BAB [7]

10.7K 554 22
                                    

"Apa semuanya baik-baik saja?" Lilian menghambur keluar dan menyerbu rombongan Alan dengan pertanyaan. Lalu ia terpaku saat menyadari Marcus ada di sana, dan saat ini Kakaknya itu sedang menatapnya dengan sorot mata sigap seperti biasa. "Oh, tidak." Lilian merasa lututnya lemas. "Kenapa kau ada di sini, Marcus? Bagaimana dengan Ayah dan Ibu?" Skenario paling buruk muncul di kepala Lilian. Membuatnya nyaris tersungkur andai Alan tidak menahan tubuhnya. "Tidak. Katakan semuanya baik-baik saja!" Ia berusaha berdiri sambil berpegangan pada lengan Alan dan berusaha maju untuk meraih sosok Marcus yang terlihat lelah.

"Sialan!" Alan mengumpat pelan saat merasakan Lilian pingsan dalam pelukannya.

"Aku akan membawanya. Tunjukan saja kamar mana yang ditempati Adiku," kata Marcus sambil berusaha mengambil alih tubuh Lilian dari dekapan Alan.

"Aku bisa membawanya sendiri," jawab Alan ketus. Nada suaranya terdengar tidak suka dengan dengan saran kakak iparnya tersebut. "Kau istirahat saja. Aku akan meminta pelayan untuk memanggil perawat," ia membopong tubuh Lilian menuju tangga. Mendekap istrinya itu dengan erat, bahkan tidak mengijinkan saat Arnold berniat untuk membantunya. "Jika kau benar-benar ingin membantuku," ia menatap Arnold lekat. "Tolong perhatikan kenyamanan Kakak Istriku dan para petarungnya. Aku percayakan mereka padamu."

Lalu Alan berbalik, melangkah menaiki anak tangga yang mengarah ke kamar di atas untuk membaringkan Lilian. Ia tidak menyadari jika sikapnya tersebut membuat semua orang terpana. Mungkin Alan tidak menyadari, tapi semua orang yang hadir dan menyaksikan telah menjadi saksi. Telah melihat bagaimana ia bersikap sangat posesif. Bahkan tidak membiarkan Lilian disentuh oleh Kakak kandungnya sendiri.

Kau dalam masalah, Sobat.

Arnold meringis dalam hati. Sekalipun semuanya terlalu cepat. Tapi ia yakin suatu saat Alan akan menyadari sikapnya tersebut. Sebelum pikirannya berkelana lebih jauh, Arnold memberi perintah kepada pelayan untuk menjamu Marcus Campbell dan pengikutnya. Memastikan kenyamanan kakak Lilian tersebut sebaik mungkin. Semua orang tidak ada yang berani membantah Arnold, mengingat dirinya sangat dekat dengan keluarga Maclawry, meskipun mereka hanya sebatas sepupu, tapi ikatan persaudaraan antara Arnold, Peter dan Alan, sangat dekat. Bahkan nyaris melebih saudara yang sesungguhnya.

☆♧☆♧☆

"Dimana Ayah dan Ibu?!" Lilian yang baru sadar-dengan tubuh sedikit lemah-tengah mencengkram kerah kakaknya.

"Tenanglah, Lilie," Marcus meraih tubuh wanita mungil tersebut dan memeluknya. Membuat Alan mengernyit tidak senang di samping mereka. "Mereka baik-baik saja. Dan kemungkinan besar saat ini sudah sampai ke rumah dengan selamat." Ia mengusap punggung Lilian untuk menenangkan.

"Aku ingin melihat mereka," kata Lilian sambil menarik diri.

"Tidak!" Jawab Alan tegas.

Sementara Marcus menatap adiknya dengan tatapan sayu. Lalu sebuah senyum menenangkan menghiasi wajah tampannya yang terlihat keras. "Kau sudah menikah, Lilie. Aku rasa pingsan telah membuatmu melupakannya," senyuman Marcus berubah menjadi cengiran.

"Sebaiknya Kau melepaskan istriku," kata Alan sambil melipat kedua tangan di depan dada. Dan ia menatap Marcus dengan tatapan jengkel yang tidak ditutup-tutupi.

"Oh ayolah Maclawry, dia itu adik-"

"Aku tidak suka alasan," Alan memotong perkataan Marcus. Ia menatapan tangan kakak iparnya yang masih menyentuh bahu Lilian. Menatapnya dengan serius, seperti anak kecil yang kesal saat seseorang menyentuh mainan favoritnya.

Sementara itu Lilian tidak menyadari ketegangan yang terjadi. Ia terlalu kalut karena memikirkan statusnya saat ini. Ia sudah menjadi istri Alan Maclawry, dan jalan satu-satunya agak bebas pulang pergi ke klan Campbell adalah atas ijin pria itu. Saat memikirkan hal tersebut, tiba-tiba saja membuat Lilian merasa ngeri.

My Stranger's Bride [Stranger's Series #2] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang