Chapter 13 - Beberapa jam yang melelahkan

1.6K 158 3
                                    

Untuk segala hal aku bisa percaya diri dengan sangat. Namun, ketika sesuatu yang berhubungan denganmu, kepercayaan diri itu menurun drastis.

Sinar Meydina

•••••


Sinar takut jika hanya dirinya saja yang merasa kalau ucapan Genta adalah sebuah pujian. Jadi Sinar memastikan lagi hal itu dengan bertanya, "Mas Genta ngomong kayak gitu buat memuji saya atau?"

"Terserah lo mau anggapnya apa. Lo kenapa belum pulang?"

"Sebenernya saya udah mau pulang. Tapi tadi katanya mas Genta mau denger permainan piano saya. Jadi saya siap kok, mainin satu lagu lagi untuk mas Genta," ujar Sinar merasa sangat tidak keberatan jika harus tinggal lebih lama lagi di ruangan ini.

Genta mendelik sekali lantaran ucapan Sinar yang seolah tidak ada berbasa-basinya sedikitpun. Gadis itu terlalu polos sampai mengutarakan langsung apa yang ingin dikatakannya.

"Kalo lo mau, gue minta satu lagu lagi sebelum lo pulang."

Sinar mengangguk tanpa ragu. Lantas Sinar berbalik menghadap piano dan menggeser sedikit duduknya. "Kalo mas Genta capek, mas Genta bisa duduk di sini," kata Sinar sambil menepuk tempat yang kosong di sebelahnya. Satu bangku itu cukup memiliki ukuran yang besar sehingga bisa ditempati dua orang.

Tidak ada tanggapan dari Genta.

"Kalo mas Genta nggak mau juga gapapa, kok. Sekarang saya mulai mainin pianonya, ya." Dan Sinar bersiap menggerakkan jemarinya lagi. Namun, Sinar terkesiap ketika Genta yang tiba-tiba mengambil posisi duduk di sebelahnya. Masih ada jarak sedikit di antara mereka, tetapi Genta memilih untuk duduk terlalu dekat dengan Sinar.

Sinar menjadi diam.

"Kok diem? Katanya mau mulai," tegur Genta yang sontak membuat Sinar bergegas menarikan jemarinya di atas tuts.

Alunan musik piano pun mulai terdengar. Awalnya Genta memperhatikan gerak jemari Sinar yang sama sekali tidak mengalami kesulitan ketika memainkan piano itu. Genta kagum dengan kebisaan Sinar tersebut. Dalam benaknya, cukup ada banyak pertanyaan yang ingin Genta keluarkan mengenai asal mula Sinar bermain piano. Bagaimana mungkin seorang tunanetra bisa mahir bermain piano seperti ini? Bahkan, untuk orang yang normal pun rasanya belum tentu mereka bisa seperti Sinar.

Entah secara sadar atau tidak, pandangan Genta naik ke arah wajah Sinar. Memperhatikan cukup lekat wajah bersih nan polos itu. Ekspresi senyum Sinar membuat Genta terhipnotis untuk juga ikut tersenyum samar.

Cantik juga.

Dan Genta tersentak dengan apa yang telah hatinya ucapkan baru saja. Genta bangkit dan berbalik membelakangi Sinar yang masih terus bermain piano. Tidak lama setelahnya, Genta kembali mendekat ke Sinar. Tangannya bergerak menyentuh salah satu tangan Sinar sehingga menghentikan pergerakan gadis itu bermain piano.

"Ada apa mas Genta?"

"Udah malem. Latihannya bisa dilanjutin besok. Mending sekarang lo pulang." Tangan Genta masih berada di atas tangan Sinar.

"Iya. Saya mau pulang. Tapi saya jadi nggak bisa bergerak kalo mas Genta masih megangin tangan saya."

Segera Genta menjauhkan tangannya dari tangan Sinar. Cowok itu menjadi kikuk. "Gue anterin lo pulang," ucapnya kemudian. Atau Genta hanya ingin mengalihkan sikap salah tingkahnya yang sebenarnya belum tentu juga disadari oleh Sinar.

"Nggak usah, Mas. Saya bisa pulang sendiri kok. Langitnya juga nggak lagi hujan kayak kemarin itu." Sinar mulai merapikan piano seperti sedia kala. Ia juga meraba tas selempang kecil yang sejak tadi diletakkan di atas piano, lalu mengambil tongkat yang tersandar di sisi piano. Sinar bangkit dari duduknya.

My Blind Girl (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang