"Tanaman ini sering dikonsumsi seperti teh; diseduh. Ada yang mengeringkan lalu di siram air panas atau merebusnya dengan air. Rasanya pahit, tapi setelah itu ujung lidah akan terasa manis." Penjelasan dari sang Ketua Desa didengar baik-baik oleh para anggota penelitiㅡtak hanya para sensei, pun murid-murid memerhatikan saksama.
Tumbuhan yang tengah mereka pelajari berwarna hijau tua, berbentuk memanjang dan ketika disentuh akan terasa seperti berbuluㅡatau berduri, memiliki satu pokok batang dan cara menanamnya cukup mudah; tancapkan saja batangnya ke tanah. Bisa tumbuh sangat tinggi. Umumnya dikenal dengan nama Daun Afrika.
Setelah dijelaskan secara singkat, mereka dituntun menuju ke area sebelah gedung labor dimana di sana terlihat beberapa orang tengah memetik Daun Afrika dari batangnya yang mungkin dipatahkan kemudian dicuci dengan air yang mengalir dari keran. Ditiriskan di dalam sebuah tampi dan dipisahkan menjadi tiga bagian.
Jiraya menyungging senyum sapa pada penduduk yang bertugas memetik dan membersihkan Daun Afrika tersebut lalu memulai penjelasannya lagi, "Ini untuk dikeringkan, ini dibungkus setelah airnya menguap lalu yang terakhir akan diolah menjadi pil dan kaplet," katanya seraya menunjuk tiga bagian daun-daun Afrika.
Orochimaru yang bergabung dalam rombongan mengambil satu daun dari salah satu tumpuk dan mendekatkan dengan indra penciumannya. Membaui atau mungkin ingin tahu aroma dari daun Afrika. Entahlah ... ketua mereka itu sedikit esentrikㅡjuga aneh.
Dari belakang gedung labor seorang lelaki bersurai pirang muncul menghampiri mereka. Ia membungkuk sebentar pada sang ketua desa dan para sensei kemudian mengambil batang-batang daun Afrika yang telah dipetik daunnya. Mengangkut semuanya dalam dekapan.
"Ingat, tanam yang benar, Naru," ujar Jiraya berpesan.
Naruto itu mesti diawasi. Dia sangat ceroboh. Meski berniat baik, namun sering kali membuat para pekerja dua kali bekerja. Makanya Tsunade selalu menempeli si pirang agar dia tidak salah dan mudah diberitahu. Yah, Naruto memang sedikit kurang pemahaman bahkan komunikasinya dengan mereka pun tidak lancar. Jiraya cukup khawatir terhadap laki-laki ituㅡyang sama sekali tak memperlihatkan kemajuanㅡatau berkembang.
"Haㅡi~" Naruto menyahut. Shappire birunya tak sengaja bertemu dengan iris biru lain yang juga tengah menatapnya. Senyum terbit di bibir Naruto, menyapa orang yang ia lihat kemudian berlalu dengan riang.
Menma tidak membalas sapaan si pirang. Dia hanya diamㅡtermenung. Tidak mengerti mengapa ia begitu tertarik pada Naruto. Setiap ada si pirang, matanya tak bisa untuk melihat tak melihat ke arah Naruto. Mengawasi pergerakan si pirang. Ah, tapi bukan ketertarikan seksual ya. Cuma ... seperti ... Naruto itu seperti punya magnet untuk menarik penglihatannya.
"Oke, sekarang kita ke dalam. Aku akan menunjukkan bagaimana kami mengolah daun Afrika menjadi pil dan kaplet." Jiraya mengajak rombongan untuk masuk ke dalam labor.
.
.
.
Hari ini dihabiskan dengan mempelajari daun Afrika dan beberapa tanaman lain yang sering menjadi obat alternatifㅡdaripada membeli obat di Apotek atau di Kota, banyak penduduk dan warga desaㅡpun desa-desa lainㅡmenggunakan tanaman obat. Mereka kadang memakan langsung, diseduh, atau ditumbuk. Menggunakannya secara tradisional.
Karena sudah sore mereka menyudahi kegiatan hari ini. Para pekerja dan rombongan peneliti membubarkan diri. Mereka mulai meninggalkan area laboratorium dan kembali ke kediaman masing-masingㅡkecuali yang menginap di labor; masuk ke dalam untuk membersihkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth
FanfictionAlasan utama Uchiha Menma masuk Fakultas Farmasi adalah karena ingin menyembuhkan; mengobati kakaknya yang terbaring koma sejak ia kecil. Tapi ... ketika mereka melakukan penelitian di sebuah desa kecil di pinggiran Tokyoㅡyang disebut desa obat, Kon...