Enam

546 125 9
                                    

"Satu ... dua ... tiga ... empat ...."

Hari itu jam pertama di kelas Luda adalah pelajaran olahraga. Seperti biasa, ia lagi-lagi harus berdiri barisan paling depan saat melakukan pemanasan di halaman depan sekolah. Dan itu sukses membuat wajahnya cemberut sedari tadi.

Selesai pemanasan, Pak Shindong selaku guru olahraga menyuruh anak didik barunya berlari mengelilingi halaman satu kali putaran. Sebagian besar anak--perempuan mendominasi--langsung mengeluh mendengarnya. Meskipun begitu, tak urung juga mereka melakukannya.

"Capeknyaaa," keluh Luda seusai berlari mengelilingi halaman sebelum duduk di tepi.

"Gue ambil minum dulu, ya," ujar Dawon yang tadi berlari bersamanya sebelum beranjak.

Luda hanya merespons dengan anggukan pelan sembari memijit-mijit kaki kanannya yang sudah diluruskan.

Pak Shindong memang menyuruh anak didiknya membawa botol minuman sebelum dikumpulkan di tepi halaman. Termasuk di antaranya Luda dan Dawon yang memang sengaja membawa botol minuman dari rumah karena tahu ada pelajaran olahraga.

"Nih." Dawon langsung menyodorkan botol minuman milik Luda sebelum duduk di sisi kanannya.

"Makasih," ujar Luda sembari menerimanya.

Keduanya lalu menegak minuman secara bersamaan.

"Udah lama nggak lari rasanya jadi capek banget." Dawon membuka obrolan di antara mereka setelah menaruh botol minuman di depan.

"Hu-um."

"Oh ya, Lud." Dawon mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Luda. "Kamu udah tau tentang kabar itu belum?"

"Kabar apaan?"

"Katanya kemarin ada anak kelas satu yang dipalakin sama Kakak kelas sepulang sekolah. Nggak cuma kemarin, tapi hari kedua MOS juga."

"Kamu denger kabar itu dari mana?"

"Anak kelas sebelah. Jadi-"

"Dalam hitungan ketiga, jika kalian tidak berbaris seperti tadi, Bapak akan menganggap kalian membolos pelajaran."

Suara Pak Shindong yang tiba-tiba terdengar menginterupsi pembicaraan mereka.

"Satu."

Anak-anak didiknya pun segera beranjak, termasuk Luda dan Dawon.

"Dua."

Dalam hitungan detik, mereka sudah berbaris rapi tapi tidak seperti tadi. Luda kini berdiri di barisan paling belakang di sisi kanan Dawon.

"Sebelum kalian kembali ke kelas, Bapak akan mengabsen kalian terlebih dahulu."

Anak laki-laki langsung bersorak setelah mendengar sang guru berujar demikian.

"Kim Mingyu," panggil Pak Shindong.

"Hadir, Pak!" Mingyu yang berdiri di barisan anak laki-laki paling belakang menjawab dengan penuh semangat.

"Ryu Sujeong."

"Hadir."

"Jeon Jungkook."

"Hadir," jawab Jungkook sembari mengangkat tangan kanan.

"Jung Eunha."

"Hadir."

"Lee Luda."

"Hadir," jawab Luda dengan volume suara sedikit dikeraskan.

"Lee Luda?" Pak Shindong tampak mencari-cari sosok si pemilik nama di barisan di hadapannya.

"Hadir, Pak," jawab Luda sembari berjinjit.

"Oh, di belakang." Pandangan Pak Shindong kembali ke kertas berisi absen di tangan kirinya. "Kalo kecil jangan di belakang, dong. Kan jadi nggak keliatan."

Kecuali Dawon, teman-temannya langsung tertawa.

Luda hanya menggembungkan pipinya kesal sebagai respons.

🍘🍘🍘

"Bin! Hyunbin!"

Bukan hanya si pemilik nama yang menghentikan langkah setelah dipanggil demikian, tapi Taedong juga. Saat itu, keduanya sedang berjalan-jalan santai di taman saat jam istirahat pertama.

"Eh, elu Woon," ujar Hyunbin saat menangkap sosok Jung Sewoon yang tengah berjalan mendekat setelah menoleh. "Ada apa?"

Jung Sewoon itu teman satu SMP Hyunbin dan Taedong, tapi tidak begitu dekat. Ketiganya bahkan sekarang duduk di kelas yang sama.

"Anu," Sewoon menggaruk kepala yang tidak gatal, "bisa minta tolong nggak?"

"Apaan?"

"Itu tadi kertas partiturnya Bu Yumi nggak sengaja terbang kebawa angin pas lagi jalan. Terus sekarang nyangkut di pohon," jelas Sewoon sembari menyebut nama sang guru musik. "Bu Yumi minta tolong ke gue. Tapi guenya, kan, nggak bisa ngambil karena takut ketinggian."

Baik Hyunbin ataupun Taedong memang sudah tahu kalau Sewoon mempunyai phobia terhadap ketinggian sejak SMP. Untuk penyebabnya, mereka sama sekali belum pernah bertanya.

"Bisa, ya?" Sewoon memasang wajah memelas.

"Oke."

"Makasih."

Ketiganya lalu berjalan dengan Sewon yang memimpin.

"Bu Yumi!"

Begitu mendengar panggilan tersebut, Bu Yumi langsung menghentikan kegiatan mondar-mandirnya di bawah pohon sembari menggigiti bibir bagian bawah. Matanya lalu menangkap sosok Sewoon yang berjalan bersama dua anak laki-laki berpostur tinggi.

"Ini saya bawa teman, Bu," ujar Sewoon begitu tiba di hadapan sang guru sementara Hyunbin dan Taedong langsung membungkuk sopan.

"Ah." Pandangan Bu Yumi beralih ke dua orang yanf berdiri di belakang Sewoon. "Bisa Ibu minta tolong?"

"Bisa, Bu," jawab Hyunbin dan Taedong bersamaan.

"Tolong, ya?"

Keduanya lalu maju mendekati pohon. Taedong berjongkok, memposisikan diri sebagai pijakan sementara Hyunbin yang naik.

Untuk kedua kalinya, Hyunbin bangga mempunyai tubuh bongsor.

To be continued


Member SJ ma SNSD emang paling cocok dijadiin guru / ortu 😄

157cm ; Luda x HyunbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang