Ujian Negara

12 2 0
                                    



📚

Me-Time terindah adalah disaat seperti ini.

Bergulat diantara tumpukan buku-buku tebal yang tengah berjajar dan berbaris rapih, sisiran demi sisiran aku lakukan dengan hati-hati.

Pepatah mengatakan, 'Buku adalah Jendela Ilmu.'

Ya!

Aku setuju.

Tapi menurutku, buku adalah ruang kedua dari isi kepalaku.

Kutu Buku!

Perpustakaan Berjalan!

Hal itu adalah salah dua panggilan yang di berikan kawan-kawan padaku, dan aku bersyukur atas do'a mereka untukku.

Bahasa Indonesia.

Matematika.

Bahasa Inggris.

Sains.

Ilmu Sosial.

Semua tengah berbaris rapih menunggu giliran, untuk aku sisir berulang tentunya.

Aku memang suka membaca, tapi pentium dari isi kepalaku tak dapat menampung semuanya dengan mudah.

Pengulangan dari jauh-jauh hari selalu aku lakukan, karena aku bukan type anak dengan predikat cerdas.

Dalam anak tangga yang tengah aku singgahi kali ini adalah space ternyaman saat aku membaca, walau sering berpindah dan akan kembali pada space ini.

Aku mudah bosan dengan sesuatu, tapi akan sulit untul perpindah jika nyaman mulai melanda.

Ya, seperti bentuk kamarku saat inilah.

Kata Rhena, "kamar ini lebih cocok di sebut basecamp daripada kamar tidur!".

ada beberapa rak buku yang menempel dinding di sepanjang ruang kosongnya, dan ada sebuah tangga tanpa ujung yang hanya sekedar menempel di sudut kamar.

Dan beberapa bantal aku sengaja letakkan di sofa menghadap jendela, dan nuansa aqua blue adalah sentuhan pentingnya.

Jika teman-teman belajang menggunakan meja belajar lengkap dengan kursinya, maka aku dapat melakukan dimanapun saat aku mulai nyaman dan tenang.

Tak ada televisi, tak ada sound atau elektronik berlebihan disini.

Aku tidak suka kebisingan, itulah mengapa aku hanya lebih banyak diam daripada bicara.

Sains adalah kelemahanku saat ini, beberapa rumus kimia dan fisika memang membuatku sedikit mual karena soal yang aku coba tak menemukan hasil.

Bukannya aku benci atau tak suka, hanya otakku saja yang sukar untuk menerima jutaan angka yang di paket menjadi sebuah rumus-rumus tak hingga.

'Ting!'

Oh Tuhan...

Kenapa aku lupa tak menonaktifkan benda mati namun hidup yang sekarang entah kemana saat ini.

Masih ada dua soal lagi yang harus aku selesaikan dengan rumus yang berbeda, dan kepalaku sudah terasa berat sekali di buatnya.

'Tok! Tok! Tok!

"Iya?"

"Makan siangnya sudah bibi siapkan non"

"Iya bii"

Aku melirik sebuah jam dinding dengan warna dasar putih berbentuk bulat tanpa corak dengan aksen Rheya di tengahnya.

Aku menutup buku yang tengah aku baca ketidak mengertianku saat ini, tak lupa menyelipkan sebuah pensil biru tua di dalamnya.

Aku melangkah perlahan menuruni satu-persatu anak tangga, menjatuhkan duduk pada kursi di sebuah ruang maka lengkap dengan beberapa menu di atas menjanya.

"Ohya non, bibi tinggal sebentar ya"

Aku mengangguk masih dengan kunyahan tenang selama melahap makan siangku, memberikan izin untuk wanita paruh baya yabg selalu menemaniku di rumah kala orang tuaku pergi dengan jutaan kegiatannya.

Beberapa menit berselang, tepat setelah suapan terakhir yang aku telan dan tegukan air putih yang habis setengah gelas sekaligus.

"Maafkan bibi non, bibi lupa, jika kemarin lusa ada temen non yang dateng ngasihin ini"

Aku mengangkat alisku bingung, memperhatikan bibi dan sebuah kotak tanpa pita itu di tangan bibi.

"Laki-laki, tinggi nya hampir se mang Udin kira-kira non. Pakai motor hitam. Tapi dia ndak mau masuk, malah nitip ini aja buat non"

Aku tersenyum dan mengangguk mengarti, melangkah pergi setelah mengucapkan 'Terimakasih' pada bibi.

Sesampainya aku di dalam kamar dan menutupnya rapat, aku mendudukkan diri pada tepi tempat tidur.

Aku mengintip perlahan dengan memutar otak, siapakah kira-kira pengirimnya.

Sebuah topi putih dengan tanda nama R ditengahnya, juga selembar surat hanya terlipat dua dalam selembar kertas berbubuh tinta hitam.

"Dua hari setelah Ujian Negara, di taman kota. Pukul 5 sore, jangan lupa di pakai topinya."

-Ketua Pelaksana-

Aku membolak-balikkan isi kotak beserta kotaknya bergantian, memastikan sekali lagi jika ini tidak mimpi di siang bolong.

📚

@rheyadhelima
Jika ujian negara adalah jembatan penghantar antara waktu dalam rindu, maka akan tetap ku peluk rindu hingga waktu telah terlewat dari jembatan ujian negara sebelum bertemu denganmu.
#ujiannegara

📚

Ini part tambahan karena part sebelumnya itu ngaret dan saya pikir feel nya nggak ngena banget 😪

Ohya! Marhaban ya Ramadhan ya kawans 🙏
bagi yang menjalankannya 😌

Jangan lupa like ⭐ dan komennya 💬 pembacakuuhhh 😊

Salam manis,
@rheyadhelima


-penaberjalan-

Terimakasih🙏

Dhelima ShavrheyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang