Bakso spesial

932 63 9
                                    

Aziya terlihat sangat bernafsu dengan hidangan yang ada dihadapannya. Satu mangkuk bakso kuah dengan penuh bawang goreng. Kilatan di matanya penuh makna kegembiraan. Padahal apa istimewanya dengan bakso ini? Aku menyantap mie ayam ku dengan ekspresi sewajarnya.

Aziya terus terusan bergumam bahwa dirinya sedang bahagia. Aku yang terlalu malas bertanya hanya diam saja, sesekali aku tersenyum saja dengan nya. Meliriknya sekilas.

"Pelan pelan, Zi." Ucapku dengan tatapan datar. Ku berikan segelas air yang ada di depannya. Ia lalu meraih dengan cepat. Mungkin ia tersedak.

"Kayak anak kecil aja. Makan tuh yang Alon aja, Zi. Aku gak bakal kemana mana" ujarku acuh tak acuh. Ini bukan asli ku jika dengan dia. Aku hanya akting supaya kelihatan nya aku ini perempuan yang wajar apa adanya. Aku tidak mau memperlihatkan cintaku padanya. Mungkin sesekali boleh. Supaya dia terkesima.

"Bukan gitu, aku cuma ngerasa ini spesial aja" jawab Ziya. Dengan tatapan tak terkendali aku langsung menatap bola matanya dengan sangat dalam. Mencari sebuah makna dari ucapannya. Spesial? Seriuskah?

"Kenapa kamu natap aku sebegitunya?" Ia berucap kembali. Mungkin ia pun kaget dengan tatapan ku yang seakan akan tak percaya.

Dan tanpa sadar aku mengucapkan kalimat yang membuat bola matanya membesar. Bukan marah cuma aku tau ia seperti terhipnotis. Dunianya seperti mengambang.

"Kamu cantik." Ini kata kata ku.

"Ren?"

"Eh-eh. Sorry maksudnya kamu hari ini kayak anak anak. Hahaha lagi ngelamun aku tadi." Kilahku. Dia menghela nafas. Kembali fokus dengan bakso nya.

Oke mungkin kali ini aku boleh berfikir dengan menerka isi hatinya. Mungkin saja ia kecewa dengan kilahan ku tadi. Ya, aku merasa seperti itu.

Aku dan dia tenggelam dalam dunia masing masing. Makan dengan fikiran entah dimana.

***

Ku tatap bulan malam ini dengan seksama. Duduk ditepian sisi jendela kamar ku, aku melihat wajah Cantik itu di cekungan bulan. Hahaha katakan saja aku gila mulai sekarang. Kadar cintaku bertambah setiap saat. Mengingat nama nya saja aku sudah kelabakan. Apalagi saat menatap bola mata nya yang indah alami.

Manik jati itu menenggelamkan ku terlalu dalam sampai aku tak mampu bangun lagi. Iya, aku tak mampu bangun untuk tak mencintainya.

Aku sudah tak waras. Aku selalu mengharapkan nya. Bagaimana jika aku mengungkap kan semuanya didepan dirinya? Entah apa yang akan dia ucapkan padaku. Entah hinaan atau malah senyuman sebagai penolakan halus. Karena opsi terakhir aku tak berani menuturkan.

Kisah ku terlalu rancu. Andai saja aku seorang pria dewasa aku berani mencintainya meninggalkan agamaku ini demi dia. Tapi, aku wanita. Sama seperti dirinya.

Dan malam ini aku di Kungkung rasa takut dan kebahagiaan tak terkira.

"Ziya, Ziya. Cantik sekali."

Aku terus saja melapalkan kalimat itu sembari tersenyum takjim. Tatkala gambar wajahnya tercetak di cekungan bulan malam ini.

Ijinkan Aku Melafadz Allah (GXG)Where stories live. Discover now