Rainbow after storm. 010

42 10 0
                                    

"Terserah lo deh!" Suara bernada tinggi yang dicetuskan gadis berumur 14 tahun itu kepada i-phone miliknya, sepertinya Mikaela sedang kesal kepada seseorang yang sedang ia telfon tadi. Mikaela nggak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar tadi. Mika mengamuk dan menjatuhkan vas yang tadinya diletakkan diatas meja riasnya, kini sudah tidaj berbentuk tergeletak di lantai kayu milik kamar Mikaela. Sedih, marah, benci, bahagia, perasaannya mulai campur aduk. Lalu buliran asin membasahi pipinya, punggung tangannya lalu bed-cover bermotif kupu kupu miliknya

"Kenapa... hiks... kenapa lo ngancurin... hiks..." isakkan Mikaela tidak berhenti setelah 3 jam. "Lo pengecut hiks.... lo kejam!! Kejam!" Isaknya semakin parah sembari mengacak-acak rambutnya dan merobek polaroid-nya. Bagi Mikaela tidak ada yang lebih penting selain, "Selamat, Mikaela John menduduki ranking ke-2 untuk ajaran semester kali ini" ucap bapak beparuh baya yang umurnya sudah memasuki kepala 4. Setidaknya itu yang ia dengar ditelfon tadi.

"LO PENGECUT, LO NGAMBIL HAK GUE... HIKS.. LO NGAMBIL HAK GUE.." isaknya mengambil gunting dan menggunting baju-baju sekolahnya. "GUE BENCI LO GUE BENCI... HIKS.... BENCI... HIKS" isaknya lebih keras setelah melihat mamanya berada didepan pintu. "Ya ampun nak, kamu kenapa? Sini" ucap mama Mikaela, Merischia De Dastan yang berketurunan Prancis.

"Ma..." rengek Mikaela yang sedang menyandarkan kepalanya dipangkuan mamanya. "Iya sayang?" Balas mamanya sembari mengelus pipi anak satu-satunya itu. "Mika.. hiks.. Mika nggak ranking 1 lagi ma... hiks..." isaknya sambil menenggelamkan kepalanya dibawah telapak tangannya. Sedih adalah rasa yang tidak permanen, namun bisa juga menjadi permanen jika saja tidak dilupakan penyebabnya, batinnya.

"Gue mau bicara, Rin" cetus mikaela kepada Irene. "Bicara aja, itu udah" balas Irene dingin sambil menyodongkan Potato chips yang sedari tadi ia lahap. Berhenti sejenak lalu menatap Mikaela, lalu kembali menatap kedepan dengan tatapan kosong. "Gue benci lo," ujar mikaela membuat Irene menatapnya tidak percaya, menunjukan ekspresi Are you kidding me?! Setelah itu, Irene kembali menatap kosong lalu membuka mulut dan mengeluarkan kata-kata dari bibir mungilnya, "Gue nggak percaya lo--" belum siap Irene menlanjutkannya, Tangan Mikaela sudah berada dibibir Irene, menutup bibirnya tidak membiarkan sedikit cela terlihat, "Gue belum siap,Rin" ujarnya melepaskan tangannya.

"Itu dulu, Gue udah lupain kok, tapi gue rasa nggak harus ada rahasia kan?" Ucap Mikaela disambut anggukan dari Irene, "Dulu itu, lo ngambil posisi gue jadi Ranking pertama, Gue benci lo karena itu, banget. Tapi itu dulu, gue sadar gue sedih dan cemburu. Jadi Gue ikut saran mama dan Gue lupain" tanpa sadar, satu bulir air mata keluar dari mata Mikaela, Irene lalu mengelus pundak sahabatnya untuk menenangkannya. "Maafin gue,Rin. Maaf.. hiks.. gue jahat..." isak Mikaela menyesal, "Udah dong,Mik. Lagian juga itu kita umur berapaan coba, lupain aja," ucap Irene kepada Mikaela lalu mendapat anggukan setuju darinya. Setelah itu mereka berpelukan lama dan berbincang.

"Makasih ya udah mau maafin gue" ucap Mikaela sebelum akhirnya batang hidung gadis tersebut menghilang dari pandangan Irene. "Makasih udah mau jadi sahabat gue juga, Mik" ucap Irene kepada dirinya sendiri.

***

"Hoammm," Aldi sambil menguap menghampiri Ken yang sedang ada di meja makan. "Ngapain lu?" Tanya Aldi melihat Kenzie sangat serius dengan mac-book yang ada didepannya. "Ngerjain tugas lah, Dosennya killer, bro" balas Kenzie singkat. "Hahaha, mau killer nggak killer tetep aja lu sibuk Mac-book." Ucap Aldi jujur, memang Kenzie sangat Rajin setelah kepergian kedua orang tuanya. Aldi salut dengan Kenzie yang begitu semangat, gue bangga,bro punya adek kayak lu, batinnya. Walaupun mereka bukan Saudara kandung, Aldi selalu mendukung Kenzie dan begitu juga sebaliknya.

Selang beberapa menit kemudian perut Aldi meraung-raung. Kenzie tertawa dan segera meletakkan dua Roti bakar selai nutella favorit Aldi diatas piring Aldi yang kosong. Tanpa aba-aba, Aldi pun melahap Roti bakar tersebut. Sesuai dugaan Kenzie, Aldi tidak akan cukup kenyang jika sarapannya hanya 2 Roti bakar selai nutella jadi Kenzie sudah mempersiapkan beberapa potong Roti bakar polos dan nutella jar bersertanya.

Kenzie memang anak yatim piatu, namun ia tidak pernah merasa sendirian, dan mungkin tidak pernah depresi, menurutnya anak-anak yatim piatu yang mengatakan untuk apa hidup jika tidak ada dukungan dari orang tua dan sebagainya,hanyalah omong kosong. Karena Kenzie yakij bahwa kedua orangtuanya yang telah mendahuluinya akan selalu mengamatinya dari atas sana.

"Halo," ucap Irene saat telfonnya diangkat.
"......."
"Jalan-jalan yuk besok, jam 1. Gue bosenn" ajak Irene kepada penerima telfon.
"........."
"Humph, nggak ada tapi-tapian, pokoknya temenin akuuu" rengek Irene sembari menahan tawanya
"....."
"Okeisip, dah bos" ucap Irene sebelum menutup sebelah pihak telfon tadi. Sepertinya orang yang berada ditelfon tadi menyerah untuk meladeni Irene jika sedang manja.

***

Irene memang dingin, tapi dia juga bisa semanis gula, sepedas cabe rawit, sepahit kopi tapi Irene tetaplah Irene. Irene juga yang udah jatuhin ini hati, dia juga yang harus nanggung jawab, nangkep hati itu, Batin Kenzie Aldric.

________________
Vote and comment yaa!!! support author terus hehe~ Author sayang kutu wattpad. (Baca: readers)

Sincerely,

Author🍃

I'm glad it was youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang