BAB [8]

10.3K 495 7
                                    

Saat Alan berbalik untuk menutup pintu, rahangnya langsung mengeras saat mendapati Arnold dan beberapa petarung kepercayaannya berada di sana; di depan pintu kamar tempat Lilian berada. Para petarung langsung membubarkan diri, sementara Arnold masih berdiri dan melemparkan senyum aneh ke arahnya.

"Ada apa?" Tanya Alan dingin sambil melangkah menuju pintu. Lalu keluar dari kamar dan menutupnya. Membiarkan Lilian berada di dalam sana untuk merenungkan pilihan.

"Tidak apa-apa," Arnold jelas tengah menahan senyuman. Sudut bibi sepupunya itu berkedut saat ia bicara. "Aku hanya bermaksud untuk mengajakmu makan malam. Tapi saat aku mendengar kau sedang berdebat, beberapa petarung terpaksa ikut datang demi menjaga keselamatanmu."

"Apa kau pikir aku akan membunuh Marcus?" Tanya Alan dingin.

"Mungkin saja tidak. Tapi aku tidak ingin mengambil resiko Kau dibunuh olehnya." Jawaban Alan terdengar logis. "Kau adalah satu-satunya Laird Maclawry. Dan tentunya kami tidak akan mengambil resiko sampai semuanya dipastikan sudah benar-benar aman."

"Terima kasih atas perhatianmu," Alan memilih untuk tidak berdebat. "Dan ngomong-ngomong, sebaiknya berhenti menatapku dengan tatapan seperti itu!" Perintahnya saat melihat tatapan Arnold terus berkilat geli.

"Oh, maaf," Arnold menyeringai dengan sengaja. "Aku tidak bisa menahan diri. Ini sungguh diluar dugaan. Bagaimana mungkin seseorang dengan reputasi seperti dirimu—seorang penakluk wanita sejati—tidak bisa merayu istrinya di malam pertama mereka. Bukankah ini lucu?"

"Jaga bicaramu, Wigburg!" Tegur Alan datar.

"Oh maafkan aku. Tapi bagaimanapun," Arnold mendekat dan nada bicaranya sudah berubah serius. Lalu ia meletakan sebelah tangan di pundak Alan saat bicara. "Semoga kau berhasil dengan pengantinmu." Katanya sambil diakhiri dengan senyuman geli yang mencapai matanya.

Membuat Alan ingin melempar sepupunya itu ke lantai bawah. Ia merasa reputasi yang sudah dibangunnya selama bertahun-tahun hancur begitu saja. Rusak hanya karena ia menghargai keputusan seorang perawan mungil yang takut akan malam pertama mereka. Dan Alan yakin jika Laird Maclawry asli juga akan sama kesal seperti dirinya.

"Sialan," gerutu Alan yang entah ditujukan pada siapa. Karena yang jelas ia tidak mungkin berani menyalahkan Lilian. Dan Alan mulai memertanyakan, apakah salah jika ia bersikap gentleman? Ataukah ia harus memaksakan diri pada istrinya itu? Dan sepanjang ia makan malam dengan Lilian, pertanyaan tersebut terus mengisi kepalanya.

♧☆♧☆♧

"Sepertinya aku harus menetap di sini untuk beberapa waktu," putus Marcus keesoka paginya. Ia sudah mengutus dua petarung kembali bersama si pembawa pesan. Orang tuanya sudah sampai di klan Campbell dengan selamat. Tapi ia masih belum bisa meninggalkan klan Maclawry. Tidak setelah ia menatap adiknya yang terlihat kesepian.

"Pulanglah, Campbell. Aku bisa menjaga Adikmu." Jawab Alan sambil menatap kakak iparnya itu dengan tatapan datar.

"Aku belum bisa," Alan menjawab sambil lalu. "Sebaiknya kau menginjikan aku untuk tetap tinggal, setidaknya sampai aku merasa tenang dan yakin; kalau klan Macdonald tidak akan pernah berani lagi datang kemari."

"Aku rasa kemarin kau sudah mendengarnya," Alan merasa perlu untuk menghapus raut khawatir di wajah para petarung. Bagaimanapun kehadiran Lilian sudah cukup membuat mereka terkejut. Dan sekarang Jika kakak iparnya itu memilih untuk tinggal. Alan tidak tahu akan seperti apa situasi di dalam klan. Bagaimanapun Marcus datang dari klan yang sejak berabad-abad lalu tidak pernah berkerja sama dengan klan Maclawry. "Aku sudah memperingatkan klan Macdonald agar tidak ada satupun dari mereka yang berani melintas di dekat tanahku."

My Stranger's Bride [Stranger's Series #2] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang