“Aku pasti akan kembali, sayang.”Langit kota Bandung malam itu begitu cerah. Tak ada awan, melainkan gemerlap bintang dan lengkungan sabit. Tapi, senyum wanita di sampingnya itu tidak menunjukkan kebahagiaan, melainkan penuh ketakutan. Pria dengan seragam lengkap Angkatan Udara dengan berbagai lencana itu mengapungkan sebuah kalimat di udara. Sebuah kalimat dengan subjek di awal dan keterangan waktu di akhir. Tapi belum pasti kebenarannya.
“Berapa lama?” tanya Marisa, wanita yang tengah tersenyum masam tersebut.
Nugrah—pria berseragam Angkatan Udara itu menggeleng pada kekasihnya. “Aku tak tahu. Secepatnya. Atau selama mungkin. Yang pasti aku akan kembali padamu.”
Marisa tidak tahu hendak berkata apa. Kata-kata seolah menggantung di bibirnya dan segala macam pikiran menguap begitu saja. Nugrah, calon suaminya mendapatkan panggilan dari LAPAN sebagai pilot uji coba penerbangan antariksa bernama Project Lunar bersama NASA dan Angkatan Udara bersedia menawarkannya sebagai pilot terbaik yang mereka punya. Itu juga sudah termasuk pertimbangan dan persetujuan dirinya, kekasihnya, dan negara serta pelatihan kuat dan pola makan ketat. Toh dengan berbagai macam pengalaman seperti pasukan perdamaian di Palestina dan pertempuran melawan Australia di Timor Leste, AU sangat tulus menawarkan Nugrah untuk menjadi pemimpin negara dalam penerbangan perdana Indonesia di luar Bumi.
Namun, tetap saja, keraguan dan seribu satu macam tanda tanya yang lain selalu menyertai kepergiannya. Tapi esok adalah segalanya. Penolakan di malam ini tak lagi berarti apa-apa. Esok, ia tak lagi di sisi Marisa. Esok, ia sudah berada di antara bintang-bintang.
Marisa menjatuhkan bulir air matanya tanpa sadar dan Nugrah melihatnya. Pria itu mengusapnya dengan kedua telapak tangannya.
“Marisa, lihat mataku,” pinta Nugrah dan menangkup kedua pipi kekasihnya. “Aku akan kembali untukmu, dan setelahnya kita akan menikah. Kita akan bahagia selamanya, dengan rumah indah di sisi kota dan anak-anak yang tertawa.”
Sebuah keinginan yang berat. Namun Marisa hanya bisa mendekap erat pria itu; enggan melepaskannya.
**
“Ten ... nine ....”
“Engine, check!”
“Eight ... seven ....”
“Engine start.”
“Six ... five ....”
“Ready?”
“Four....”
“Ready!”
“Three ... two ... one!”
“Launch!”
Tiga mesin pendorong utama roket Explorer 2 mengeluarkan semua bahan bakarnya demi mengangkat seluruh bawaannya dan meluncur ke ruang angkasa. Semua orang di ruang kendali milik LAPAN bersorak-sorai bergembira, bahwa keberhasilan mereka ini akan tercantum di setiap media massa, lokal ataupun internasional. Di layar utama nan besar, tampak wajah Nugrah Harianto, pilot utama juga pimpinan ekspedisi ini tersenyum melihat hasil kerja keras negara dan usaha dirinya berhasil juga.
Di luar, di radius sejauh mungkin para penonton melihat pertunjukan terindah selama mereka pernah melihat. Pesawat dengan berbagai beban itu meluncur ke angkasa, sementara belasan ton bahan bakar langsung terbakar dalam proses peluncuran. Asap pembakaran bergumul, menutupi pandangan. Namun pesawat itu telah melaju, melayang lebih cepat dari kecepatan suara. Marisa tersenyum, kekasihnya telah membanggakan bangsa. Namun ia bangga lebih dari setengah mati, mengingat dirinya telah memenangi hati pria yang ia kagumi sejak masa sekolah itu.
“It was successful,” ucap Letnan Nugrah Harianto pada kelima anggota ekspedisi lainnya yang berasal dari berbagai macam negara. Semuanya mengangguk, dan Nugrah kembali memfokuskan dirinya pada pekerjaan mengendalikan roket berbobot satu setengah juta ton tersebut sebelum auto-pilot mengambil alih tugasnya di luar atmosfer nanti.
Dan semuanya terjadi.
**
Tembakan penghormatan dilakukan. Enam orang pasukan Angkatan Udara membopong sebuah peti mati mengkilap yang terbuat dari pohon jati. Tiada siapa pun di dalamnya, melainkan sebuah manekin berpakaian terbaik Angkatan Udara, dengan sejumlah lencana penghormatan dan tiga bintang di bahu. Marisa terenyak, dukanya terbendung dan air matanya terjun bebas ke pipi, dagu, lalu ke menghantam rerumputan nan gersang.
Sial. Nyatanya, roket Explorer 2 tidak pernah tiba di bulan, maupun sempat keluar dari lapisan terluar atmosfer. Tujuh puluh lima detik setelah lepas landas, mereka kandas. Api membakar mereka lebih cepat dari seharusnya, lebih cepat dari mata orang terbuka setelah mendengar suara dentuman dahsyat di udara. Mereka hancur berkeping-keping. Dan kepingan mereka melebur menjadi debu dan dihembus angin bebas. Dalam asap dan api, mereka telah gugur sebagai bunga. Dan koran dan majalah membahas ledakan itu. Dan semua sudut menyebut Nugrah Harianto sebagai pahlawan bangsa, sekalipun raganya tak bisa engkau jumpa; ia menyatu dengan udara dan juga angkasa.
Demikian, pikiran Marisa kembali buyar dengan tembakan penghormatan di udara. Dan peti mati itu mulai ditimbun tanah kemerahan pemakaman pahlawan. Tembakan penghormatan, untuk kali terakhir telah dilontarkan. Terbanglah sudah, nyawa dan sukma pria itu, bergabung dengan tugasnya dan keinginannya untuk mati di udara bersama pesawat demi nama bangsa.
Janjinya pada seorang insan tak ia tepati; seorang Nugrah Harianto telah selamanya pergi. Namun baktinya pada negeri telah ia beri.
Marisa menabur bunga di atas makam itu. Ia tidak menangis; ia tidak boleh! Kekasihnya pergi dengan sebuah kebanggaan besar, maka tak bolehlah ia ragu sedikit pun. Perihal janji, ia tak mengapa. Mungkin di hari kelak, mereka bertemu dan dipertemukan dalam surga; semoga.
Dan Marisa menaburkan sebuket mawar putih. Ia mohon pamit.
-TAMAT-
≠≠Cerita ini ditulis oleh LazuardiCho Terima kasih, Cil.
Gimana? Malam Minggu ada bacaan, kan? Baik Mimin mah😆
Ahhh, sad ini cerita 😭 Keren orang Indonesia mau ke luar angkasa, eh malah mati. Kan anu ....
Keren ceritanya, udah gua baca.😂 Sorry, Zu, udah ngendap lima hari baru ke-post sekarang 😂😂
Dari pas gua baca, revisi cuma nambahin tiga kata doang😂🔨 Bagus tulisannya. Menurut kalian?
Kuy lah mampir, ajak temen-temennya yang lain, masih banyak cerita lho.
Udah. Dari Mimin, yang pas update lagi digigitin nyamuk 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
JEDA
Short StorySemua cerita yang ada di sini adalah buah dari penduduk OSTRè. Kami, bukan master skenario yang mampu mencipta drama konflik super apik. kami hanyalah sekumpulan penulis amatir anak dari kedua orang tua yang haus akan tumbuh dan pengetahuan. Karya k...