10

310 10 3
                                    


Rafif pov

Setelah mengajar, aku pun mulai pamit dari keluarga wanita itu. Disaat bertanya tentang hal yang ingin ku lakukan sekarang, aku sangat ingin mengucap doa dan selamat atas umur yang Allah berikan padanya. Ku harap, dia selalu diberkahi, diberikan jalan kemudahan, selalu disayangi, diberikan kepanjangan hidup, diberi rahmat, dan semoga Allah angkat sifat cerobohnya. Entah! Aku sangat suka berkata dia ceroboh. Dan kecerobohan yang selalu di buatnya membuatku ingin dan ingin tahu tentangnya, ingin selalu menjadi pelindung baginya. Aku bingung dengan rasa. Rasa ini, entah apa yang harus ku lakukan.

"bi pulang dulu yah bi, insyaAllah ngajinya lagi saat 3 hari kedepan bi. Rafif mau pulang kampung dulu bersama keluarga bi. " ucapku pamit sambil meminta izin cuti.

"nak rafif mau pulang kampung ? Oh iya nggak apa-apa , hati hati dijalan yah nak rafif."

"iya bi, kalau begitu saya pulang dulu , aqilah bacaan iqra' yang telah di pelajari di ulang terus yah . Nanti kalau kakak datang lagi kakak mau tes qila." ucapku pada aqila yang berada di samping bibi depan rumah saat mengantarku keluar dari rumah mereka.

"ok kak, siap." serunya dengan semangat dengan memperagakan hormat bagaikan hormat pada pembina upacara sekolah, lengkap dengan gaya tegapnya. Dia memang sudah mulai akrab denganku. Dia tipe anak yang baik, kelihatan pendiam dan jutek, tetapi jika telah mengenalnya dia anak yang periang dan pintar. Itu menurut prediksiku setelah mengajarnya beberapa hari ini.

"assalamualaikum." ucapku memberi salam pada bibi dan aqila yang berhadapan denganku.

"waalaikumussalam warohmatullah ."

____

Perjalanan dari kota ke kampung halaman rafif membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam. Saat rafif start dari kota pukul 06:00 pagi, ia sampai di kampung halamannya sekitar pukul 12:00. Dengan pemandangan sawah dan pepohonan , di balur dengan rumah rumah penduduk. Dan jika telah memasuki daerah  kampung halaman rafif dan keluarganya, pemandangan indah gunung serta tanaman hijau mengelilingi dimana saja mata memandang. Daerah yang asri, dengan penduduk yang tidak terlalu padat serta ramah, pemandangan gunung yang indah, serta udara yang benar benar sejuk dan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kota. Inilah mengapa orang tua rafif tetap sering pulang ke kampung jika ada waktu luang dari pekerjaannya sebagai walikota. Sesempat mungkin ia akan berkunjung ke kampung halaman tercinta .

Setelah sampai di rumah keluarga rafif yang memang ada sejak dahulu sebelum abah rafif menjadi walikota , mereka pun makan siang dan beristirahat. Di rumah itu, memang ada  seorang pekerja rumah tangga yang menjaga dan merawat isi rumah. Sepasang suami istri yang telah bertahun tahun menjaga dan merawat rumah rafif dan keluarganya. Jika mereka berencana pulang ke rumah , mereka akan mengabari bu wati dan pak ramah untuk membereskan dan menyiapkan di rumah.

Dingin dan sejuknya malam kembali di rasakan oleh rafif . Suasana yang jarang ia dapatkan semenjak mondok. Wajar saja, ia hanya boleh keluar asrama satu kali dalam sebulan itupun dalam waktu 3 hari saja. Jadi sangat jarang ia bisa pulang ke kampung untuk hanya merasakan indahnya pemandangan dan kesejukan .
Seperti saat ini, ia sangat betah untuk menikmati angin malam di teras atas rumahnya.

"nak, kamu ngapain disitu ? Masuk gih. Ini udah malam , nanti kamu masuk angin ."

   Hadirnya ibu rafif membuyarkan lamunan rafif

"iya bu, sebentar lagi yah. Rafif belum ngantuk, lagian didalam gerah bu. Nanti kalau larut rafif masuk ."

"ya kamu bagaimana bisa ngantuk ? Lah itu aja sampai bikin kopi, Pasti sampai larut . Udah jangan lama lama di luarnya . Nanti kalau kamu sakit gimana nak?"

Uhibbuki FillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang