SELAMAT MEMBACA
SILAHKAN MENIKMATI KISAH KLASIK MEREKA."Masa remaja. Suata masa ketika kita bebas melakukan hal baru. Tetapi, tetap saja. Kita semua memiliki kekhawatiran. Pasti."
🔹🔹🔹
Waktu olimpiade tersisa 2 bulan lagi. Baron menatap koridor yang tengah sepi. Pikirannya melayang saat Bu Ela memberikan pernyataan yang sama satu tahun lalu.
"Ibu harap tahun ini, kamu mau mengikuti olimpiade ini."
Baron menyandarkan tubuhnya di dinding dengan tangan yang sibuk mengetuk kecil bangku yang sedang ia duduki. Baron bukannya tidak mau untuk mengikuti olimpiade. Tetapi ia hanya tidak minat. Perlu digaris bawahi.
Satu tahun yang lalu Baron juga pernah dibujuk oleh guru-guru untuk mengikuti olimpiade sejenis ini. Tetapi dengan sopan Baron menolaknya. Dan kejadian ini terulang lagi. Ntah Baron masih tetap pada pendiriannya atau mungkin bisa jadi berubah? Semua tidak ada yang tau bukan.
Baron melirik jam yang tertera di ponselnya. Ia bergegas menuju parkiran sekolah untuk segera pulang. Tidak lupa ia juga harus menjemput Adheeva.
Sesampainya di rumah. Baron segera menyegarkan diri. Baron meraih ponselnya yang tergeletak di atas ranjang.
Gue jemput jam 7.
Send
Baron langsung meraih kunci motornya dan bergegas untuk menemui Adheeva. Baron mengendarai motornya dengan santai. Tak butuh waktu lama ia sudah sampai di depan rumah Adheeva.
"Tumben ngajak keluar jam segini?" tanya Adheeva yang baru saja keluar dari rumah.
"Emang gak boleh?" tanya balik Baron.
Adheeva menghembuskan napas berat.
Mereka berdua baru saja tiba di salah satu tempat makan lesehan yang berada tak jauh dari rumah Adheeva.
Pesanan mereka sudah tiba. Keduanya pun makan dengan sunyi tanpa adanya suara. Yang terdengar hanya lah suara motor, mobil, dan juga orang-orang disekitar.
"Ada apa Ron?" ujar Adheeva setelah selesai makan.
"Gak ada apa-apa," bantah Baron dengan meneguk es tehnya.
Adheeva memiringkan kepalanya agar lebih leluasa menatap sahabatnya itu. "Kenapa? Ada masalah di sekolah?" Nilai lo turun? Atau apa?"
"Nggak semuanya. Gue cuma bingung," jawab Baron dengan santai.
Kedua tangan Adheeva menopang dagu. "Bingung kenapa? Ada cewek yang naksir lo? Atau lo pengen nembak cewek, tapi nggak tau caranya?" ucap Adheeva kemana-mana.
Baron mengusap kasar wajahnya. "Bukan itu semua. Gue bingung harus nerima tawaran ikut olimpiade atau nggak," Adheeva mengerutkan dahinya sesaat.
"Jangan bilang, lo mau nolak lagi," tebak Adheeva sambil memelototi Baron.
"Maunya."
Dengan refleks Adheeva memukul bahu Baron. "Gak semua orang bisa ngerasain ikut olimpiade Ron! Lo malah nolak gitu aja, nggak habis pikir gue."
"Kalau gue nggak minat mau gimana lagi?" Baron menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Lo gak mau nyoba ikut gitu? Lagi pula tahun depan juga lo udah kelas 12, yang artinya lo gak bakal dikasih tawaran ikut olimpiade." ucap Adheeva mengingatkan.
Baron terdiam sebentar.
"Coba deh pikir. Kalau lo menang olimpiade, keluarga, temen, saudara, pasti bangga sama lo Ron. Gue aja ke pengen, tapi apa daya nilai gue aja pas banget sama kkm (kriteria ketuntasan minimal)." Adheeva menerawang jika saja dirinya yang ditawari ikut olimpiade, detik itu juga Adheeva akan mengiyakan tanpa memikirkan lama-lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Premier Amour
Teen FictionBaron Dakara Arganta Adheeva Bila Afsheen Dua orang sahabat yang sudah menjalin hubungan persahabatan yang cukup lama. Beda sekolah tidak menyebabkan mereka menjadi renggang. Walaupun keduanya termasuk orang yang sibuk, tapi mereka menyempatkan dir...