Mingyu kini tengah fokus mengendarai mobilnya. Disampingnya, Seokmin hanya bisa menangis sambil mengelus perut buncitnya. Pandangannya pun masih ke arah luar jendela mobil.
Mingyu sesekali melirik pada istrinya itu, ia tahu sangat tahu. Seokmin pasti merasakan sedih karena diagnosis yang dokter berikan pada bayi mereka. Mingyu juga merasakan hal yang sama, bagaimana pun juga dia adalah ayahnya. Tapi Mingyu berusaha untuk tegar, karena jika ia ikut bersedih siapa yang akan menenangkan istrinya itu.
"Sayang udah nangisnya ya, kasian baby kalo mamanya nangis gini. Pasti baby ikut sedih juga,"
Dengan masih berlinang air mata dan sesegukan, Seokmin menatap nyalang pada suaminya itu.
"Aku cowo, panggilnya papa! Harus papa! Gamau tau!"
"Iya iya papa. Tapi kalo papa kok nangis gitu,"
"Kamu denger gak sih apa kata dokter tadi? Anak kita, baby jantungnya lemah! Aku sebagai ibu nya yang ngandung baby sedih. Kenapa baby harus mengalami seperti ini,"
Mingyu ingin tertawa tapi dia berusaha tahan. Pasalnya baru saja Seokmin mengklaim dirinya sendiri ingin dipanggil papa. Tapi, baru saja juga langsung mengaku jadi ibu.
"Iya aku dengar semua penjelasan dari dokter. Tapi kamu udah jangan nangis begini. Aku yakin dengan keadaan baby seperti ini dia pasti kuat, dan kita sebagai orang tua juga harus menjaganya,"
Seokmin tidak menjawab, sepertinya deretan mobil yang kini terjebak di lampu merah samping mobil suaminya lebih menarik. Dengan dibuktikan dirinya kembali menatap keluar jendela dengan beberapa tetesan air mata yang jatuh pelan ke pipinya.
.
.
Mingyu memarkirkan mobilnya masuk ke dalam garasi. Dilihatnya kembali Seokmin yang masih terdiam kini dengan tatapan kosong. Acara menangisnya sudah terhenti sejak beberapa menit yang lalu. Mingyu sempat bersyukur, namun harus disayangkan Seokmin sekarang seperti ini.
Mingyu menghela nafasnya kasar, mencoba menenangkan Seokmin sekali lagi.
"Sayang, kita sudah sampai rumah. Sudah yuk kita turun. Kau juga perlu istirahat bukan?"
Seokmin masih terdiam tidak bergeming. Mingyu mengusap wajahnya kasar. Istrinya itu memang keras kepala, susah untuk diatur.
Dengan terpaksa Mingyu pun turun dan menutup pintu kemudi dengan keras. Seokmin masih diam, tidak terkejut dengan apa yang barusan dia dengar.
Mingyu membuka pintu sebelah Seokmin dengan kasar. Dilepaskannya sabuk pengaman yang melingkar pada perut buncit istrinya. Digendong nya tubuh Seokmin tanpa ada penolakan sama sekali dari sang pemilik.
Mingyu menggendongnya hingga masuk ke dalam kamar mereka. Direbahkannya tubuh Seokmin pelan di atas kasur.
"Kau istirahatlah, aku akan membuatkan makan siang untuk mu,"
Mingyu yang hendak beranjak pergi menuju dapur harus terhenti karena lengannya ditahan oleh Seokmin. Dan disaat itulah tangis Seokmin kembali pecah.
Dengan kasih sayangnya Mingyu pun duduk disamping ranjang dan memeluk tubuh Seokmin erat, walaupun perut buncit Seokmin menjadi penengah mereka.
"Gyuie~ baby gyuie~ hiks,"
"Iya sayang aku tahu,"
"Apa kita bisa bertemu dengan baby sampai dua bulan kedepan?"
Mingyu melepaskan pelukannya dan kini menatap tajam pada paras cantik Seokmin.
"Kamu ngomong apa sih? Singkirkan fikiran buruk mu itu. Kita harus yakin baby pasti kuat. Kita bisa melihatnya dan merawatnya, membesarkannya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident [√]
FanfictionCOMPLETED "Seokmin hamil? Serius? Sama siapa? Kok bisa?" "Iya Seokmin hamil. Mau tau siapa bapa bayinya? Tuh cowo anak basket, musuh abadi Seokmin. Kim Mingyu" SeokGyu Fanfiction 170603 #41 in fanfiction