Prolog

38.5K 950 18
                                    

Lilian sedang duduk dengan bibir terkatup rapat, sementara Ibunya sejak tadi terus memberinya ceramah mengenai pernikahan. Mengenai pria dan wanita yang harus hidup bersama, dan segala hal tetek bengek yang sebetulnya tidak ingin ia dengar. Tapi dirinya tidak memiliki pilihan lain, dirinya adalah anak kepala klan Campbell, dan sepertinya semua orang di klan ayahnya tidak ada yang berpikir lebih pantas—selain dirinya—yang harus dikorbankan untuk menikah dengan Laird dari klan Maclawry.

Ia pernah mendengar jika Laird dari Kland Maclwary masih muda, tapi ia tidak pernah mendengar tentang kebaikan pria asing yang akan menjadi suaminya itu, selain kata 'Masih muda' tersebut. Dan sebaliknya ia lebih banyak mendengar hal-hal yang cukup mengerikan tentang sang Laird. Pria asing itu dikabarkan cukup bengis, memiliki lengan sekuat baja. Lengan yang pernah membuat orang dari klan Mcdonal langsung mati di tempat setelah ditampar olehnya.

Lilian sudah memohon, dan melakukan segala upaya kepada Ayah dan Ibunya. Ia berharap kedua orang tuanya tersebut akan luluh dan membiarkan dirinya bebas dari pernikahan. Setidaknya ia sedikit berharap jika perdamaian bisa ditangani dengan persetujuan dan kerja sama, atau saling berbagi lahan untuk berternak dan bercocok tanam. Tapi Ayahnya dengan tegas menolak semua gagasan yang ia berikan. Ayahnya bersikeras jika kedua klan sudah sepakat; bahwa perjanjian perdamaian harus diikat dengan sebuah pernikahan.

Lilian sadar jika cara tersebut memang terdengar akurat. Mengingat pernikahan adalah hal yang sakral dan besar, dan siapapun yang berani mengkhianati perjanjian tersebut, sudah pasti akan mendapatkan hukuman setimpal. Dan akan langsung dipersalahkan atas semuanya kekacauan yang terjadi.

"Apakah kita masih jauh, Bu?" Lilian mendesah sambil menyibak tirai dari balik kereta yang ditumpanginya. Ia menghirup udara segara pegunungan sebanyak mungkin saat mendengar Ibunya kembali berceloteh.

"Sebentar lagi kita akan sampai di perbatasan klan Maclawry," jawab Ibunya dengan suara tenang. "Aku ingin kau mengingat semua pesan yang kukatakan padamu, sayangku," Ivory Campbell atau Ibu Lilian meraih telapak tangan anaknya yang saling bertaut dan meremasnya pelan. "Oh. Aku harap kau tidak akan membenci kami, aku dan Ayahmu hanya—" suaranya mulai bergetar saat tidak sanggup lagi melanjutkan. Membuat Lilian langsung mengalihkan tatapan dari pemandangan indah di luar sana ke wajah Ibunya.

"Aku mengerti, Ibu." Lilian tidak ingin membiarkan emosi mempengaruhi penilaiannya. Ia ingin muncul di hadapan pemimpin klan Maclawry dengan dagu terangkat dan tanpa rasa takut. "Aku tahu sebagai kepala klan, kalian tidak memiliki banyak pilihan. Terlebih kita memiliki banyak anggota klan yang harus dilindungi."

"Aku benar-benar menyesal, Sayang," Ivory mulai terisak pelan. "Sejujurnya aku tidak ingin mengirimu kepada Alan Maclawry, tapi ini adalah cara terbaik untuk mencegah pertumpahan darah. Setidaknya kedua klan harus mengakhiri perang dingin yang sejak lama terjadi. Setiap kali Ayahmu bepergian untuk melintas ke klan sekutu, aku selalu hidup dalam kesengsaraan, takut sewaktu-waktu rombongan ayahmu akan dihadang saat melintas di tanah Maclawry. Pertumpahan darah karena Laird pendahulu pernah saling membunuh, menjadi duri yang sewaktu-waktu bisa terinjak jika kita tidak berhati-hati."

Livya pernah mendengar jika klan Maclawry adalah klan yang tidak kenal ampun. Berita mengenai sikap kejam mereka sudah terdengar beberapa kali sejak Lilian mulai bisa mengingat. Dan berita itu dimulai sejak Alan menjadi pengganti Ayahnya yang tewas saat sedang berburu dengan Kakek Lilian. Meskipun demikian, Lilian tidak pernah berani bertanya kepada Ayahnya mengenai kebenaran kabar tersebut. Tapi rasanya ia tidak perlu bertanya lebih jauh, Ibunya sendiri mengaku nyaris mati karena khawatir setiap kali Ayahnya melintas di daerah kekuasaan Alan—yang nanti malam akan menjadi suaminya—dan itu sudah cukup untuk menjelaskan semua.

"Sebaiknya kita jangan pikirkan apapun dulu," Lilian berusaha menenangkan Ibunya. Mereka sudah melewati setengah hari perjalanan, dan keinginan untuk beristirahat terasa sangat menuntut.

My Stranger's Bride [Stranger's Series #2] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang