Knot#17: Ace

1.8K 258 29
                                    

"We cannot change the cards we are dealt,
Just how we play the game"
Randy Pausch

* * * * *

Pintu kafe Lucky One dibuka, menimbulkan bunyi berderit yang khas. Seketika aliran udara di lantai dasar kafe itu pun bergerak, membuat aroma kopi dari area bar menguar dan menyapa indera penciumanku yang mulai terkantuk-kantuk karena bosan menunggu. Aku melirik malas ke arah ponselku untuk melihat waktu. Wah, ternyata sudah pukul 15.30. Apa mungkin barusan itu dia yang datang?

Kantukku hilang. Aku menegakkan tubuh dan berpura-pura sibuk mencoret-coret di buku sketsa yang sejak tadi kudiamkan saja. Diam-diam aku mengintip ke area di sekitar pintu masuk dan langsung menahan napas.

Satu sosok berperawakan mungil, rambut lurus lepek sebahu, wajah bulat berhias kaca mata berbingkai bundar melangkah masuk sambil celingukan. Ekspresi ketakutan-kali ini terlihat lebih gugup dan tertekan dari biasanya-setia menghiasi wajahnya. Persis seperti kelinci yang sadar kalau dia akan masuk ke sarang predator. Sungguh sebuah analogi yang cocok sekali mengingat sore ini, dia-maksudku Chacha-yang akan jadi target utamaku.

Chacha terlihat mengedarkan pandangannya ke seisi lantai ini dan aku langsung menyembunyikan wajah dengan cara menundukkan kepala dalam-dalam. Dia tak boleh melihatku sekarang! Sambil menarik buku sketsa supaya berdiri dan menutupi wajahku, aku sedikit mengintip untuk memastikan kalau dia datang sendirian sesuai pesan yang kukirimkan ke DM Cha2X999. Setelah yakin kalau cewek itu masuk ke kafe ini tanpa membawa teman, aku lantas melirik ke luar jendela, mengamati area parkir. Bagus! Tak ada siapapun yang terlihat sedang menunggui Chacha. Sepertinya dia betul-betul ketakutan sehingga mau menuruti semua perintahku tanpa membantah.

Chacha masih bergerak sesuai intruksi yang kuperintahkan di DM. Dia melangkah ke meja bar dan-dari tempatku duduk-kudengar dia bertanya yang mana barista bernama Sam. Kak Sam muncul dari arah dapur, kemudian melirikku melalui ujung matanya. Setelah aku mengangguk kecil, Kak Sam mengedipkan sebelah mata dan mengajak Chacha naik tangga, menuju ruangan di bawah atap-persis seperti yang kuminta pada Kak Sam.

Lima menit berlalu, Kak Sam sudah kembali turun dan langsung menghampiri mejaku.

"Kareninaaa, dia udah nungguin di attic, lho," Kak Sam memamerkan senyuman lebarnya dengan gayanya yang gemulai. "Kasian deh, ih, keknya takut-takut gitu, lho! Pas duduk juga gemeteran. Ya ampuuun! Aku sempet takut dia bakalan pingsan!" Aku membalas celotehan Kak Sam dengan senyuman berterima kasih dan sebuah hembusan napas panjang. Sambil membereskan barang-barang bawaanku, aku kembali merapal mantra yang sudah sejak kemarin kulakukan.

Ini demi Anne.

Aku harus kuat.

Sekarang saatnya mengurai simpul kematian Anne.

Sebuah tepukan mendarat di pundak, membuat lamunanku ambyar seketika. Kulihat Kak Sam menatapku, kali ini terlihat lebih serius-sekaligus lebih lembut.

"Ini demi Anne kan, Karenina? Semangat, yaa! Kamu pasti bisa." Tak lupa Kak Sam mengepalkan kedua tangannya dan membentuk pose 'fighting' seperti yang biasa kulihat di manga koleksi Anne. Tak ayal sikap Kak Sam itu membuatku sedikit lebih rileks sekaligus percaya diri, karena aku tahu disini ada Kak Sam yang mendukungku. Aku kembali menghembuskan napas panjang.

Bisa. Aku pasti bisa.

* * * * *

Ada beberapa alasan kenapa aku meminta Kak Sam mengantar Chacha ke ruangan di bawah atap atau attic kafe ini. Pertama, karena attic ini memiliki sebuah spot unik-dirancang menyerupai kamar tidur dan sedikit terpisah dari tempat duduk lainnya. Jadi aku tak perlu khawatir ada yang akan menguping pembicaraan kami. Kedua, karena ini spot favorit aku dan Anne. Tempat kami banyak menghabiskan waktu bersama. Terlalu banyak kenangan yang kami lalui disini dan, kuharap, sedikit banyak itu dapat memberikan kekuatan tambahan untukku dalam memainkan permainan ini-permainan membongkar rahasia Bianca melalui Chacha.

[URBAN THRILLER] Vie Asano - Suicide Knot (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang