di depan laboratorium sains?" tanya pria itu, sedikit berbisik di telinga Charis. Murid bernomor absen enam itu menoleh lalu menganggukkan kepalanya. "Saya nggak sibuk kok, sir. Setelah ini berarti langsung?" tanya Charis. Pria itu mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Girl Is Half His Age
Romance"Menunggumu merupakan kewajibanku. Rasa cinta di antara kita adalah hak yang setiap manusia miliki. Cinta ini bukanlah kesalahan kita. Namun hubungan ini sepenuhnya salah di sisi sir dan kamu adalah korban dari segala hal ini," Charis adalah gadis b...