Pengisi Acara

9 2 2
                                    


👗



Degup jantung terus berdetak jauh lebih cepat dari dentuman dramm yang tergebuk sang drummer di atas panggung, keringat dingin terus terproduksi dengan kuat.

'Degh!'

Napasku tercekat oleh seuntai kalimat kecil, kalimat halus yang menggema seolah pamungkas terhebat dalam hidup.

"You can do it. Semangat Rheya!"

Aku menelan ludahku sukar, langkah kakiku mulai beranjak dan terus melangkah perlahan.

Tepuk tangan ribuan pasang manusia telah berhenti perlahan, membekukan apa yang ada dalam otakku saat ini juga.

Aku memutar kepala kearah kanan, mencari pusat pendorong langkah mengapa aku berdiri disini saat ini.

Pandangku terkunci akan senyuman, airmuka ketenangan yang selama ini aku kagumi.

'Huhh!'

Satu tarikan napas berat adalah permulaan, aku melangkah dan menginjak satu tangga kayu untuk masuk kedalam podium.

Menguntai kata demi kata yang berbentuk kalimat indah, entah siapa yang menyusunnya.

Sesekali aku meyakinkan diri untuk tetap bersua tanpa henti, mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja saat ini hingga nanti.

"Terimakasih"

Satu kata itu menutup sebuah pidato dadakan, dan sungguh ini adalah kalimat terpanjang dalam hidupku saat aku menyuakan sesuatu.

Dalam kemeriahan tepuk tangan semua pihak yang berada dalam partisipasi acara telah menggema di telinga, hingga langkah cepat aku ambil untuk keluar dan berlari entah kemana.

Tak ada yang mengejarku saat ini, tak juga derai yang tengah mengalir di pipi.

Hanya saja, degupan jantungku terus berpacu begitu tinggi.

'Dep!!'

Langkahku terhenti di sebuah taman, sebuah danau buatan dengan air mancur berbentuk dua angsa dan tak lupa puluhan pasang ikan hias begitu cantik mempesona.

"Capek?"

Aku terjingkat dengan sebuah suara, tak asing sebenarnya di telinga.

Belum sempat aku menjawab, sebuah tangan terulur di depan mata.

Aku mendongak.

"Kalau ada apa-apa itu cerita, diam itu bukan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah."

Aku mengangguk, membenarkan apa yang dia ucap sepenuhnya.

"Bangkit, akan ku tunjukkan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah."

Aku masih diam hanya dengan mengedipkan mata tak mengerti apa maksudnya.

Jemari tangannya bergerak seolah menyuruhku untuk bangkit saat ini juga, dan aku menurut tanpa bersua.

'Bugh!'

Pelukan hangat telah menjalar dalam dekapan, bahkan aku merasakan ada ketulusan disana.

"I'am here for you"

Aku mengangkat tanganku untuk membalas pelukannya, mengeratkan rengkuhan dan mengangguk setuju olehnya.

"Thank you, Rhena."

Kami melepas pelukan dan tersenyum bahagia saling pandang.

"Kalau ga mau cerita sekarang juga nggak papa. But, kamu harus lihat laki-laki hebatku setelah papah dan abangku."

Dhelima ShavrheyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang