Hai! Chapter ini dan seterusnya dari sudut pandang ketiga ya.
Enjoy!
******************************
Seberkas sinar terang tiba-tiba menghiasi salah satu sudut taman kota, kontras dengan suasana malam yang gelap pekat. Tidak ada satu orang pun yang menyaksikan keanehan ini, hanya sekumpulan anjing liar yang menyalak tanpa henti. Sebuah sosok melangkahkan kakinya melewati sinar tersebut. Matanya memandang was-was ke segala penjuru taman. Saat yakin tidak ada sesuatu yang mengancam, sosok itu tersenyum. Sikap siaga yang tadi ditunjukkan hilang, digantikan dengan kedua tangan pria berbahu lebar itu yang diregangkan.
"Akhirnya aku berada di sini," bisiknya pelan. Guk guk! Pria itu menatap segerombolan anjing yang masih menggeram ke arah dirinya. Alisnya terpaut menunjukkan wajah tidak suka dengan makhluk yang sedari tadi mengusiknya. Aura intimidasi menguar secara natural.
"Diam," ucapnya. Tanpa dikomando, anjing-anjing tersebut menuruti perintahnya dan tertunduk ketakutan. Senyum di wajahnya merekah. "Hei, kalian mudah sekali diperintah. Sepertinya aku bisa menyukai kalian jika tidak berisik seperti tadi." Pria itu menepuk puncak kepala salah satu anjing di depannya.
Duar Duar! Sekelebat sinar putih dari langit bermunculan diikuti oleh suara menggelegar yang memecah kesunyian. Ia menatap langit gelap dengan alis berkerut. Tetes-tetes air turun membasahi tanah yang sedari tadi kering. Petir yang menyambar ganas, angin yang bertiup dengan kencang, serta butiran air hujan yang turun secara tiba-tiba membuat dirinya waspada. Hanya satu alasan mengapa cuaca bisa berubah secara drastis seperti saat ini. Dan alasan itulah yang membuat ia berada di tempatnya sekarang.
Mata pria itu mengikuti arah angin bergerak. Dia pasti di sana, batinnya. Tanpa pikir panjang ia berlari menuju pusat berkumpulnya angin dan petir. Gelang yang melingkar di pergelangan tangannya berbinar biru. Tanda bahwa orang yang dicarinya sedang berada dalam bahaya. Dia berharap bahwa dirinya tidak terlambat. Pandangannya berhasil menemukan sosok orang itu yang sedang berdiri di puncak sebuah gedung kosong. Namun kata-kata yang terdengar di telinganya membuat dadanya bergemuruh. "Selamat tinggal dunia dan selamat datang kematian," Sedetik kemudian pria di atas gedung itu menghempaskan tubuhnya ke tangan gravitasi bumi.
"Tidak, tidak. Kau tidak boleh mati," erangnya sambil melesat, menjemput tubuh yang siap untuk menghantam tanah.
*************
Seongwoo membuka matanya perlahan. Pria itu mengerjapkan matanya dan tersentak saat ingat apa yang dia lakukan sebelum menutup mata. Dirinya melompat dari gedung berlantai dua puluh. "Dimana ini? Apa aku sudah mati?" ucapnya sambil meraba tubuhnya. Aneh. Tidak ada luka satu pun yang tercetak di tubuhnya. Semudah itukah meninggalkan dunia? Kau sama sekali tidak mengalami rasa sakit dan tiba-tiba terbaring di atas tempat tidur hangat. Seongwoo tersenyum, kenapa tidak dari dulu ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
"Maaf kalau aku menghancurkan kesenanganmu, tapi kau belum mati," sebuah suara mengagetkan pria itu.
"Oh iya, untuk menjawab pertanyaanmu tadi. Saat ini kita sedang berada di kamarmu." Seongwoo melebarkan kedua matanya dan memandang sekeliling. Benar. Ruangan ini adalah kamar tidurnya. Pria itu berusaha menahan rasa kagetnya dan melemparkan tatapan sinis ke arah orang asing yang sedang berdiri di sudut kamarnya.
"Siapa kau?" tanya Seongwoo sambil memicingkan matanya. Sosok yang ditanya tersebut berjalan melewati kegelapan, mendekatinya. Sebuah senyum jenaka terpasang jelas di wajahnya yang putih pucat. Rambut coklat tuanya terlihat bersinar saat terpapar cahaya lampu. Membuat Seongwoo sedikit menahan nafasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince of the Darkness (ONGNIEL)
FantastikDalam setiap manusia, tersembunyi sosok iblis. Tetapi untuk seorang Ong Seongwoo, dia adalah iblis itu sendiri.