Hiruk-pikuk kendaraan dan orang-orang yang sedang berlalu lalang semakin melengkapi keramaian siang itu dimana Ibu dan aku sedang berjalan menuju sebuah toko peralatan alat tulis sekolah dan kantor.
Toko tersebut memang sudah menjadi langganan kami sejak aku masih kecil. Berhubung trotoar jadi sempit untuk pejalan kaki dikarenakan banyak pedagang yang berjualan di trotoar, akhirnya Ibu lebih memilih jalan beriringan dengan ku, beliau didepan dan aku mengikuti dari belakang.
Tiba-tiba angin bertiup sedikit kencang dan menerbangkan serpihan debu disekitar ku. Debu tersebut ternyata ada yang menyerang mataku sehingga aku kelilipan. Aku berhenti berjalan dan mencoba untuk menggosok mata ku oleh punggung tangan. Samar-samar ku lihat Ibu semakin jauh meninggalkanku dan masuk ke toko yang kami tuju. Aku berusaha memfokuskan kembali pandanganku sambil merasakan apakah mataku masih kelilipan atau tidak. Karena tak ingin membuat Ibu cemas, aku paksakan berjalan kembali dengan posisi mata agak menutup dan samar karena debu dan air mata yang keluar. Aku akhirnya tiba didepan toko, lalu kuteruskan berjalan memasuki toko. Namun saat menaiki tangga toko, tiba-tiba...
"Brruuuukkkk..." Aku menabrak seseorang.
Tanpa melihatnya, aku langsung meminta maaf padanya.
"Eh...maafkan saya, saya tidak sengaja."
"Oh iya tidak apa-apa, kamu kelilipan ya?" Sebuah suara menjawabku.
Pandanganku tiba-tiba silau oleh sebuah cahaya yang entah dari mana datangnya, setelah kilasan cahaya tersebut munculah sebuah visualisasi yang aku sendiri heran kenapa bisa ada gambaran tersebut. Dalam penglihatanku saat itu, aku seolah-olah sedang berdiri didepan sebuah gedung dengan cat berwarna cream. Tepat pada pintunya, sesosok laki-laki memakai seragam SMA sedang berdiri dan tersenyum padaku.
Secepat kilat visualisasi tersebut hilang kembali setelah kilasan cahaya muncul kembali dan menyapu semuanya tanpa bekas. Tak sempat aku berpikir, dua buah tangan memegang kedua pundakku.
"Hei...kok malah bengong? Kamu tidak apa-apa kan? Sepertinya tadi kamu kelilipan."
"Eh...iya aku tidak apa-apa, terima kasih sudah menyelamatkan ku saat tadi hampir jatuh ketika bertabrakan dengan mu." Aku membalas dan tersenyum.
Aku menyipitkan mata ke arah depan untuk memperjelas pandanganku. Sesosok laki-laki tampan berdiri didepanku. Usianya tidak terlalu jauh dengan ku, itu perkiraan ku. Dia tersenyum manis padaku. Dia melepaskan kedua tangannya dari pundak ku, lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman sambil dia menyebutkan namanya. Itu artinya dia mengajak berkenalan padaku. Aku membalas uluran tangannya dan disaat aku akan menyebutkan namaku...
"Rei!" Suara Ibu memanggilku
"Iya Bu sebentar aku masuk!" Jawabku.
"Ooh...jadi nama kamu Rei ya?" Laki-laki tersebut memotong ucapanku, laki-laki yang akhirnya aku kenal dengan nama Kiki.
"Eh...maaf aku harus pergi."
Aku langsung bergegas melewatinya untuk masuk ke toko.
"Hei...tunggu sebentar Rei, aku belum tahu nomor hp mu!"
Aku mendengar teriakan dari Kiki. Tak aku dengar, yang aku pikirkan saat itu hanyalah segera menghampiri Ibuku.***
"Kleekk..." Suara kunci pintu yang dibuka Ibu. Akhirnya kami sampai juga dirumah. Setelah seharian berkutat di luar rumah bersama keringat dan debu.
"Rei, kamu mandi dulu sana! Ibu mau masak dulu untuk makan malam kita nanti bertiga."
"Iya Bu...nanti Rei setelah mandi mau tiduran sebentar ya Bu, capek dan pegal-pegal."
"Iya sayang, nanti Ibu panggil ya setelah tiba waktu makan malam."
Dengan lembut Ibunya Rei mengelus kepala anaknya yang semata wayang itu lalu pergi ke dapur. Sedangkan Rei berlalu menuju ke kamar.
Sesampainya di dalam kamar, Rei membuka jaket lalu menggantungnya dibalik pintu. Kemudian duduk dipinggir tempat tidur sambil meluruskan kakinya yang pegal.
"Ya..ampuuunn!" Rei menepuk jidat dengan telapak tangan. Dia terpekik kaget saat dia baru menyadari bahwa dia seharusnya memberi kabar pada Adi kalau dia sudah pulang. Segera dia merogoh saku celananya mengambil hp kemudian membuka menu SMS dan mengetik sesuatu.
Tak lama, balasan datang dari sebrang yang mengatakan bahwa orang tersebut faham dan akan segera ke rumah Rei. Benar saja 10 menit kemudian Adi sudah muncul dengan ketukan di pintu depan rumah Rei.
Tak lama, Ibunya Rei membukakan pintu sambil tersenyum ramah.
"Oh Adi, silahkan masuk Nak! Rei ada di kamarnya. Katanya tadi mau mandi dulu, sekalian saja tolong lihat kalau masih belum mandi diingatkan disuruh mandi ya, sebentar lagi makan malam siap!" Perintah Ibunya Rei.
"Iya Tante, akan aku sampaikan." Adi mengangguk pelan sambil tersenyum dan mencium punggung tangan Ibunya Rei, kemudian berlalu menuju ke kamar Rei.
Sesampainya di depan kamar Rei, Adi langsung memegang gagang pintu kamar dan menekannya kebawah. Pintu pun terbuka, dan Adi melihat Rei sedang duduk di pinggir kasur. Melihat Adi datang Rei langsung mempersilahkan Adi untuk duduk di kursi meja belajarnya."Rei, kamu sudah mandi?" Adi membuka pembicaraan.
"Belum." Jawab Rei.
"Barusan Ibu mu memintaku untuk mengingatkan mu agar segera mandi kalau belum, karena sebentar lagi makan malamnya siap." Timpal Adi.
"Baiklah kalau begitu. Tadi kakiku pegal jadi aku duduk terlebih dahulu."
"Ya sudah sana mandi! Nanti Ibu mu menunggu." Suruh Adi.
"Ok Boss!" Rei nyengir sambil beranjak menuju jemuran dan mengambil handuk.Dengan santainya Rei melepaskan kaos dan celananya di depan Adi, Rei tidak berpikir macam-macam karena dia sudah menganggap Adi seperti saudaranya sendiri. Namun ternyata berbeda dengan Adi sendiri. Adi kembali melongo melihat seluruh badan Rei yang setengah telanjang tersebut, dia tidak mengira punya teman yang berbadan bagus seperti badannya Rei, slim tapi berisi dan otot-otot lengan serta perut mulai terpahat. Adi baru ingat bahwa Rei memang rajin mengikuti Olah raga renang sehingga hasilnya begitu nyata terpampang jelas di depan matanya. Indah dan sehat, itu yang terlintas di pikiran Adi.
"Rei, badan mu keren." Puji Adi.
"Thanks ya Di." Rei tersenyum dan mengerlingkan sebelah matanya kepada Adi.Saat Adi melihat adegan tersebut, ada sedikit desiran aneh pada dirinya, kemudian dia bergumam dalam hati, apakah dia merasa tertarik pada temannya sendiri ataukah karena nafsu melihat tubuh yang indah di depannya itu. Apalagi dia melihat tubuh bagian belakang Rei yang padat berisi karena olah raga serta mulus dan putih. Disaat Adi sedang melamun menikmati pemandangan indah tersebut, dia tersadarkan oleh ucapan temannya itu.
"Di, sorry ya telanjang depan kamu. Kamu kan sahabat dekat ku jadi gak masalah lah." Rei nyengir sambil berjalan masuk ke kamar mandi. Pintu kamar mandi tertutup. Yang tertinggal dilantai hanyalah pakaian milik Rei yang dibiarkan tergeletak begitu saja.
Adi merasa kikuk sekaligus bersyukur bisa melihat pemandangan indah tersebut.***
Pintu kamar terbuka, munculah Ibunya Rei yang membawa sebuah nampan berisikan dua cangkir Teh hangat beserta sepiring biscuit dan 6 biji pisang goreng.
"Nak Adi, Rei nya masih mandi ya?"
"Iya Tante, tadi Rei baru masuk kamar mandi."
"Oh ya sudah kalau begitu, sambil menunggu Rei selesai mandi, silahkan diminum Tehnya dan dimakan ya cemilannya!"
"Iya Tante, terima kasih banyak dan maaf sudah merepotkan."
"Walah...merepotkan apa Nak Adi ini. Tante justru malah senang Rei ada yang menemani. Ya sudah, Tante mau menyiapkan makan malam di meja makan ya."
"Iya silahkan Tante." Adi tersenyum.
Ibunya Rei berjalan keluar dari kamar dan menutup pintu kamarnya.
"Kleeekk..." pintu kamar mandi terbuka dan Rei berjalan keluar dari kamar mandi.
Adi langsung menyambutnya dengan memberikan selembar kertas berisi catatan jadwal kegiatan yang tadi sempat dipinjamnya dari sahabatnya itu.
Rei mengambilnya dari tangan Adi kemudian menyimpannya di atas meja belajar.***

KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH PENGORBANAN By Matcha
Non-FictionPengorbanan memang tidak mudah, namun kadang itu menjadi suatu pilihan terakhir untuk melihat orang yang dicintai bahagia.