KARAVIAN #15

53 11 0
                                    

Sejak kejadian beberapa menit yang lalu, Kavina tak banyak bicara. Matanya sembap, juga hidungnya yang memerah akibat menangis.

Raffa yang melihat itu dari sejak Alvian menitipkan Kavina untuk pulang bersamanya tak berani memulai berbicara atau bahkan menjahili Kavina seperti biasanya.

Kavina turun dari motor Raffa sambil membawa makanan pesanan Mamanya.

Raffa tidak tega melihat Kavina seperti itu. Raffa lebih menyukai Kavina yang suka kesal dan marah akibat ulahnya sendiri, karena menurutnya jika Kavina seperti itu kecantikannya akan bertambah seratus kali lipat.

"Kav... Lo gapapa kan?" tanya Raffa dengan hati-hati.

Kavina menoleh menatap Raffa, ia tersenyum kecil lalu mengangguk.

"Gue baik-baik aja kok" suara serak yang keluar dari mulut Kavina membuat Raffa menjadi tidak tega.

Kavina kembali berbalik ketika Raffa tak kembali merespon perkataannya.

"Kavina..." panggil Raffa.

Kavina kembali menoleh. Tiba-tiba saja tubuhnya terhuyung ketika seseorang langsung menarik lengannya dan menangkap tubuhnya lalu memeluknya dengan erat.

Hati Kavina sedikit menghangat kala berada didalam pelukan Raffa.

"Gue gak bisa liat lo nangis kaya gini" gumam Raffa tepat ditelinga kanan Kavina.

"Jangan nangis lagi, sayang..." Kavina langsung mendongak ketika Raffa berkata demikian. Keningnya berkerut.

"Maksud gue sayang sama air mata lo yang berharga itu keluar dengan sia-sia" jelasnya.

Raffa kembali menggelamkan kepala Kavina didada bidangnya.

"Kalau boleh gue tau, sebenernya lo ada apa sama Alvian?"

"Gue...gue break sama dia" lirih Kavina.

Entah harus bahagia atau sedih, Raffa sedikit merasa senang sebab usahanya untuk menarik perhatian Kavina kembali berpeluang besar. Tetapi ia merasa sedih juga karena ia tak tega melihat Kavina seperti ini.

Raffa meregangkan pelukannya lalu menangkup wajah Kavina.

"Gue mau bertanya satu hal sama lo, tapi gue minta lo jawab dengan jujur" pinta Raffa, Kavina menatap Raffa lalu mengangguk lemas.

"Apa lo masih ada rasa sama gue?"

🐛🐛🐛

Hari demi hari tak terasa Kavina dapat berinteraksi seperti biasa meskipun tanpa Alvian.

Bahkan saat kemarin pun, ia tak sengaja berpas-pasan dengan Alvian di perpustakaan. Namun Alvian segera berlalu dari hadapannya.

"Apa kalian mengerti anak-anak?" tanya Bu Desy, guru sejarah.

"Mengerti bu!" jawab mereka serempak.

"Baiklah, kalian kerjakan dulu tugasnya dihalaman 89. Ibu mau ke toilet dulu sebentar" pamitnya.

"Mau saya temenin gak bu?" celetuk seseorang dengan menampilkan cengiran khasnya.

Bu Desy menggeleng, "Tidak usah Raffa, ibu bisa sendiri" jawabnya dengan halus.

Ahh Raffa semakin tersanjung dengan satu guru ini. Udah sholehah, cantik, baik, pinter lagi! Pikir Raffa.

"Heh Rip, gue nebeng dong!" ujar Raffa.

Arip mengkerutkan alisnya bingung, "Nebeng apaan?"

"Nebeng buku hehe" jawabnya.

"Gue lagi males nulis nih, rajinnya kalau gue godain Bu Desy sama jailin Kavina. Godain Bu Desy udah tadi, nah sekarang gue mau jailin Kavina. Ya ya?" ucapnya dengan berharap Arip akan membantunya.

KARAVIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang