There is always a pleasure in unravelling a mystery, in catching at the gossamer clue which will guide to certainty
Elizabeth Gaskell, Mari Barton
Awal tahun ajaran baru 2017, beberapa hari setelah naik kelas XI. Lokasi: ruang perpustakaan SMA Bhakti Paloma.
"Hai, kamu Lidia?" Suara panggilan itu membuat aku yang sedang mencoret-coret di atas buku sketsa dan Anne yang tengah membaca langsung menoleh ke arah sumber suara yang ternyata berasal dari seorang cowok bertubuh cukup tinggi. Rambutnya sedikit berantakan, tapi anehnya terlihat cocok dengan penampilan keseluruhannya yang terlihat santai tapi berkelas dan—yah—menarik.
Tanpa menunggu jawaban dari Anne, cowok itu langsung menarik salah satu kursi di meja kami dan duduk di sana.
"Kamu Lidia, kan? Lidia Anneliese Sharai?" Rupanya dia merasa masih perlu memastikan karena Anne tak kunjung menjawabnya. Dari sudut mataku, aku bisa melihat wajah Anne sedikit memerah sebelum mengangguk takut-takut. Wajar, Anne memang selalu merasa gugup kalau didekati oleh orang yang belum dikenal, apalagi orang itu cowok.
"I-iya," jawab Anne gugup. "Anne saja," tambahnya. Mata Anne langsung membulat saat cowok itu dengan antusias mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi Wattpad, dan menunjukkan sebuah profil. Aku mengenalinya sebagai profil Wattpad milik Anne.
"Ini Wattpad kamu?" Begitu melihat Anne mengangguk, cowok itu terlihat makin berbinar. Dia mengulurkan tangannya dan tanpa basa-basi menjabat tangan Anne yang terlihat sedikit berjengit. "Aku Cello!" katanya antusias. "Kita sekelas, tapi kayaknya kita belum kenalan, ya? Kemarin aku nggak sengaja nemu Wattpad kamu dan suka banget sama tulisan-tulisan kamu di sana! Thriller-misteri kamu keren! Kayaknya kita satu selera bacaan nih! Pas lihat foto profilnya, kok kayaknya nggak asing? Eh ternyata kita sekelas! Aku—"
"Ehm!" Risih karena Cello tak juga berhenti bicara, aku langsung berdeham untuk mengalihkan perhatian. Berhasil. Sepertinya dia sadar kalau barusan aku sengaja menyela karena cowok itu langsung meringis; membuat lesung pipinya terlihat jelas. Saat itulah aku baru memperhatikan kalau cowok ini punya karakter wajah yang sepertinya dibentuk oleh perpaduan beberapa ras, membuatnya terlihat berbeda dari cowok-cowok lain di sekolah kami—sekaligus terasa familier.
"Soriii—" ucapnya dengan nada menyesal. "My bad. Kalau udah ketemu sama penulis atau orang yang satu selera bacaan, aku suka lupa diri. So... Hai, aku Cello. Kamu Karen, kan?" Tangan Cello terulur ke arahku. Sayangnya saat itu aku malah sibuk dengan pikiranku sendiri; mencoba mengingat-ingat siapa cowok ini. Apa dia ketua OSIS? Atau mungkin seseorang yang populer karena tampangnya? Entahlah, aku tak yakin. Aku—dan juga Anne—memang hampir selalu ketinggalan gosip di sekolah. Namun aku cukup yakin cowok ini terasa familier bukan karena kami sekelas. Hal lain yang tak bisa kupahami, ada sebentuk perasaan tak enak saat melihat Cello. Seperti ada sesuatu yang berbahaya, walau aku sendiri tak tahu apa itu.
"Hei." Teguran itu membuyarkan lamunanku. Saat sadar, kulihat Cello masih mengulurkan tangannya. Gugup, aku balas menjabat tangan itu sekadar untuk berbasa-basi.
"Karen," gumamku seadanya sambil secepatnya menarik tanganku. Sepertinya Cello tahu kalau aku menanggapinya dengan setengah hati karena raut wajah cowok itu sedikit berubah. Senyumnya pun tak lagi seantusias sebelumnya. Semula kupikir dia akan langsung pergi kalau dicuekin seperti itu. Namun ternyata Cello malah kembali mengalihkan perhatiannya pada Anne.
"Kamu suka Conan Doyle? Dan Akiyoshi Rikako juga? Aku enjoy banget baca cerita kamu! Gaya deduksi tokoh-tokohnya ngingetin sama gayanya Sherlock Holmes. Kamu juga pakai kode-kode yang keren! Tapi pilihan plot twist kamu ngingetin sama Holy Mother-nya Akiyoshi Rikako. Berlapis-lapis dan nggak ketebak! Emang suka genre misteri, ya? Pure misteri atau campuran dengan thriller dan horor juga? Terus lebih suka novel misteri Barat atau Asia—kayak Jepang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[URBAN THRILLER] Vie Asano - Suicide Knot (SUDAH TERBIT)
Misterio / SuspensoSeorang siswi mati. Bunuh diri. Siaran live Instagram-nya saat gantung diri di ruang kelas menjadi viral. Benarkah sesederhana itu? Benarkah kejadiannya seperti yang terlihat? Karen tidak percaya. Anne tidak bunuh diri. Anne tidak mungkin bunuh diri...