Pertama Kalinya

318 4 0
                                    

  "Mau camilan yang mana?"

  Charis melihat kedua camilan yang dibawa Victorio. "Nggak boleh makan cokelat, jadi makan chitato, iya," jawabnya sedikit merayu. Awalnya pria itu menolak namun mengingat gadis ini juga tidak bisa mengonsumsi cokelat akibat maag kronisnya, terpaksa iya memberikannya izin.

  "Iya deh. Sini," Victorio merobek bungkus plastik berwarna coklat itu lalu mengambil salah satu keripik. "Sini, coba buka mulutnya," ucap pria itu pelan, sedikit berbisik agar tidak didengar oleh murid didepan mereka.

Charis membuka mulutnya lebar ketika pria itu memasukkan keripik tadi kedalam mulutnya.

"Jangan banyak-banyak, nanti kalau sakit semuanya repot," pesan Victorio sebelum memberikan sebungkus keripik itu ke Charis. Gadis itu mengangguk dan mulai menyantap camilannya. "Kalau repot kan pacar sendiri yang bantu," kata Charis asal, membisikkan kata 'pacar' ditelinga sang guru.

Victorio mencubit kecil lengan Charis, hingga ia sedikit menjerit dan memancing 'antusiasme' seisi bus, termasuk Natalie, guru yang sedang hamil besar tersebut.

"Maaf guys. Ayo kalian balik badan jangan lihat-lihat atau nanti aku siksa satu persatu," kata Charis santai.

Natalie tersenyum kearah muridnya yang satu itu. "Kok jadi perempuan jutek sekali lho, Charis ini. Jangan jutek-jutek begitu, nanti nggak ada yang mau," candanya. "Ada kok, miss. Tenang saja," sahut Charis sambil mencubit gurunya diam-diam di bagian pergelangan tangan hingga ikut menjerit.

Semua kini menatap sang guru. "Nggak, nggak ada apa-apa. Ayo balik ke urusan masing-masing," canda Victorio.

Charis menjulurkan lidahnya sedikit, meledek sang guru. Victorio hanya tersenyum menyindir. "Berarti sekarang nggak boleh makan snack-nya," kata pria itu sambil mengambil kembali bungkus camilan di tangan Charis.

"Ah, sir. Nggak asik,"

Charis membersihkan tangannya dengan hand sanitizer yang dibawanya. "Lebih baik kamu tidur. Besok kan Sabtu, sir ajak kamu jalan gimana?" Pria itu menawari kekasih hatinya, selingkuhannya untuk lebih tepatnya.

  Gadis itu mengangguk paham. "Boleh, sir. Mau ngajak kemana?" tanya Charis antusias. "Kalau ke bioskop, mau kan? Di Lippo tapi, pasti nggak banyak anak sekolah kita yang kesana," kata pria itu. Charis mengangguk. "Boleh. Nonton film The Shape of Water, iya?" sarannya.

  "Tapi ada adegan nggak cocok untuk anak dibawah tujuh belas tahun,"
  "Ayo dong, please? Charis juga sudah sering nonton begituan dan biasa saja kok. Lagian, Charis sudah tahu kalau hal seperti itu nggak boleh," bujuknya.

  Victorio tetap pada pendiriannya. Sekali tidak, selamanya tidak. Pria itu memang dikenal di sekolah sebagai sosok yang keras kepala dan sedikit menyebalkan, bisa disimpulkan seperti itu. Charis pun setuju dengan point tersebut.

  Pria itu menggelengkan kepalanya, "Kita nonton Coco saja, iya. Film animasi keluarga," kata Victorio. Charis menggelengkan kepalanya. "Nggak mau. Nggak suka film animasi apalagi sedih begitu," tolak Charis mentah-mentah.

  "Oke deh, oke. Kita nonton The Shape of Water," putus pria itu. Charis mengacungkan ibu jarinya dan menatap pria itu tepat didepan wajahnya. "Yeayy! Thank you, sir!" ucapnya girang, sedikit keras, namun tidak terlalu digubris murid lain. Victorio tersenyum. Ia mengusap pucuk kepala gadis berdarah campuran eropa itu.

  "Sama-sama, Charis. Sir tunggu di sekolah jam sepuluh, iya. Bawa masker, untuk jaga-jaga kalau ada yang kenal atau murid yang berkeliaran," kata pria itu. "Siap, bapak bos!" jawab Charis semangat dengan tangan didepan dahi, memberi hormat kepada pria berusia tiga puluhan itu.

  Pria itu tertawa kecil melihat tingkah kekasihnya yang jauh lebih muda dibandingkan dirinya. Ia terlihat manis untuknya dan terlihat menggemaskan. Dengan tingkahnya yang lucu dan bubbly membuat dirinya merasa nyaman berada didekat Charis.

  "Ayo, sekarang istirahat. Tidur. Sir ikut tidur, deh,"

  Charis mengangguk. Ia lalu memejamkan matanya dan bersandar di pundak Victorio dengan canggung. Maklum saja, gadis berusia lima belas tahun itu belum pernah dekat dengan pria manapun kecuali bertengkar dengan teman sekelasnya, bendahara kelasnya yang tidak pernah bisa dipercaya mengurus uang, atau mantan ketua kelas yang selalu berdebat mengenai masalah sepele.

  Victor lalu ikut memejamkan matanya ketika Charis dirasa sudah tertidur pulas sambil bersandar pada bahu kanannya yang sedikit tegang. Ia kini merebahkan punggungnya pada sandaran kursi dan kepalanya diatas kepala Charis. Sama-sama tertidur pulas karena merasa senang sekaligus lelah dalam trip sekolah kali ini.

  Charis tidak pernah menyangka Victorio menyukainya dan Victorio-pun sebaliknya.

  Hanya kini pertanyaan yang ada di benak mereka muncul menjadi bunga tidur mereka yang terasa begitu nyata; jika suatu saat hubungan cinta mereka diketahui keluarga Victorio yang telah dibina hampir satu dekade ini atau jika ketahuan oleh pihak sekolah, apa yang akan terjadi?

  Charis bermimpi buruk. Ia mendapat bagian bahwa Victorio dipecat akibat mencintai muridnya sendiri. Sedangkan Victorio mendapat mimpi baik, bahwa istrinya tidak peduli dan justru membiarkan mereka bersama.

  Teringat mendadak mengenai keluarga kecil yang dibinanya. Berharap semua baik-baik saja.

  Bus sudah melewati dua kabupaten; dari dataran tinggi hingga kini bus sedang melaju ditengah-tengah dataran tinggi dan rendah. Melewati perbukitan sebelum mencapai kota, dimana sekolah berada.

  Tangan Victorio dalam tidur bergerak, menggenggam tangan kecil nan halus itu dengan lembut, penuh keyakinan bahwa mereka bisa melewati segalanya bersama. Charis yang pulas tidak menyadari genggaman itu dan hanya tertidur pulas.

  Mereka melewatkan pemandangan indah ciptaan Tuhan, namun mereka tidak melewatkan waktu yang satu ini; menghabiskan waktu berdua bersama dalam tidur yang nyenyak.

  Hari sudah menjelang sore namun bus belum juga kembali ke kota. Kepadatan jalur lalu lintas tidak dapat dihindari sama sekali. Bahkan kini bulan sudah mulai muncul disamping matahari yang masih bersinar, padahal jam masih menunjukkan angka lima sore.

  Langit sore menjadi saksi bahwa Charis dan Victorio memang benar-benar jatuh cinta. Menjadi saksi pulasnya tidur mereka dalam perjalanan pulang. Berbahagia atas apa yang baru saja terjadi di hari itu.

  Guru yang menyatakan perasaan ke muridnya sendiri.

This Girl Is Half His AgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang