Pagi ini sunyi begitu sederhana. Kau merindukan seseorang di kejauhan. Dingin yang mengendap di dasar secangkir kopi. Tidak ada kabar tentang klub sepakbola favoritmu di berita olahraga pagi ini. Surat kabar penuh dengan senyum dan wajah palsu semanis permen gulali. Tetapi masih juga kaubaca cerita-cerita pendek dari Franz Kafka itu dengan ingatan yang separuh tanggal. Kau bermimpi tentang sebaris kalimat yang ditulis oleh seorang perempuan pada pukul lima pagi. Hari-hari terbit sebagai puisi tentang kota yang telah menjadi menu makan malam tuan-tuan di atas kapal pesiar milik pribadi. Kau ingin berjalan ke luar--memastikan warna langit adalah satu-satunya alasan mengapa kau masih menuliskan harapan itu ke dalam buku catatan. Tidak satu pun kata atau bahasa melintas yang ingin engkau kenang. Hanya doa-doa itu--keheningan rahasia yang pada akhirnya mesti kembali kau pasrahkan.
(Tanjung Priok, 13 Mei 2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit di Ceruk Jendela
Poetry"Di ceruk jendela, kau selalu memilih menjelma langit, yang hanya bisa kusentuh dengan puisi, kupeluk dengan doa." Catatan Penulis: Terima kasih, untuk teman-teman yang sudah bersedia membaca, mengapresiasi, memberi puji, kritik serta saran terhadap...