Just let it slide, wasting time
Just keep it going and going
"Salamander" – Ellegarden
"AKHIRNYA!" Aku melemparkan tas begitu saja dan menghempaskan diri ke atas kasur sambil mengembuskan napas panjang. Sungguh, perjalanan mencapai kamar yang terletak di lantai dua tak pernah sesulit ini. Setiap kali menginjak satu anak tangga, setiap kali itu juga rasa nyeri menyerang kaki kiriku. Untunglah rumahku selalu sepi saat sore, jadi aku tak harus menjelaskan apapun pada papa dan mama—itupun kalau mereka ada waktu untuk memperhatikanku.
Setelah beberapa waktu berdiam di posisi itu, aku membalikkan badan sambil memeluk guling; mencoba mengingat kesimpulan gila yang melintas di benakku tadi. Ya, itu betul-betul ide gila. Kalau mengutip keterangan dari polisi yang sekilas kubaca di media beberapa hari lalu, Anne resmi dinyatakan bunuh diri. Banyak hal yang menguatkan kesimpulan itu, salah satu diantaranya karena dia terlihat sendirian di sepanjang live. Namun kini aku meragukan hal itu. Tak bisa kuhindari, kini aku curiga kalau saat itu mungkin Anne tidak betul-betul sendirian. Mungkin dia sedang bersama seseorang—atau mungkin lebih—dan, siapapun itu, dialah yang bertanggung jawab atas kematian Anne, entah bagaimana caranya. Namun, siapa?
Bianca?
Nama itu muncul begitu saja tanpa kurencanakan dan buru-buru kutepis dengan sebuah gelengan keras. Enggak, enggak boleh gitu!Bianca memang mencurigakan, apalagi aku tahu pasti selama hampir setahun ini dia dan genknya terus mengusik Anne. Namun aku juga tahu, begitu mengarahkan kecurigaan pada satu nama, kita akan sulit berpikir jernih dan mengabaikan fakta sebenarnya. Setidaknya itulah yang selalu dikatakan oleh Anne setiap kali aku frustrasi menebak alur dalam novel dan manga misteri yang dia sodorkan padaku.
"Kalau baca cerita misteri, jangan buru-buru nebak pelakunya," saran Anne saat aku nyaris melempar manga Kindaichi yang tengah kubaca, "kumpulin dulu semua bukti dan tandain yang keliatan nggak beres.Pokoknya, catet aja semua yang kerasa aneh, sesepele apapun itu. Tar juga ketahuan kok siapa pelakunya."
Bukti.
Tiba-tiba saja pencerahanitu datang,membuatku langsung mengubah posisi tidur jadi duduk. Aha!Kurasa aku tahu apa yang harus kulakukan. Pertama, aku perlu bukti kalau Anne tak sendirian saat live itu. Setelah itu, aku harus mencari tahu SIAPA yang bersama Anne dan kenapa dia ada disana. Kebetulan, atau mungkin dia terlibat dalam peristiwa itu? Andai dua hal itu sudah jelas, kurasa akan lebih mudah untuk menguraikan simpul selanjutnya, termasuk apakah Anne betul-betul bunuh diri atau 'bunuh diri'. Kemungkinan terakhir itu membuat bulu kudukku meremang ngeri.
Namun kemana aku harus mencari bukti? Anne 'hanya' memberikan kode SOS yang cuma dipahami oleh kami berdua. Hanya aku yang bisa membuktikan kode itu, jadi kurasa posisinya tak cukup kuat sebagai bukti. Anne memang memberikan selembar surat berisi curahan hati dan ketakutannya, tapi kurasa itu hanya akan membuktikan kalau dia dirisak. Aku butuh sesuatu yang lebih jelas; sesuatu yang lebih kuat untuk dijadikan bukti kalau ada orang lain bersama Anne saat live itu.
Tunggu.
Aku baru menyadari sesuatu.
Anne tak cuma meninggalkan surat saja. Dia juga meninggalkan buku Hannibal Rising! Apa dia meninggalkan petunjuk lain di buku itu—selain surat?
Pemikiran itu langsung membuatku loncat dari tempat tidur dan abai akan kaki kiri yang masih terkilir. Alhasil aku sedikit meringis dan terpincang-pincang untuk mencapai meja belajar, tempat aku meletakkan buku Hannibal Rising milik Anne yang sengaja kupinjam dari Tante Hetih. Setelah berhasil mencapai buku itu, dengan tak sabar aku membolak-balikkan setiap halamannya; mencoba menemukan sesuatu yang mencurigakan di buku itu, dan...
KAMU SEDANG MEMBACA
[URBAN THRILLER] Vie Asano - Suicide Knot (SUDAH TERBIT)
Mystery / ThrillerSeorang siswi mati. Bunuh diri. Siaran live Instagram-nya saat gantung diri di ruang kelas menjadi viral. Benarkah sesederhana itu? Benarkah kejadiannya seperti yang terlihat? Karen tidak percaya. Anne tidak bunuh diri. Anne tidak mungkin bunuh diri...