Tergeletak Indah

9 2 2
                                    


07.30 WIB.

"Rheya mau bersepedah dulu keliling kompleks, sebelum Abang datang"

Anggukan patuh dari kedua manusia berjasa dalam keluargaku ini menjadi kunci bahwa aku dengan bebas keluar sendiri tanpa ada yang mengikuti.

🚲


Sepedah kayuh dengan warna dasar biru tua milik abangku ini yang menemani pagiku, sembari menunggu bapak tukang pos datang membawa kabar baik.

'Hmm.. Kau harus bisa berdiri dalam tumpuan kakimu sendiri Rheya!'

Aku meyakinkan diri untuk langkah selanjutnya, entah dengan Rheya yang masih seperti sekarang ini atau dengan Rheya yang baru?

Abang yang selalu tenang dan ceria kini menemani rekah senyumku, tak peduli dengan pikiran orang lewat bahwa aku senyam-senyum sendiri tanpa alasan.

Ehh, tunggu! ada alasannya kok.

Abang!

Karena dia adalah tameng paling kokoh setelah ayah dalam perlindungan yang aku miliki.

'Abang kembali dengan Rheya yang lebih baik dan terbaik yang Abang punya!'

Sua milik Abangku menggema dengan indah, seperti cuitan burung yang tengah hinggap pada dahan kokoh di sebuah pohon rindang.

Menyenangkan!

Sibak surai hitam tanpa pengikat ini menghentikan kayuhan dipertengahan ilalang, menyandarkan sang kayuh dalam kayu penyanggah kuat.

Kaki ku melangkah, entah kemana dia akan pergi.

Satu..

Dua..

Tiga..

Hingga berbalik tak terasa lebih dari 200 meter jarak pandang ku dengan sepeda yang tengah bersandar nyaman.

Aku berbalik memandang padang ilalang yang baru pertama kali aku temukan, rentang tanganku yang mengenai pucuk-pucuk daun dan bunga-bunga milik ilalang.

Hembusan angin beradu dengan napasku yang mulai tenang, menerpa wajah hingga suraiku yang aku yakin tengah berkibar bebas.

"Rheya, jadilah seperti hempas angin menerpa dedaunan ilalang, meski terik menyengat namun kau tetap hangat menyejukkan. Dalam pagi jutaan embun membasahi daun kau selalu berhembus untuk menetralkan suhu udara normal, jadi diri sendiri dan positif tanpa henti."

'Huft!!'

Nyaman..

Lepas..

Bebas..

Indah..

Tuhan memang benar-benar sang maha segalannya, maha terindah dalam semua ciptaannya.

Dalam pejam aku melangkah, tetap gelap senyumku merekah.

Bersahabat dengan alam memang jawaban terhebat sepanjang masa, dan aku telah membuktikannya saat ini.

'Ckrekk!'

Deg!!!

Langkahku terhenti, suara tangkapan dari sebuah kamera yang menghentikan semua.

Langkah kaki yang samar-samar aku dengar namun sedikit jauh, aku menurunkan rentang dan perlahan membuka kedua kelopak mataku yang sedari tadi nyaman terpejam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dhelima ShavrheyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang