Prolog

6.2K 316 39
                                    

Seperti biasa setiap tiga hari dalam seminggu selalu ada suara dentingan sebuah alat musik yang bergema di ruangan ini. Instrument piano yang sangat menyejukan telinga bagi siapapun yang mendengarnya. Bahkan, meskipun sudah seringkali menjadi murid dan duduk untuk bersiap mengikuti apa yang diajarkan oleh sang guru, para anak-anak itu selalu saja terpana akan permainan piano gurunya.

Dialah Sinar Meydina. Gadis 17 tahun yang merasa bahagia ketika dirinya diberikan kesempatan untuk menjadi guru les piano di salah satu sanggar musik terkenal yang ada di kota Jakarta. Kegiatan menyenangkan ini sudah Sinar jalani selama kurang lebih satu tahun. Dan selama itu lah Sinar sudah banyak mendapatkan ribuan pujian tidak langsung dari para pendengarnya.

Secara serempak lima belas orang anak yang berada di ruang ini memberikan tepuk tangan meriah kepada Sinar ketika ia menekan dentingan piano terakhir guna menyelesaikan nada yang dimainkannya selama satu menit sebelumnya. Tentu saja Sinar tersenyum amat senang akan respon yang selalu sama itu.

Setelah memainkan satu instrument, Sinar menulis nada-nada itu di papan tulis yang sudah tersedia. Awal menjadi seorang guru cukup sulit bagi Sinar yang perlu membiasakan menulis di papan tulis. Namun, dengan seiringnya waktu yang pada akhirnya membuat Sinar terbiasa, sekarang Sinar tidak lagi mengalami kesulitan.

Satu jam setengah waktu Sinar mengajar. Semua murid yang Sinar hadapi selama setahun ini adalah yang terbaik untuk Sinar. Anak-anak itu tidak pernah sekali pun melihat kekurangan yang tampak jelas pada diri Sinar. Mereka sudah amat menyayangi Sinar sebagai seorang guru dan seorang kakak yang baik hati.

"Permisi, Sinar. Bisa ibu bicara sebentar sama kamu?" tanya seorang wanita paru baya yang menghadang jalannya Sinar ketika gadis itu hendak keluar kelas karena jam mengajar sudah berakhir. Semua anak-anak pun sudah meninggalkan kelas sejak lima menit lalu.

"Bu Ratna?" tebak Sinar alih-alih hanya ingin memastikan kalau perkiraannya tidak salah. Toh, memang sudah setahun ini hanya dengan Bu Ratna, Sinar berbicara mengenai tentang kegiatan mengajarnya.

"Iya, Sinar."

"Ada apa, Bu?"

"Jadi gini, pementasan tiga bulanan kita kan sudah di depan mata. Tapi untuk pementasan kali ini kami dari pihak panitia sudah memutuskan untuk menampilkan kamu di atas panggung bersama anak-anak didik kamu. Berbeda dari yang sebelumnya ketika mereka tampil tanpa kamu," ucap Bu Ratna panjang lebar. Praktis membuat raut wajah Sinar begitu berbinar.

"Ma-maksud ibu, saya tampil bersama anak-anak?" ulang Sinar sangat antusias. Ia hanya takut kalau apa yang didengarnya barusan adalah sebuah kesalahan.

"Bukan cuma itu saja, Sinar. Tetapi kami juga akan memperkenalkan kamu di depan para orang tua murid nanti," lanjut Bu Ratna semakin membuat Sinar membelalak tak percaya.

"Bu Ratna serius?" Intonasi suara Sinar semakin naik. Namun, di detik berikutnya bahu Sinar melorot lemas. "Tapi apa gapapa, Bu? Bukannya pihak sanggar melarang hal itu?"

"Seperti yang ibu katakan di awal, kalau kami sebagai panitia sudah sepakat soal ini. Jadi, kamu hanya perlu siap-siap untuk menunjukkan yang terbaik."

Sinar mengangguk cepat. "Pasti, Bu. Sinar akan lakukan yang terbaik dari yang paling baik yang pernah Sinar berikan untuk sanggar ini. Makasih ya, Bu, atas berita baik ini," ucap Sinar amat bahagia.

"Iya, Sinar. Ibu permisi dulu, ya. Kamu bisa pulang sekarang."

Setelah sempat merasa sangat senang ketika mendapatkan kesempatan menjadi guru di sanggar musik ini, sekarang kali keduanya Sinar berkali-kali lipat lebih bahagia. Pasalnya sudah dua kali diadakan pementasan musik yang tidak melibatkan dirinya di atas panggung. Hanya murid-muridnya saja memainkan alat musik piano bersama di pementasan itu. Padahal selain piano, seperti seruling, pianika, gitar, atau alat musik lainnya, selalu ada guru pendamping di atas panggung bersama anak-anak.

Tidak dengan Sinar yang memang sengaja diminta pihak sanggar untuk tidak tampil di atas panggung. Meskipun tidak secara jelas Sinar diberikan penjelasan mengenai hal itu, Sinar sudah mengerti tentang alasan sebenarnya. Sinar sadar diri dengan kondisinya.

Getaran ponsel di tas kecil Sinar berhasil membuyakan Sinar dari rasa bahagianya saat ini. Ia tengah berjalan keluar dari gedung sanggar. Lantas gadis itu berhenti sejenak untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo, Nar! Gue punya kabar baik buat lo. Pokoknya lo harus denger ini. Dengerin baik-baik, ya." Belum sempat Sinar berucap, lengkingkan suara seseorang yang sangat Sinar ketahui sudah lebih dulu menyambar obrolan menghebohkan itu.

"Andin?"

"Iya ini gue. Siapa lagi coba."

"Ada kabar apa sampai kamu bikin kuping aku jadi berdengung begini?" tanya Sinar setengah tergelak.

"Lo tau universitas Pratama kan?"

"Iya tau."

"Nah! Tadi gue abis dikasih tau sama bokap gue kalo gue bakalan didaftarin di sana. Pas gue liat brosur lengkapnya, ternyata di sana ada jurusan musik dan desainer juga, Nar," kata Andin sangat heboh melebihi sebelumnya.

"Wah. Itu impian aku banget bisa kuliah di jurusan itu. Universitas Pratama juga kan kampus bagus," balas Sinar memberikan tanggapan tidak kalah antusiasnya. Akan tetapi di detik setelahnya, bahu kecil itu melorot lemas. "Tapi untuk apa kamu kasih tau hal ini ke aku? Nggak mungkin kan aku bisa kuliah di sana. Selain biayanya mahal banget, pasti di sana nggak akan menerima siswi seperti aku."

"Justru itu, Sinar! Ini berita baiknya. Pertama, dua jurusan itu dan beberapa jurusan lainnya lagi membuka beasiswa besar bagi siswa-siswi berbakat. Terus untuk masalah kedua, kata bokap gue bisa coba ditanya langsung ke bagian pendaftaran. Katanya sih, beberapa tahun lalu jurusan itu pernah nerima siswa kayak lo gitu, Nar. Jadi nggak ada salahnya kita coba dulu. Gimana?"

Wajah Sinar kembali mengembang bahagia. "Kamu serius, Ndin? Kamu nggak salah informasi kan?"

"Nggak lah, Nar. Yaudah, besok gue jemput, ya. Kita ke sana bareng-bareng. Oke?"

"Iya, Ndin. Aku mau banget. Makasih ya, buat berita baik ini," kata Sinar yang kemudian mengakhiri panggilan. Masih dengan wajah yang riang gembira. Hari ini seperti hari keberuntungan Sinar yang mungkin jarang sekali Sinar dapatkan dalam hidupnya.

Jika saja nantinya Sinar akan benar-benar bisa berkuliah dengan beasiswa dan jurusan yang menjadi impiannya, mungkin Sinar tidak akan berharap apa-apa lagi selain melakukan yang terbaik untuk kuliahnya. Bahkan, tidak pernah terlintas dalam benak Sinar kalau ada universitas yang mau menerima siswi cacat seperti dirinya.

💥 See you in next part 💥

Say hello to Sinar Meydina!

Kira-kira cocok nggak sama karakter Sinar yang periang, baik hati, dan sangat percaya diri?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kira-kira cocok nggak sama karakter Sinar yang periang, baik hati, dan sangat percaya diri?

My Blind Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang