“Mama mau beresin kamar, semuanya dibersihin.”
Aku hanya mendengkus sebal, sudah kuduga memang. Weekendku tak pernah seindah teman-teman yang lain, yah, walaupun Mama masih ngasih dispensasi bangun telat karena hari libur, itu juga cuma sampai pukul 07.00 pagi. Selebihnya seperti biasa; suara Mama bakalan ngalahin speaker mesjid.
“Bantuin dong angkatin kasurnya buat dijemur.”
Dengan sebal aku mengiyakan, membantu Mama mengangkat kasur yang lumayan berat bagiku.
Mama benar-benar membersihkan tiap pojok ruangan, ia berhenti sejenak saat adzan sholat lalu melanjutkannya lagi.
“Mah, tidur siang dulu 'kek.”
“Ini dikit lagi, lho, piring-piring simpanan Mama ini dilap terus selesai.”
Lagi-lagi aku menghela napas, bukannya membantu aku malah berbaring di dekat Mama yang masih sibuk dengan piring-piring kesayangannya. “Ini sumpit banyak banget Ma,” celetukku waktu Mama menghitung ada berapa pasaang sumpit miliknya. “Mama pernah kena demam korea juga?”
“Dih, yakali. Enggaklah. Mama dulu mah makan emang pakai sumpit terus pas nikah sama ayah kamu dia gak suka. Ya udah, Mama simpen aja.”
“Aku kira Mama gak bisa pakai sumpit lho, hehe.”
“Mama mah semuanya bisa,” jawab Mama dengan bangganya.
Aku hanya memutar bola mata, sudah biasa mendengar Mama memuji dirinya sendiri. “Ini apaan?” tanyaku lagi.
“Ya ampun masa ini doang kamu gak tau, ini tuh cetakan untuk buat cup cake.”
“Tapi Mama gak pernah buat, tuh.”
“Kamu nemu di mana tadi?”
“Itu di dalam bungkusan plastik.”
“Udah lama ini Mama cari, lagi dibutuh aja nggak pernah ketemu.”
Aku hanya terkekeh pelan, lalu memainkan ponsel membalas beberapa chat yang seharian aku abaikan.
“Coba deh kamu cari resep kue kukus gitu.”
Aku menghentikan kegiatanku membalas pesan, dan mencari apa yang mama katakan.
“Di youtube aja kali ya, Ma?” aku melirik ke arahnya. ”Lebih enak buat diikutin.”
“Terserah.”
***
Libur ngampusku masih lama, ya, sudah pasti aku harus memperbaiki gizi sebelum kembali ke kosan, hehe.
Sepertinya hari ini moodku memang sedang baik, buktinya sebelum Mama pergi kerja sepatunya udah ada di depan pintu dan tasnya juga udah aku letakin di motornya.
“Handpone Mama ambilin dong,” pinta Mama.
Aku mengambilnya lalu memberikan pada Mama. “Adek, buruan!! Mama udah mau berangkat!”
Kali ini bukan teriakan Mama, malah aku yang jengah sendiri ngeliat Hilmi masih berjalan santai.
“Sabar,” katanya.
“Buruan entar telat,” ucapku lagi.
“Mama juga gak rempong kak, diem sih jangan berisik.”
Aku mengacak rambutnya kesal dan ke dapur untuk sarapan. Kulihat kakak perempuanku juga sedang sibuk membersihkan dapur yang masih berserakan. Berusaha untuk tidak menyapa, karena sedikit menegurnya saja sudah bisa kupastikan dia akan menyuruhku untuk membereskannya. Semuanya, dan dia pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEDA
Short StorySemua cerita yang ada di sini adalah buah dari penduduk OSTRè. Kami, bukan master skenario yang mampu mencipta drama konflik super apik. kami hanyalah sekumpulan penulis amatir anak dari kedua orang tua yang haus akan tumbuh dan pengetahuan. Karya k...