Sesampainya di depan rumah, Rei membuka gembok pagar lalu masuk dengan perlahan. Karena pagar rumahnya sudah tergolong tua dan berkarat jadi dia takut kalau sampai-sampai suara deritan pagar rumahnya membuat suara berisik ke tetangga sebelah rumah, juga takut patah dari engselnya.
Memang ibunya pernah menyampaikan kalau sudah punya niat ingin memperbaiki kerusakan-kerusakan dari beberapa bagian rumahnya yang telah lapuk dimakan zaman. Namun niat tersebut terpaksa terhambat karena keuangan mereka masih belum stabil, mengingat banyak kebutuhan harian dan bulanan serta biaya sekolah Rei yang harus lebih didahulukan.
Rei memasuki pintu rumah, kemudian dia berkeliling keseluruh ruangan untuk menyalakan lampu dan menutup semua jendela yang masih terbuka beserta gordennya. Kemudian Rei melanjutkan naik ke lantai dua dan kamarnya. Sesampainya dikamar setelah Rei menutup rapat jendela dan merapikan gorden, kemudian Rei duduk dipinggir tempat tidur, rasa lelah dan sedikit mengantuk membuatnya merebahkan tubuh diatas kasur dengan sebagian tubuhnya masih tergantung, hanya dari sebatas paha ke kepala yang menempel di kasur.
Semenit kemudian tanpa disengaja Rei terlelap tidur, antara sadar dan tidak Rei melihat kamarnya sudah berubah menjadi sebuah ruangan yang Rei belum pernah lihat sebelumnya. Kaget bercampur takut seketika menyelimuti seluruh tubuhnya, mulai menggigil dan kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri, Rei benar-benar merasa ketakutan karena dia sama sekali tidak mengenali lokasi dimana saat ini dirinya berada. Ruangan tersebut kosong dan hanya dihiasi jendela yang berjajar rapi disekeliling tembok ruangan aneh tersebut.
Walaupun merasa takut, Rei mulai memberanikan diri untuk berjalan secara perlahan mendekati jendela. Begitu sampai di jendela, Rei melemparkan pandangannya keluar melalui jendela bening tersebut. Sepi, kosong dan kabut putih ke abu an, itu yang terlihat olehnya. Sampai akhirnya mata Rei terfokus pada sebuah titik dimana dia akhirnya melihat samar-samar sebuah lapangan basket. Kabut yang berwarna putih ke abuan tadi semakin lama-semakin menipis dan akhirnya menghilang. Rei sudah mulai bisa menguasai keadaan, rasa takut yang sejak tadi menjalar ditubuhnya dan didadanya bisa dikuasainya.
Perlahan Rei melangkah menuju sebuah pintu keluar berwarna coklat kehitaman lebih tepatnya warna kopi, kemudian Rei membuka pintu tersebut lalu berdiri mematung serta pandangannya sekarang semakin terbelalak ketika Rei melihat kembali ke arah lapangan basket yang tadi dia lihat dari jendela. Rei heran karena dia sekarang melihat dua sosok orang yang tidak dia kenal sedang berhadapan. Rei meyakinkan diri dengan menyipitkan kedua matanya agar pandangannya semakin jelas, kedua sosok tersebut ternyata seorang laki-laki dan seorang perempuan, si laki-laki sedang mengenggam tangan si perempuan, dan si perempuan tersenyum kepada laki-laki tersebut.
Seperti orang yang baru sadar bahwa dirinya sedang diperhatikan, kedua sosok tersebut bersamaan menoleh ke arah Rei, Rei kaget dan sala satu kakinya melangkah mundur selangkah kebelakang sebagai bentuk reflex tubuhnya dalam mode waspada.Ekspresi wajah kedua orang tersebut tiba-tiba berubah dari yang awalnya biasa saja sekarang malah tersenyum sinis kepada Rei.
Tanpa ba-bi-bu lagi, Rei berlari kembali kedalam ruangan tersebut sampai akhirnya dia terpeleset dan terjatuh, namun dia sendiri tidak merasakan sakit sedikit pun setelahnya. Yang Rei ingat sebelum dia terjatuh dia hanya memejamkan kedua matanya.Saat membuka mata, Rei melihat atap plafon kamarnya yang berwarna putih, kemudian dia mengedarkan pandangan keseluruh sudut ruangan, kini dia yakin bahwa dirinya telah kembali ke dalam kamarnya. Rei melihat ke arah jam dinding yang ternyata sudah menunjukan pukul 18.45WIB, kemudian mengalihkan pandangan memandangi tubuhnya dan kedua tangannya meraba-raba alas tempat dia berbaring, setelah dia yakin bahwa dia masih berada di atas kasur, dia bangun dan duduk dipinggir tempat tidur, saat dia mengucek kedua matanya dengan kedua telapak tangannya Rei merasakan sakit pada bagian punggungnya lebih tepatnya pada area tulang punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUAH PENGORBANAN By Matcha
Non-FictionPengorbanan memang tidak mudah, namun kadang itu menjadi suatu pilihan terakhir untuk melihat orang yang dicintai bahagia.