Chapter 3 - Rasa Penasaran

2.2K 206 24
                                    

Aku dan mereka sama-sama ciptaan Tuhan. Jadi tidak ada salahnya jika aku juga berjuang seperti yang mereka lakukan bukan? 

Sinar Meydina

••••••


Sinar adalah gadis yang selalu bersemangat. Tetapi pagi ini ketika ia membuka matanya, semangat itu meningkat sangat drastis dari biasanya. Sejak semalam Sinar sudah tidak sabar dengan hari esok yang sudah menunggunya. Karena hari ini Sinar akan mulai berjuang lebih keras dari sebelumnya.

Sampai titik darah penghabisan pun akan Sinar lakukan demi beasiswa ini. Karena Sinar tidak tahu apakah Tuhan akan memberikan kesempatan berharga ini dua kali. Jadi Sinar perlu mengerahkan seluruh apa yang ia bisa dan ia miliki agar tercapainya impian itu. Mimpi yang membuat Sinar lebih yakin kalau dirinya juga bisa berharga seperti orang lain. Sinar juga manusia yang patut dibanggakan. Terutama oleh neneknya, kedua orang tuanya, dan siapapun yang pernah atau akan memandang Sinar sebelah mata.

Sekarang Sinar dan Andin sudah ada di kantin kampus Pratama pagi-pagi tadi. Padahal Andin sudah menentukan waktu untuk ke kampus ini pukul sembilan. Namun, Sinar memaksa dengan merengek ke Andin untuk berangkat pukul delapan. Karena ini adalah hari Sabtu, jadi suasana kampus pun masih cukup sepi. Baru ada beberapa penjual kantin yang membuka lapaknya.

Andin tengah terpaku pada layar laptopnya sambil mewawancarai Sinar guna membantu sahabatnya itu mengisi formulir pendaftaran dan beberapa berkas mengenai data diri Sinar. Kalau untuk pengisian pendaftaran Andin sendiri sudah ia lakukan sejak kemarin di rumahnya. Berbeda dengan Sinar yang memang tidak memiliki laptop. Untung saja Andin adalah sahabat baiknya.

Pengisian beberapa berkas itu sudah hampir selesai dilakukan Andin. Untuk menghindari kesalahan sekecil apapun, Andin kembali memeriksa perlahan tulisan yang sudah ia ketik di layar laptopnya itu.

Kening Andin berkerut seraya matanya yang menyipit lantaran menghentikan pandangannya tepat di salah satu baris di formulir itu. Andin berhenti membaca kembali pada bagian tanggal kelahirannya Sinar.

"11 Maret 2000. Berarti minggu depan lo ulang tahun dong, Nar?" tanya Andin berpaling ke wajah Sinar.

"Iyap," sahut Sinar sambil mengangguk.

"Yang ke-18 tahun kan?"

"Betul sekali."

"Terus lo mau gue kadoin apa nanti?"

Pertanyaan itu sontak membuat Sinar tergelak. "Udah kayak anak kecil aja pake nanya mau kado apa."

"Lho, emangnya anak kecil doang yang boleh dapet kado. Gue serius nih," balas Andin sambil menggerakkan tangannya guna menutup semua pekerjaan di laptopnya.

"Mmm, kalo kamu maksa, aku mau kado sepasang mata baru. Bisa?"

Andin mengembuskan napas kasar. "Nar, andai gue bisa pasti gue kasih itu mata buat lo."

"Hehe, aku cuma bercanda kok. Nggak usah dianggap serius begitu kali," ucap Sinar yang ternyata tengah bergurau. Salah satu kebiasaan gadis itu adalah suka menyulitkan orang lain dalam mengartikan kalimatnya. Antara berguran atau justru serius. Sinar memang pandang menyembunyikan maksud dari hati yang sebenarnya ia rasakan.

My Blind Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang