Follow my twitter: @angelaftracta
Be a good reader: read, vote, comment, share! Thank you :)
-------------------------------------------------------------------------------
Bab 19 – Kikan’s Tears (Tian POV)
Bel pulang sekolah baru bunyi dan kelas gue dan kelas IPA 5 keluar hampir berbarengan. Gue ngelirik kearah kelas IPA 5 yang sedang berdesak-desakkan keluar kelas. Mata gue langsung nangkep sosok yang sangat familiar, Egi.
Pada saat bersamaan, Egi juga ngeliat gue. Langsung lari seakan-akan dia nggak mau gue pergi dulu. Drap… drap.. drap… dari kejauhan gue ngeliat Egi setengah berlari kearah gue. Setelah semua kejadian kemarin, gue bener-bener berharap hal itu nggak lantas membuat hubungan gue dan Egi jadi canggung dan aneh.
“Tian! Hosh… hosh… Kiran masuk rumah sakit ya?”
Sepertinya harapan gue terkabul. Egi sama sekali nggak canggung nyamperin gue dan masih dengan kelincahannya seperti biasa. “Ya, tipus.”
Ragil yang juga ada diantara kita keliatan sedikit kaget. “Tipus? Bukannya kemaren lo bilang dia cuma demam tinggi?”
Gue nggak menjawab pertanyaan Ragil dan hanya menaikkan pundak tanda tidak mengerti. Gue juga nggak ngerti kenapa Kiran bisa tiba-tiba tipus yang awalnya dia cuma kena demam.
“Gimana kalau kita ke rumah sakit sekarang? Nggak ada yang punya acara kan?” Dijawab oleh gue dan Ragil dengan cara menggeleng.
“Tungguin Cesar bentar. Biar kita berempat barengan aja kesananya.”
Perjalanan dari sekolah ke rumah sakit nggak makan waktu lama. Kebetulan juga rumah sakitnya nggak jauh dari sekolah dan masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Gue dan yang lain bahkan nggak sempet keringetan waktu sampai di rumah sakit.
“Hmm, tempat informasinya dimana ya?” Tanya Egi begitu kita sampai di bangsal rawat inap.
Gue berusaha memperhatikan sekitar rumah sakit untuk mengetahui dimana informasi ruang rawat inap tersedia. Terlihat nggak jauh dari tempat gue berdiri, sebuah meja dengan beberapa perawat sibuk keluar masuk.
“Disana!” Gue pikir cuma gue yang ngomong. Gue lirik kearah Cesar yang juga berseru berbarengan dengan gue barusan.
“Hahaha, kalian kompak banget ya. Emang wajar sih kalau udah temenan dari kecil. Sampai ke hal-hal kecil aja bisa kompak banget.” Gue cuma bisa tersenyum sinis mendengar komentar Egi. Ya, kita emang kompak. Saking kompaknya, kita bahkan suka sama cewek yang sama.
Kamar Kiran nggak terlalu jauh dari tempat informasi tadi. Mungkin cuma beda tiga kamar, atau empat? Entahlah, gue nggak ngitung juga tadi.
“Kiran! Duh, sakitnya nggak bilang-bilang. Aaaa, kangen banget gue!” Egi langsung memeluk Kiran begitu dia sampai di kamarnya Kiran. Padahal juga baru dua-tiga hari dia nggak ketemu Kiran. “By the way, buku tugas matematika gue di lo kan? Besok dikumpulin lo tugasnya.”
Kiran menghela nafasnya. “Jadi tujuan lo kesini mau nagih buku tugas gitu? Lo ambil aja sendiri ke rumah gue.”
“Ya nggak juga sih. Gue mau nanyain buku sekalian besuk lo. Sendirian aja nih?”
Baru aja gue mau nanyain pertanyaan yang sama dengan pertanyaan Egi barusan. Sejak tadi kita masuk, nggak ada tanda-tanda kehadiran orang lain selain Kiran yang lagi dirawat. Jadi gue juga ikut merhatiin jawaban Kiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amici, Amore, e Destino (Friends, Love, and Destiny)
Roman pour AdolescentsCesar, anak basket yang easy going, super, jelas-jelas tipe yang bisa bergaul dengan siapa saja. Ragil, cowok cute, jutek sama cewek, alasan sebenernya karena dia selalu canggung dideket cewek. Tian, cowok cool, pendiem, dengan segudang masalah. Mer...