"Mimpi...bayangan...eh bukan...lebih tepatnya 'penglihatan' itu sudah mulai aku rasakan saat aku masih duduk di Sekolah Dasar, namun semua itu tidak aku hiraukan karena aku pikir dan aku rasa itu hanyalah halusinasi. Hingga menginjak saatnya aku diusia memasuki masa SMP 'penglihatan' tersebut tidak pernah muncul lagi. Dengan riang aku jalani hari-hari tanpa terganggu oleh 'penglihatan' tersebut. Selama tiga tahun di SMP aku lalui tanpa beban, tibalah saatnya kelulusan dan segera harus aku persiapkan diri untuk memasuki masa SMA.
***
Sabtu pagi yang cerah, dihiasi kicauan burung nan merdu menambah hangat suasana yang telah dihangatkan sebelumnya oleh sang mentari di ufuk timur. Sinarnya menerobos masuk ke dalam kamar melalui celah tirai jendela yang belum sempat aku buka, rasa kantuk yang masih membebani kedua kelopak mataku membuat aku enggan beranjak dari tempat tidur. Ditambah pikiranku yang masih tertinggal di alam mimpi belum terhubung dengan dunia nyata semakin memperkuat kemalasanku untuk bangun.
Aku pikir hari itu masih hari santaiku, karena hari pertama untuk masuk dan memulai masa SMA ku baru akan aku jalani dua hari lagi lebih tepatnya lusa pada hari Senin. Seketika teringat bahwa Senin nanti pagi-pagi sekali aku harus sudah berada di area sekolah lebih tepatnya di lapangan upacara. Selain untuk menyambut kedatangan siswa dan siswi baru, upacara tersebut sekaligus memuat semua hal yang berhubungan dengan Masa Orientasi Siswa yang segera akan dijalani oleh para siswa dan siswi baru di sekolah tersebut. Aku menggerutu sendiri dengan volume suara yang hanya tertangkap oleh telingaku sendiri.
Suara ketukan di pintu kamar berhasil membuat kepalaku terangkat walau hanya sedikit, untuk memastikan bahwa telingaku tidak salah mendengar. Aku tunggu ketukan di pintu tadi beberapa saat, akhirnya ketukan tersebut meluncur kembali disertai oleh suara lembut khas Ibu ku.
"Rei ...Rei...ayo bangun sudah siang nih...memangnya semalam kamu tidur jam berapa Nak?"
"Iya...!" hanya itu yang aku ucapkan tanpa menghiraukan pertanyaan Ibu ku tadi.
"Ya sudah...langsung mandi ya dan Ibu tunggu di meja makan, kita sarapan!"
"Iya...iya Bu!"
Dengan perlahan, aku angkat tubuh ini untuk duduk di pinggir tempat tidur. Aku tarik selimut kemudian aku lipat rapi dan aku simpan di atas bantal. Aku berdiri lalu aku rapikan sprei yang acak-acakan bekas aku tidur semalam. Kemudian aku berjalan menuju kamar mandi sambil tangan kiriku meraih handuk yang tergeletak begitu saja di kursi meja belajarku.Sungguh sangat menyegarkan air yang menyiram kepala dan tubuhku ini, membuatku tersadar sepenuhnya dari rasa malas yang tadi sempat hinggap dibadan ini. Tak ingin membuat Ibu kesayanganku lama menunggu, aku lakukan dengan cepat acara mandi tersebut, padahal selama ini kalau mandi, kebiasaanku suka santai alias mandi lama.
Aku tutup pintu kamar mandi, dengan hanya mengenakan handuk, aku berjalan menuju lemari pakaian. Aku buka pintu lemari tersebut dan mulai aku pilih pakaian sesuai yang aku suka. Aku lepas handuknya dan aku biarkan tergeletak di lantai begitu saja. Sekilas terpampang refleksi tubuhku di cermin yang menempel pada pintu lemari pakaian, aku mengamati dan dalam hati bergumam mensyukuri apa yang aku lihat di cermin yaitu badanku yang putih bersih serta mulus tanpa noda sedikitpun. Aku kemudian bergumam kembali sekarang aku memasuki masa SMA dan tubuhku bertambah tinggi dan berisi berkat olah raga berenang yang sering aku ikuti.
"Tuk..tuk..tuk..."
Suara ketukan di kaca jendela yang ternyata berasal dari hasil peraduan paruh burung kecil mematuk kaca berhasil menyadarkanku dari lamunan mengagumi diri sendiri.Teringat bahwa Ibu sedang menungguku di meja makan, segera aku kenakan kaos oblong dan celana pendek jeans yang aku pegang di tangan kananku semenjak dari tadi. Sesegera mungkin aku menyusul Ibu ku yang pasti sudah menunggu lama di meja makan. Tanpa aku hiraukan handuk basah yang masih tergeletak dilantai, dengan langkah dipercepat aku meluncur keluar kamar. Terlihat Ibu sedang duduk di meja makan sendirian sambil sedang menulis sesuatu disebuah buku tulis kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH PENGORBANAN By Matcha
Non-FictionPengorbanan memang tidak mudah, namun kadang itu menjadi suatu pilihan terakhir untuk melihat orang yang dicintai bahagia.