Sudah beberapa hari ada pak Ali, tukang yang membantu kami untuk mewujudkan rumah impian kami.
Pak Ali sangat rajin, bahkan seringkali lembur agar rumah kami lebih cepat selesai.
Beliau tinggal di dukuh yang letaknya agak jauh dari tempat kami, jadi sering sekali klo lembur ngobrol dulu sampai larut.
"Ayo pak diminum wedang uwuhnya supaya seger lagi" aku meletakan nampan berisi dua gelas wedang uwuh diatas meja.
Pak Ali dan suamiku sedang sangat seru mengobrol malam ini, pak Ali sedang bercerita tentang desas desus pesugihan di dukuh sebelah.
Pesugihan sate gagak.
Aku akhirnya tertarik dan ikut duduk bersama mereka.
------ $$$$$ -----
Namanya Kartijo, seorang petani penggarap sawah, buruh tani miskin dengan tiga anak.
Mereka sering kali dihina karena kemiskinannya, anehnya bantuan pemerintah malah tidak pernah diterimanya.
Kemiskinan memang seringkali subyektif, sangat relatif, walau kamu miskin tapi kau tak anggap miskin jika kau tidak memiliki kekerabatan dan kedekatan dengan pamong pemerintah.
Lain jika kamu memiliki kedekatan dengan kerabat pejabat kelurahan walaupun rumahmu besar dan memiliki mobil sekalipun kamu bisa saja tercatat sebagai penerima bantuan.
Selalu begitu..
Dan kesalahan terbesar kita adalah tidak pernah perduli pada sebelah menyebelah, hingga terkadang mereka kelaparanpun kita tak paham.
Kemiskinan memang samgat dekat dengan kekufuran, apalagi di tambah pula dengan kebodohan.
Manusia sering mencari jalan tersingkat untuk menggenggam dunia, walaupun genggamannya itu melukai jari - jarinya.
Akhirnya Kartijo jatuh dalam kemusrikan, menjadi penjual sate gagak untuk para jin, yang membuat dia akhirnya keluar dr kemiskinan.
Tapi gempa jogja telah meluluh lantakan semua, istrinya meninggal begitu pula kedua putranya yang kehilangan ingatan.
Tumbal, kata orang - orang.
Rumah kartijo yang megah masih berdiri angkuh walau disana sini telah menjadi puing belaka.
Kartijo menghilang, tapi bau sate gagak masih sering tercium dari arah rumahnya.
Bau harum anyir yang disukai para jin penggoda manusia.
----- $$$$$ -----
"Apa ini kisah nyata pak?" Tanyaku penasaran, pak Ali mengerdikan bahu
"Wallahu'alam nduk"
"Pesugihan sate gagak itu beneran ada pak?"
"Kita wajib mengimani adanya mahluk ghaib, setan, iblis, jin, dan mereka tak akan berhenti sedikitpun untuk menggodai kita dengan berbagai cara" Kata pak Ali, sambil menyesap tegukan terakhir wedang uwuhnya.
"Hani, Aku antar pak Ali ya" Suamiku mengambil jaket
"Jalan?" Tanyaku
"Iya, masak terbang" Jawabnya tertawa renyah "Cuma sampai depan kuburan kok"
Begitu mereka berdua pergi aku segera menutup pintu pondok dan mencoba tidur sambil membaca puisi - puisi yang sedari tadi aku coba selesaikan.
Andai saja kami cukup punya duit untuk membeli prangko hari ini, keluhku, tapi ada kebutuhan lain yang jauh lebih mendesak, susu tole contohnya.
Atau lebih baik menjual sate gagak? Batinku dan segera aku beristigfar.
Tiba - tiba bau sate yang sangat gurih tercium hidungku, badanku menjadi merinding, bulu kudukku berdiri, kupeluk tole yang kemudian menggeliat jengah.
Bau sate itu makin kuat, aku teringat di belakang rumah ada sarean, itu membuatku makin ketakutan.
Tiga bulan yang lalu ada puluhan korban gempa yang di makamkan dengan cara sesederhana mungkin di makam itu.
Ingatan akan itu membuatku makin takut dan merinding, aku peluk tole makin erat walau dia berusaha memberontak.
"Tok tok" suara pintu diketok mengejutkanku.
"Tok tok tok" suara itu semakin keras, dan bau itu semakin kuat, aku benamkan kepala di bawah bantal.
"Haniii... " terdengar suara suamiku dan slot yang coba dibuka dari luar "sudah tidur?"
Aku segera bangun melihatnya di depan pintu
"Ayah? Beneran ayah? Bukan genderuwo?" Tanyaku yang disambut gelak tawa suamiku.
"Ni ayah bawain sate ayam, tu anak - anak muda pada bakar sate dibelakang" katanya sambil menyodorkan bungkusan yang sangat harum
"Dikira ayah jadi korban sate gagak ya?" ledeknya, kucubit pinggangnya yang membuat gelaknya semakin keras.
Semoga Allah menjaga keteguhan iman kami sampai nanti..
Aamiin
Bersambung..