Lima Belas

436 95 4
                                    

"Kenapa Luda bisa berurusan sama tukang palak?"

Pertanyaan itu sukses membuat atensi Hyunbin, Taedong serta Dawon teralih ke Sunny yang kini memandang mereka dengan penuh tanda tanya.

"Ah." Hyunbin malah mengelus tengkuknya.

"Nanti saya ceritakan, Tante. Yang penting sekarang kita nemuin Luda dulu," ujar Dawon menenangkan.

Sunny hanya mengangguk pelan sebagai respons.

"Kalo misalkan Kakak emang diculik, kapan waktunya? Gimana caranya?" tanya Gunhee. "Nggak mungkin, kan, kalo dibius dari belakang?"

Pertanyaan itu sukses membuat Hyunbin dan Taedong menunduk bersamaan, berpikir.

"Kemungkinan besar pas dia lagi jalan sendirian ke halte entah gimana caranya." Dawon yang menjawab. "Salah kita juga kenapa tadi nggak pulang bareng dia."

"Tapi bisa juga, kan, pas lagi jalan ke rumah?" tanya Taedong. "Lagian, kalo di deket sekolah itu terlalu beresiko. Apalagi pas jam pulang."

"Udah udah," ujar Hyunbin menengahi. "Itu dipikirkin nanti aja. Yang penting kita pikirin dulu kira-kira di mana Luda disembunyiin."

Kecuali Sunny, semuanya lalu sibuk berpikir.

"Apa tukang palak itu punya markas?" tanya Gunhee.

"Ah! Denger-denger, tukang palak itu punya tempat nongkrong di sekolah bagian belakang," ujar Taedong.

"Lo yakin?" tanya Hyunbin.

"Tempat nongkrong di sekolah bagian belakang apa kira-kira?" tanya Gunhee

"Apa mungkin gudang?"

Atensi Hyunbin, Taedong, dan Gunhee langsung teralih ke Dawon setelah mendengarnya.

"Itu, lho, gudang di deket taman bagian belakang."

🐬🐬🐬

"Tolooong!!! Tolooong!!!"

Sudah sedari tadi Luda berteriak minta tolong sembari menggedor-gedor pintu besi yang ada di hadapannya

"Tolooong!!! Tolo--uhuk uhuk!"

Luda yang sudah tidak kuat akhirnya jatuh terduduk sembari terbatuk-batuk.

Ia tidak ingat bagaimana bisa dirinya tiba-tiba terbangun di tempat berdebu yang remang-remang dengan banyak barang yang tak terpakai di sekelilingnya. Yang jelas saat tiba halte tadi, ia mencium sesuatu yang sangat menyengat sebelum kesadarannya menipis dengan perlahan.

Merasa berteriak minta tolong sembari menggedor pintu tidak ada gunanya, Luda pun mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat yang diyakini sebagai gudang sekolah sebelum beralih ke ventilasi udara. Lewat ventilasi itu, ia bisa melihat bahwa langit sudah berubah warnanya menjadi gelap.

Saat tenaganya sudah mulai terkumpul kembali, Luda perlahan beranjak. Sekali lagi pandangannya diarahkan ke sekeliling untuk mencari tempat yang sekiranya bisa dijadikan jalan keluar. Sayangnya, hanya ventilasi udara itu yang ditemukannya.

Nggak mungkin banget aku keluar lewat situ. Yang ada badanku malah remuk karena jatoh dari ketinggian.

Luda mulai berpikir.

Ada nggak, ya, lubang kecil di belakang tumpukan barang itu?

Ia terdiam.

Nggak ada salahnya, kan, kalo nyoba?

Akhirnya, Luda melangkahkan kakinya ke salah satu tumpukan barang yang ada di sudut ruangan.

Semoga bisa.

Dengan tenaganya yang tersisa, gadis itu mulai memindahkan barang yang berupa kardus-kardus, kursi serta meja rusak. Sayang, usaha belum membuahkan hasil. Tak ada lubang apa pun di balik tumpukan barang itu.

Coba yang lain.

Luda pun beralih ke tumpukan barang di sudut yang lain sebelum memindahkannya satu per satu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sesuatu yang dicarinya akhirnya tampak. Lubang berbentuk persegi dengan penutup berterali besi yang sekiranya masih bisa dilalui anak kecil.

Setelah mengucapkan syukur dalam hati, Luda bergegas mendekati lubang itu dan berjongkok.

Tapi gimana cara ngebukanya?

Luda lalu menarik-narik tutup berterali besi yang tentunya tidak menghasilkan apa-apa.

Harus dibuka pake sesuatu ini. Ada nggak, ya, palu dan semacamnya?

Gadis itu beralih ke sudut lain untuk mencari barang.

Lama mencari, ia akhirnya menemukan sebuah palu di antara tumpukan kardus sebelum membawanya ke dekat lubang.

Luda terlebih dulu membaca doa sebelum mulai memukul-mukul sisi kanan penutup dengan palu.

Tak tak tak tak.

Pukulan pertama, belum berhasil.

Tak tak tak tak

Pukulan kedua, sisi kanan penutupnya mulai melonggar.

Tak tak tak tak.

Pukulan ketiga, sisi sebelah penutup itu akhirnya telepas bersamaan dengan tenaga Luda yang mulai habis.

Sekali lagi ia mengucap syukur dalam hati sembari mengatur napasnya yang tersengal.

Setelah tenaganya mulai terkumpul, Luda pun maju dan mengambil ancang-ancang untuk keluar.

Satu ... dua ... tiga.

Luda mengeluarkan kepalanya dengan hati-hati baru kemudian tubuh dan kedua kakinya. Tidak ada kesulitan karena tubuhnya memang mungil.

Dugaannya ternyata menjadi kenyataan. Tempatnya dikurung memanglah gudang sekolah. Itu terbukti dengan adanya taman kecil berisi pohon jeruk--yang konon kabarnya sangat disukai kepala sekolah--tak jauh dari gudang.

Ia sudah mau berjalan kalau saja tidak ada sinar lampu senter yang tiba-tiba tertangkap diserta suara langkah dan panggilan,

"Luda! Luda!"

"Dawoooon!"

Detik berikutnya, mereka sudah berlari menghambur dan saling berpelukan.

"Kamu nggak apa-apa, kan, Lud?" Dawon sudah mau menangis saat bertanya demikian.

Luda hanya mengangguk pelan tanpa melepas pelukan.

Meskipun sudah dijawab demikian, Dawon tetap saja terisak sebelum membenamkan wajahnya ke bahu kanan Luda.

Hyunbin yang sudah khawatir setengah mati akhirnya jatuh terduduk di tanah. Tak lupa ia mengucapkan syukur di dalam hati. Sementara Taedong dan penjaga sekolah yang datang bersamanya langsung menghembuskan napas lega.

To be continued

Luda imut banget Ya Allah 😍

Luda imut banget Ya Allah 😍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
157cm ; Luda x HyunbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang